Dalam perhelatan Penghuni Rumah Terakhir (Petir) tahun 2010, ada sosok seorang peserta yang fenomenal, dan (terus terang) membuat saya pribadi (semula) agak kurang suka. Hal ini tak lain karena sikap arogan dan emosionalnya yang meledak-ledak. Ya, sosok yang mengidentitaskan dirinya Erick Estrada.
Tiap kali acara ini ditayang antv, selalu saja saya rajin menyimak apa lagi yang akan dipertontonkan Erick ini. Dan tiap kali sikap emosionalnya muncul saya pun terpancing ikut-ikutan emosi dan menggerutu bahkan menghujatnya. Lalu, muncul pula reaksi dari anak-anakku. "Sudah, nggak usah nonton itu sih. Senang banget nonton tapi senang pula ngoceh." Kalau anakku sudah ngomong gitu, aku pun bungkam.
Asyik. Ya, selalu saja ada asyiknya. Tiap kali ada hal baru yang diungkapkan Erick, dan tiap kali muncul sikapnya yang nyeleneh, sebenarnya ada sisi manfaat yang akan kita petik.
Tibalah pada suatu sesi saat Erick yang begitu arogannya, begitu emosionalnya, ternyata bisa juga mengucurkan air mata. Manakala dia mengenang almarhumah ibunya. Dia ungkapkan saat sesi Erick harus belanja bahan sayur pada seorang ibu pedagang sayur keliling hanya dengan sejumlah uang yang ditentukan oleh 'Beranda Petir' cukup tidak cukup.
Di sini Erick dituntut unjuk kemampuan merayu ibu pedagang sayur tersebut. Di luar dugaan Erick mengungkapkan keinginannya mencium kaki ibu pedagang sayur itu, atas dalih untuk menebus khilaf dan dosanya berbuat kesalahan pada almarhumah ibunya.
Di sinilah saya petik sisi manfaat itu. Begitu menyimak alasan yang diungkapkan Erick bahwa menyesal karena ibunya sudah meninggal tanpa sempat dia bahagiakaan apalagi mencium kakinya. Demi melihat adegan Erick mencium kaki ibu pedagang sayur tersebut, kedua anakku serta merta mencium kaki ibunya sembari berujar 'mumpung ibu masih hidup!'
Ada ungkapan 'surga di bawah telapak kaki ibu' tapi, gimana kalau sang ibu abis nginjak tai ayam... apakah surga lantas bau tai, pikirkan sendiri...
Ada pula ungkapan ridho Allah tergantung pada ridho ibu. Kalau ibu tidak ridho, tentu sulit meraih ridho Allah. Kalau ibu murka, tentu Allah akan lebih murka. Begitu kira-kira penafsirannya.
Dari perenungan ini, bait-bait kata yang tadinya liar berkelindan di kepala aku tata jadi puisi berikut:
Tangan Ibumu
tangan ibumu adalah tangan kasih sayang
raihlah punggung tangan ibumu lalu ciumlah
hirup dalam-dalam wewangian cinta dari situ
dan biarkan merasuk ke dalam kalbumu
engkau akan menjumpai rasa nyaman
dalam setiap gerak kehidupan
dalam setiap derap langkah kaki
dalam setiap desah hela nafas
dalam setiap ritme rutinitas kerja
dalam setiap tetes rezeki yang kau raih
dalam setiap sujud yang kau ritualkan
dalam setiap doa syukur yang kau panjatkan
bungkukkan badanmu di hadapan ibumu
merunduklah untuk memperoleh ridhonya
karena, dengan itu kau akan peroleh ridho Allah
memelaslah untuk mendapat doa restunya
karena, dengan itu kau akan dapat keberkahan
tangan ibumu adalah tangan keajaiban
raih punggung tangan ibumu lalu genggam erat
jangan lepas sebelum kau rasakan kelembutannya
jangan sekali-kali membuat ibumu menangis demimu
tapi sebaiknya kaulah yang menangis demi ibumu
sekali saja kau membuatnya menangis
malaikat akan murka dan pintu surga tertutup untukmu
jangan sekali-kali menimpakan kesalahan pada ibumu
tapi sebaiknya kaulah yang mencari-cari apa kesalahanmu
sekali saja kau menuduh ibumu telah berbuat salah
maka akan membuat hati dan perasaannya sakit
setiap sakit hati yang dirasakannya, membuat malaikat marah
lalu dicatatnya untuk kelak diperhitungkan sebagai kayu bakar
yang akan membuat tubuhmu gosong tak berharga di neraka
tapi setiap kesalahan yang kau perbuat, ibumu selalu memaafkanmu
setiap maaf yang diberikannya, kelak akan dihitung nilainya
dapatkah membukakan pintu surga dan membebaskanmu dari neraka
atau justru akan menambah kayu bakar di nerakamu
sesuai kalkulasi dari kesalahan yang kau perbuat dan dimaafkannya
tangan ibumu adalah tangan yang selalu memanjatkan doa
doa-doa senantiasa disanjungkan untuk anak-anaknya
“Allah dekap anakku dalam kasih sayang-Mu, cahayai hati dan jaga pikirannya jangan condongkan pada hal-hal yang membuatnya sesat, pelihara imannya agar tidak ingkar pada perintah-Mu, tunjukilah jalan yang benar yang Engkau ridhoi, curahkan rasa sabar dan tawakal dalam rongga dadanya, pakaikan pakaian takwa, tawadhu dan qonaah di jiwanya, kuatkan cengkeraman tangannya berpegang teguh pada Tali-Mu, ajari untuk mencintai anak yatim dan fakir miskin, cukupkanlah rezekinya, yang halal dan thoyyib, hingga ada keleluasaannya berbagi pada yang kekurangan”
Bandarlampung, 1 september 2010 / 22 ramadhan 1431
Nasihat Lukman
Apa yang tergurat dalam bait-bait puisi di atas, hanya hasil pengendapan batin atas fenomena sosok Erick. Dikuatkan pula serangkaian penggalian pada Firman Allah dan Sabda Rasul-Nya Muhammad SAW tentang ajaran perlunya kita MERAWAT KASIH SAYANG IBU. Anak tidak akan mengerti bagaimana semestinya menghormati dan menyayangi ibunya, kalau tidak dilatih secara tekun sejak kecil. Kalau kita abai dan menyepelekan ketekunan kita melatihnya, tatkala mereka (anak-anak kita) sudah dewasa, tiba-tiba saja kita terperanjat, terkaget-kaget, bahkan merasa masygul. Kok anak kita berani melawan, berani membangkang, berani menghujat, bahkan na'udzubillahi min dzalik, ada yang tega membunuh ibu kandungnya yang mengandung, menyusui, merawat hingga tumbuh menjadi besar.
Demi mengingatkan agar anaknya kelak tidak melawan pada orangtua Lukmanul Hakim menasihati anaknya. Kisah ini termaktub dalam Al-Quran Surah Lukman (31) : 14-15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.