Sabtu, 15 Februari 2014

Februari

Tahun 1994 tepatnya hari Selasa tanggal 15 Februari, sehari sehabis orang-orang asyik masyuk merayakan Valentine’s Day, gelegar hebat mengguncang Liwa (Lampung Barat) berkekuatan 6,5 skala richter, pusat gempa Sesar Semangko, Samudra Hindia. Dari situs id.wikipedia.org dinyatakan hampir semua bangunan permanen di Liwa rata dengan tanah. Tak kurang dari 196 jiwa dari beberapa desa dan kecamatan di Lampung Barat tewas, sementara jumlah korban yang terluka hampir mencapai 2.000 orang. Rata-rata mereka tewas dan terluka karena tertimpa reruntuhan bangunan. Jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal hampir mencapai 75 ribu. Dampak gempa terasa hingga radius 40 kilometer dari ibu kota Kabupaten Lampung Barat tersebut. Fasilitas umum dan akses transportasi serta komunikasi lumpuh total. (baca lengkap di https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Liwa_1994

Peta isoseismal gempa Krui 23 Agustus 2011
Liwa dan sekitarnya memang merupakan daerah rawan gempa karena kerap terjadi pergesekan dua lempeng, yakni Eurasia dan Indo Australia. Sejak 1994 secara periodik gempa sering terjadi, Minggu 29 Mei 2011 sekitar pukul 07.00 WIB, gempa berkekuatan 6,3 skala richter kembali mengguncang sebagian daerah di Kabupaten Lampung Barat. Menurut Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa itu berada pada kedalaman 10 kilometer pada lokasi 6.01 Lintang Selatan dan 103.24 Bujur Timur, sekitar 119 kilometer Barat Darat Daya Krui. Selasa 23 Agustur 2011 sekitar pukul 03.12 WIB terjadi gempa berkekuatan 6,2 skala richter dengan pusat 140 kilometer Barat Daya Krui atau berlokasi di 6,45 Lintang Selatan 103,91 Bujur Timur dengan kedalaman 10 kilometer.
Gempa berkekuatan 5,9 skala richter kembali mengguncang Krui, Lampung Barat, pukul 16.18 WIB kemarin (hari dan tanggal ?). Informasi yang dihimpun dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lampung menyebutkan, gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Pusat gempa berada di laut dengan kedalaman 25 kilometer atau di 6,60 Lintang Selatan, 103,74 Bujur Timur, atau 158 km dari barat daya Krui. Gempa terjadi akibat lempeng Indo Australia menyusut di bawah lempeng Eurasia.

Pijar api pada letusan Gunung Kelud
Tahun 2014 tepatnya hari Kamis tanggal 13 Februari, sehari sebelum orang-orang asyik masyuk merayakan Valentine's Day, didahului petir menyambar lalu gelegar Gunung Kelud memancarkan pijar api dan memuntahkan abu vulkanik disertai bebatuan. Gempa Vulkanik yang terjadi pada pukul 22.50 WIB itu kontan membuat warga sekitarnya panik.
Ketinggian Awan dari erupsi Sinabung
Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah pada tanggal 26 Oktober 2010 ketinggian awan panasnya mencapai 1,5 kilometer. Gulungan awan panas itu meluncur menyapu permukiman penduduk dukuh Kinahrejo, desa Umbulharjo, kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman, pada radius 5 kilometer dari puncak Merapi. Sehingga menewaskan lebih dari 200 orang, salah satu yang jadi korban adalah Raden Mas Ngabehi Surakso Hargo alias Mbah Maridjan yang bernama asli Mas Panewu Surakso Hargo, kuncen (juru Kunci) Gunung Merapi. Meski demikian, letusan Gunung Kelud lebih dahsyat dari Merapi. Sehingga merupakan salah satu letusan gunung berapi terdahsyat yang pernah terjadi di Indonesia. Sedangkan ketinggian awan pada erupsi Gunung Sinabung melebihi Gunung Etna.

Banyaknya korban tewas pada erupsi Merapi, dipengaruhi faktor kesetiaan kepada Mbah Maridjan oleh penduduk setempat. Meski telah diperingatkan berulang kali agar warga turun ke tempat pengungsian yang telah disediakan, namun karena Mbah Maridjan bertahan tidak mau mengikuti anjuran untuk turun, maka sebagian penduduk pun ikut bertahan di kediamannya. Ketika erupsi Merapi makin menjadi dan luncuran awan panas yang oleh penduduk setempat dinamai wedus gembel makin dahsyat menyapu, akhirnya rumah-rumah yang umumnya terbuat dari bangunan semi permanen berupa anyaman bambu tak urung luluh lantah, dan penghuninya tercatat sebagai korban tewas.

Suasana hujan abu di kawasan Jalan Malioboro pascaerupsi Gunung Kelud
Kelud memuntahkan abu vulkanik yang begitu dahsyat sehingga membuat gelap di beberapa kota, seperti Jogjakarta dan Solo dilanda hujan abu hebat sehingga membuat jarak pandang hanya 10 meter dan membahayakan paru-paru bila tidak menggunakan masker. Kota Mojokerto, Tulung Agung, Malang dan Surabaya serta Blitar tidak begitu dahsyat hujan abu sehingga cukup aman. Solo, DIY (termasuk Kabupaten Bantul) memang cukup parah hujan abunya, mungkin karena faktor hembusan angin dari timur ke barat yang membawa abu Kelud terlontar jauh ke barat. Dan memang lontaran abu vulkanik Gunung Kelud mencapai ketinggian 1,5 kilometer, itu juga yang memengaruhinya bisa mengenai daerah Jawa Tengah sekiatarnya.

