Melintasi batas antara kebutuhan dan keinginan acapkali membuat perasaan seperti didera dahaga tak kunjung pupus. Ini karena sandaran hanya pada nafsu semata sedang akal dibuat banal. Kebutuhan dan keinginan yang kemunculannya dan kelenyapannya sukar untuk diketahui. Tak mudah dibedakan, seperti halnya usaha memisahkan gema dan suara.
Tapi bila usaha untuk mengasah hati agar senantiasa tunduk pada nafsu terus diupayakan, maka tiap kali muncul gelegak untuk memenuhi apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan, hati harus mau berkompromi dengan akal. Dan tentu saja akal di sini harus akal sehat, bukan akal yang nakal apalagi akal-akalan.
Menyaksikan apa yang terjadi di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, tapi kenyataannya negeri yang bubrah ini. Sebagian orang berusaha mati-matian menjaga nama baik (diri pribadi) dan negara yang dicintainya. Tapi, sebagian yang lain berbuat sesuka hati.
Di lorong-lorong sempit dan kumuh, di pasar-pasar yang becek dan amis, orang kecil (wong cilik) memulai hari dengan hati yang bersih dengan harapan meraih rezeki yang bersih pula. Di rumah-rumah mewah orang besar (wong gede) bangun dari tempat tidur yang nyaman di kamar yang berpendingin udara, memulai hari dengan hati yang gelisah dengan harapan jangan sampai salah. Ya, setiap kesalahan yang diperbuat akan berdampak besar. Salah perhitungan usaha rugi, salah mengambil keputusan transaksi hangus, salah dalam bernegosiasi kesepakatan tak tercapai. Alhasil, serba salah serba susah. Akhirnya, agar tak rugi, agar tak kalah, semua strategi dijadikan jurus pamungkas tak peduli culas yang penting dapat mengelabui lawan.
Begitulah kalau hati mati dan akal banal. Akhirnya apa yang terjadi? Para pejabat yang “hilang akal” berbuat sesuka hati dalam memanfaatkan wewenang senyampang berkuasa, korupsi untuk memperkaya diri. Para pensiunan pejabat satu persatu diciduki setelah hasil investigasi menyatakan dirinya sebagai koruptor.
Lisan melafalkan syahadat untuk bersaksi mengakui Ilahi Robbi dan Muhammad Rasul-Nya yang patut diimani. “Aku bersaksi Tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Nabi Muhammad adalah utusan Allah”. Tapi, hanya sebatas itu. Tak pernah memahami bahwasanya Allah Maha Mengetahui (Yaa ’Aliim), Maha Melihat (Yaa Bashiir), Maha Menyaksikan (Yaa Syahiid).
Syahadat itu, bila dicerna lebih dalam, maka dapat diumpamakan bagai gelas, isinya, dan gelas yang isinya penuh. Bilamana gelas bening, isinya akan tampak bening sedang gelasnya tidak kelihatan. Begitu pula hati seorang mukmin yang merupakan tempat kediaman Tuhan, akan memperlihatkan kehadiran-Nya bilamana hati itu bersih, tulus dan jujur.
Bila memahami hal di atas, maka dalam melakukan apapun seseorang yang telah mengikrarkan syahadat (baca: telah beriman) senantiasa sadar bahwa dia selalu diawasi Tuhan Allah. Dengan demikian selalu mawas diri dan hati-hati dalam bertindak, bertutur kata, dalam artian berperilaku baik. Tak lalai menjalankan perintah agama. “Qalb al-mukmin bait Allah” (Hati seorang mukmin adalah tempat kediaman Allah).
Antara kebutuhan dan keinginan terselip celah begitu sempit. Sehingga acapkali kebutuhan dan keinginan bertukar tempat begitu rupa. Yang tadinya adalah hal yang betul-betul dibutuhkan tapi tak ada keinginan untuk dipenuhi. Sebaliknya, hal yang tadinya sebatas keinginan (angan-angan) tapi malah diupayakan (dengan cara apapun) memenuhinya. Keadaan ini akhirnya melahirkan perilaku konsumtif. Tadinya hanya sekadar berniat “cuci mata” atau window shopping, tapi karena keblinger dan ngiler akhirnya membeli sesuatu yang tak begitu perlu. Dan, malah melupakan sesuatu yang seharusnya dibeli.
