Senin, 28 Mei 2012

Istikomah pada Tanggung Jawab

Bagian dari pengejawantahan keimanan, yang landasan utamanya adalah memegang teguh Rukun Iman. Yaitu percaya kepada Allah swt, percaya kepada Malaikat-malaikat Allah swt, percaya kepada Kitab Allah swt, percaya kepada Rasul-rasul Allah swt, percaya terhadap akan datangnya hari kiamat, percaya kepada Takdir Allah swt (peruntungan baik dan peruntungan jelek).
Kebanyakan manusia merasa puas kalau telah mengikrarkan syahadat percaya kepada Allah swt sebagai Tuhan yang patut disembah dan Muhammad saw sebagai utusan Allah swt. Tapi wujud imannya tidak kelihatan jejaknya. Tidak pernah melakukan ritual ibadah sebagai bentuk penyembahannya kepada Allah swt. Sikap dan perilakunya jauh dari mencerminkan sebagai insan bertuhan. Bagaimana dong bisa mendudukkannya di barisan orang-orang yang meyakini adanya tuhan, sebagaimana telah diikrarkannya dalam syahadat.
Kalau pun ada wujud penyembahan berupa taat melakukan ritual ibadah, tapi tangannya tak pernah menyentuh Al-Quran apalagi membacanya. Jadi dari lisannya tak terbiasa terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quranul Karim. Apakah hal seperti ini yang terjadi pada kita? Kalau ini yang terjadi, lantas di mana wujud dari ikrar percaya kepada Kitab Allah swt. 
"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (Q.S. Al-Furqaan : 1).  
Sepanjang yang dirasa adalah nikmat Allah swt, ya dirasakan seenak-enaknya, senyaman-nyamannya, senyampang badan masih sehat. Seolah akan hidup selamanya di dunia dan tak akan pernah merasakan mati lalu kembali bangki bila KIAMAT tiba. Apakah hal seperti ini yang terjadi pada kita? Kalau ini yang terjadi, lantas di mana wujud dari ikrar percaya akan datangnya hari kiamat. Kalau percaya kepada Kitab Allah swt diejawantahkan dalam bentuk pembiasaan lisan melantunkannya surah demi surah, ayat demi ayat. Niscaya suatu waktu akan bertemu pernyataan Allah swt berikut: "Telah pasti datangnya ketetapan Allah (yakni hari kiamat), maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan." (Q.S. An-Nahl : 1). Tidak hanya itu. Dalam surah An-Naml : 83 Allah swt menegaskan; "Dan (ingatlah) hari (ketika) Kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok)." Lebih tegas lagi tentang kepastian datangnya hari kiamat dinyatakan Allah swt dalam ayat 87 yaitu; "Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri."     
 Tentang takdir Allah swt. Terbayangkah segala sesuatu yang kita alami (entah yang baik-baik maupun yang jelek) sepertinya sudah mutlak datangnya dari Allah swt. Tidakkah pernah terpikir bahwa itu adalah karena kita yang menjadi sebabnya.
   Allah swt memberi kita peruntungan baik atau jelek, cukup hanya dengan mengucapkan Kun Fayakun. Jadi, maka jadilah ia. Karena itu agar kita manusia sebagai hambanya senantiasa menuju pada peruntungan yang baik-baik, telah diturunkannya kitab suci Al-Quran sebagai pedoman. Selama kita senantiasa menjelajah surah demi surah, ayat demi ayat, akan kita temukan banyak rambu-rambu agar kita selalu meniti di jalan yang lurus. Dan menghindari meniti jalan yang salah. Tapi, acapkali kita manusia salah langkah, menjauh dari jalan yang lurus dan lebih memilih melangkah di jalan yang salah. Hal inilah yang menjadikan manusia salah langkah terjerembab ke dalam kesesatan.
       Dalam dunia nyata, jalan raya yang akan kita tapaki dalam kehidupan sehari-hari, tak selamanya lurus, tak selamanya lempang dilalui. Pasti kita akan berhadapan dengan tikungan, persimpangan, yang besar kemungkinannya mendatangkan kecelakaan dalam berkendara kalau tidak hati-hati. Demi memperkecil risiko terjadinya kecelakaan, pihak kepolisian membuat rambu-rambu dan menempatkannya di tempat-tempat yang diperlukan. 
      Tapi, rambu tinggal rambu. Angka terjadinya kecelakaan masih tinggi. Pemicunya adalah ketidak-taatan para pengendara kendaraan untuk mematuhi rambu-rambu yang telah ditempatkan di sisi-sisi jalan raya. 
      Sering kita baca berita di koran atau tonton di tivi, tabrakan maut antarbus, atau kendaraan umum dengan truk/tronton, banyak jatuh korban. Ada pula korban terkapar di jalan raya bersimbah darah dalam keadaan sekarat atau bahkan mati seketika setelah tertabrak, sementara si penabrak lari meninggalkan tanggung jawab.