Jauh sebelum Kelud menghadiahi momen Valentine's Day hujan abu untuk Jogja-Solo dan sekitarnya, erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo (Sumatera Utara) telah mendahuluinya. Meski hanya ada 14 korban tewas dan 3 luka-luka, namun letusan Gunung Sinabung yang terjadi Sabtu, 1 Februari 2014 itu membuat 17 ribu warga dari 21 desa di dekat Gunung Sinabung mengungsi.

ring of pink
Kedatangan bulan Februari tahun 2014 ini diwarnai suasana gelap di mana-mana. Gelap di barat karena paparan debu akibat erupsi Gunung Sinabung. Gelap di timur akibat hujan abu dari erupsi Gunung Kelud. Ya, tanggal 14 Februari, ditandai sebagai hari kasih sayang (Valentine's Day), orang-orang yang menggilai romatisme dan mengkultuskan perayaan, tentu akan menyambut gembira dengan menyiapkan segalanya demi merayakan hari spesial tersebut. Valentine's Day bagi orang yang merayakannya, biasanya ditandai dengan coklat, bunga mawar, dan warna pink.

Mengapa Valentine's Day selalu identik dengan coklat, mawar, dan warna pink? Entahlah. Saya tidak bisa memberi penjelasan secara detil. Yang, jelas mengapa gempa Liwa terjadi sehari sesudah Valentine's Day dan Gunung Kelud meletus sehari sebelum Valentine's Day? Ini yang harus dicari jawabnya. Setidaknya suasana gelap melanda cakrawala Indonesia akibat hujan abu dari erupsi Sinabung dan Kelud, menjadi bahan pemikiran bahwa jangan hanya suasana terang warna pink dan segar aroma mawar yang mesti dinikmati indera pernapasan kita. Cobalah sesekali nikmati sesaknya bau belerang yang dikirim Sinabung dan Kelud.

Jadikanlah bencana yang melanda sebagai wadah introspeksi, ciptakan ruang sunyi untuk menikmati kesendirian. Mungkin bukan hanya kita yang tidak merayakan Valentine's Day, bisa jadi banyak orang tak merayakannya dan tak menikmati rasa coklat, romantisme warna pink, dan aroma mawar. Tentu, saudara-saudara kita yang dilanda erupsi Sinabung dan Kelud lebih menderita dari kita yang sekedar tak merayakan Valentine's Day tahun ini. Mungkin bukan hanya kita yang tidak punya pasangan. Banyak lajang di luar sana yang melewati momen spesial hari kasih sayang dengan sendiri. Mungkin ada yang kehilangan pasangan akibat bencana Sinabung dan Kelud. Dan bisa jadi, sejak jauh hari mereka telah menyepakati janji untuk merayakan Valentine's Day, tapi apa daya salah satu di antara mereka harus pergi jauh dan tak kembali. Artinya, jangankan merayakan hari kasih sayang berdua, pasangan yang dicinta pun telah tiada.

Berbahagia memang, pasangan Muhammad Ismail dan Ema Pepayosa Br Ginting yang sempat melangsungkan pernikahan di tenda pengungsian Gunung Sinabung. Sedih tentunya, bagi seseorang yang (jangankan menikah) kekasih hati pun hilang untuk selama-lamanya.


Muhammad Ismail sedang melafalkan Ijab Kabul untuk sang pengantin wanita di hadapan penghulu akad nikah
MESKI tinggal di pengungsian, tidak menyurutkan niat sepasang kekasih ini Muhammad Ismail (22) dan Ema Pepayosa Br Ginting (19) untuk menikah. Pernikahan itu berlangsung di lokasi pengungsian Meka Mehuli di Jalan Samura, Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut), Senin (3/2), disaksikan keluarga dan para pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung lainnya.
Pengantin laki-laki, Ismail merupakan pengungsi asal Desa Gung Pinto, Kecamatan Naman Teran. Sedangkan, Ema berasal dari Desa Biak Nampe, Kecamatan Munte. Sepasang kekasih ini menjadi pengungsi bersama 644 jiwa atau 170 keluarga lainnya.
Pantauan di lokasi, kedua mempelai duduk berdampingan di atas tikar di bawah tenda pengungsian yang terbuat dari rangka besi. Pengantin wanita mengenakan busana dan kerudung berwarna merah, sedangkan mempelai pria mengenakan kopiah, baju koko dan celana jeans biru. Untuk maharnya, Ismail menyerahkan sehelai kain sarung merek Wadimor.
"Sudah empat tahun kami dekat. Dulu pernikahan direncanakan September 2013, tapi dibatalkan karena bencana Sinabung dan belum berhenti juga. Ya akhirnya niat itu kami laksanakan menikah di pengungsian saja," kata Ismail.
Setelah mengulang lafaz ijab kabul dua kali, sekitar pukul 11.00 WIB proses pernikahan selesai. Petugas pencatat nikah Kecamatan Kabanjahe, Muhammad Nur, yang memimpin proses ijab kabul itu juga bertindak sebagai wali nikah bagi Ema kendati ayah kandungnya Ahmad Joni Muslim juga hadir di lokasi pernikahan.
Usai nikah, kedua mempelai menyalami semua pihak keluarga yang hadir. Tak ada makanan dan minuman yang disajikan saat itu, hanya kebahagiaan terpancar dari seluruh yang hadir. Jika gunung sudah tenang, mungkin resepsi bisa digelar secara patut. "Meski sudah menikah, kayaknya kami tetap tinggal di pengungsian sampai Gunung tidak meletus lagi," kata Ismail lirih. (kabar3.com)