Begitulah, kalau diperbudak nafsu. Apa yang diharap tak dapat, apa yang tak disuka malah mendekat. Yang diimpi tak tergapai, apa yang diraih malah tak sesuai. Maka dari itu agar tak tergelincir kita perlu penyangga hati, agar hati tak tunduk di bawah kendali nafsu. Maha Besar Allah yang memiliki sifat melindungi (Yaa Waliyyu), memberi petunjuk (Yaa Haadii). Mohonlah perlindungan dan petunjuk dari-Nya agar hati dan pikiran terjaga pada kebaikan.
Penyangga Hati
berat memang, apa yang kau harap tak dapat
apa yang tak kau suka, mendekat
yang kau impi tak tergapai, yang kau raih tak sesuai
aneh memang, apa kehendak tak nampak
apa dipinta tak terbalas
apa sapa tak terjawab
dalam renungan itu keras kau pikirkan
misteri yang tersembunyi dalam kehendak-Nya
sesuatu yang kau maknai bermanfaat
yang kau rasa nikmat, yang kau anggap benar,
yang kau yakini berarti, yang kau harap sekali
sekali-kali tak akan diberikan-Nya
bila menurut-Nya kau tak bisa dipercaya
tak sepenuhnya mampu memegang amanah
tak peduli untuk membagi, tak bisa menjaga
tak tawakal dicoba, tak ikhlas membalas
dan masih kerap dirundung ketakacuhan
meski sekedar menatap membagi muka
pada setiap orang yang kau jumpa
ada sapa, ada salam, ada senyum membuka
dan penyangga hati yang ditegakkan
akan ada curah kemaslahatan
akan ada keselamatan
dalam jalinan kerukunan
semua tergantung kau yang menegakkannya
kau yang menjaga keselarasan itu
terpulang pada hati yang kau sangga
tidak bisa berharap banyak pada mereka
untuk menjadi apa yang kau inginkan
jalan tengah yang menyelamatkan
menjadilah yang dapat memahami bukan dipahami
menjadilah yang dapat mencintai bukan dicintai
menjadilah yang dapat memberi bukan diberi
menjadilah yang dapat mengasihani bukan dikasihani
menjadilah yang dapat menyantuni bukan disantuni
menjadilah yang dapat bersedekah bukan minta sedekah
Bandarlampung, 28 Agustus 2008
Rasa…
Tuhan menciptakan akal untuk memikirkan
Maka renungkanlah ke-Mahaagungan-Nya
Tuhan menciptakan hati untuk meresapi
Maka rasakanlah ke-Mahakasihan-Nya
Tuhan menciptakan rasa untuk mencintai
Maka hanya dengan memberi leluasa menikmati
Tuhan menciptakan kebaikan untuk gembira
Maka jangan lukai hati sehingga timbul kesedihan
Tuhan menciptakan pegangan untuk kebersamaan
Maka janganlah kebencian menjadikan tercerai-berai
Saling mengikat, saling berpegang, jadinya tak rapuh
Saling menjaga, saling mengayomi, jadinya tenteram
Saling mengingatkan, saling memelihara keutuhan
Menyatupadukan, memadupadankan, menyelamatkan
Rasa itulah yang merekatkan, membawa hikmat
Maha Agung Tuhan membimbing pikiran pada kebaikan
Mintalah Dia tak akan membelokkan pada keburukan
Dianugerahkan-Nya cahaya untuk menerangi penglihatan
Agar panca indera menangkap ha-hal yang benar
Kebatilan hanya akan tampak bila penglihatan ketlingsut
Melihat dengan tidak benar karena silau pada keduniawian
Kagum pada keindahan dan kenikmatan semu
Maha Agung Tuhan menjaga hati dan pikiran pada kebaikan
Mintalah Dia jangan sampai menjadikan diri lupa ingatan
Dianugerahkan-Nya rasa takut untuk rambu-rambu bagi hati
Agar tak mabuk kemewahan lalu terjerumus pada kenistaan
Siuman setelah mengerti ternyata semua hanya tipuan dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.