    Saya, setidaknya sudah tiga kali mengalami insiden "tabrakan/menabrak" dan mudah-mudahan tak akan lagi kualami, mohon perlindungan kepada-Mu Ya Allah Ya Salam. Pertama, insiden bertabrakan dengan becak di dekat Plaza Pos jalan Kotaraja, lumayan babak belur motor tapi Alhamdulillah masih bisa menjangkau lokasi SMP tempat anak sekolah di jalan Jend. Soedirman. Kedua, saat saya keluar dari jalan arah Blok U komplek Perumahan, saya menghantam dudukan kaki untuk boncengan motor lawan, patah sehingga saya harus ganti Rp100 ribu. Ketiga, saat kondisi jalan tersendat macet depan Swalayan Surya, maksud hati hendak memberitahu orang di sebelah yang berboncengan ban motornya kempes, tapi apalacur karena sedang menengok ke samping itu sya luput nengok ke depan posisi semua kendaraan tiba-tiba berhenti karena macet, saya menghantam bemper sedan Suzuki Baleno merah marun di depan, sisa cat sparkbor motor saya nempel di bemper mobil itu. Saya tugur di situ dan keluar seorang cewek dengan wajah menyiratkan rasa takut kena marah karena itu mobil bokapnya. Saya langsung minta maaf. "Nggak bisa cuma maaf gitu, Pak!," ujarnya. "Saya kan harus mempertanggungjawabkan sama orangtua," lanjut dia. "Oke, berapa saya harus ganti," jawabku tegas dengan sikap penuh tanggung jawab. "Paling nggak Rp200 ribu ini," kata dia. Aku tinggalkan KTP untuk borg dan pulang ke rumah mengambil uang. Sambil menuju rumah, pikiran saya berusaha memikirkan ada rahasia apa yang akan ditunjukkan Allah swt dalam musibah yang saya alami ini. Setelah serah terima uang ganti rugi, terlihat wajah cewek itu semringah. Entahlah uang itu apa betul dipergunakan untuk menghapus sisa cat yang menempel itu, atau dibelanjakannya buat keperluan lain, terserah dia. Saya juga mengabaikan untuk mengingat-ingat apalagi mencatat nomor yang menyertai plat BE ---- AE sedan Baleno itu. Nggak penting. Yang saya pikirkan Allah swt akan mengganti keburukan dengan kebaikan (musibah dengan hikmah), dan sebaliknya kedzoliman dengan kenistaan. Dan saya berusaha untuk tidak akan melakukan kedzoliman. Dan saya menunggu hikmah apa yang akan saya raih dari bala musibah yang saya alami ini.
       Allah swt menganugerahkan rezeki kepada hamba-Nya dengan diiringi ujian (berupa bala musibah) untuk mengukur seberapa tawakal, seberapa kuat iman, dan seberapa sabar seseorang hamba terhadap ujian itu. Betul saja, paginya saya mengalami musibah, siangnya datang rezeki, anak saya lulus tes di STISI TELKOM. Subhanallah... Alhamdulillah... Ini berkah kesabaran yang telah saya tegakkan dan rasa tanggung jawab yang saya junjung. Sebenarnya bisa saja saya lari dari tanggung jawab, dengan meninggalkan sedan Baleno itu tapi saya takut gerutu si empunya akan medatangkan bala musibah yang lebih besar bagi saya. 
    Mungkin bagi orang lain tidak mudah menjunjung rasa tanggung jawab secara gentleman, buktinya banyak terjadi tabrak lari. Pelaku meninggalkan korbannya terkapar bersimbah darah meregang nyawa, astaghfirullahal 'adzim, na'udzubillahi mindzalik. Setiap habis kejadian musibah yang saya alami di atas, saya langsung menepikan kendaraan dan menunjukkan sikap untuk istikomah pada tanggung jawab. Ya, saya ingin benar-benar mengejawantahkan bahwa sebagai hamba Allah swt, sesuai yang telah saya ikrarkan dalam syahadat, saya harus bertanggung jawab terhadap setiap risiko yang ditimbulkan dari keluputan/kelalaian/kekhilafan bahkan ketidak-taatan/kecerobohan dalam berkendara. 
     Istikomah pada tanggung jawab. Sungguh tidak mudah mewujudkannya sebagai bagian dari sikap dan perilaku yang melekat erat dalam diri. Tapi, bila senantiasa rajin menziarahi surah demi surah, ayat demi ayat Kitab Allah swt Al-Quranul Karim, akan ditemukan banyak pedoman agar senantiasa meniti di jalan yang lurus.
"Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." (Q.S Al-Furqaan : 63).  


Rahasia-Mu
Hendak menyelami kedalaman Rahasia-Mu     
Sepertinya terlampau angkuh aku hari ini
Sedang Rasul-Mu tak pernah ada upaya
Memikirkannya sekalipun tidak

Di balik rezeki yang Kau karuniakan
Selalukah ada bala musibah menyertainya
Lalu Kau perintahkan aku merenungkannya
Sembari menunggu hikmah apa yang akan terjadi

Atau, bala musibah mendahului datangnya rezeki
Seperti yang kualami pagi kemarin
Ketika kejadian di luar dugaan apalagi rencana
Dua lembar seratus ribu harus menebusnya

Masygul, ah… kecamuk pikiran menggerutu
Melihat senyum mereka usai menerima uang dariku
Setengah tak rela tapi ini bentuk tanggung jawab
Aku hanya mengimplementasikan amal ibadah

Beranjak dari tempat kejadian perkara
Ya istighfar, ya tasbih, ya tahmid bergema dalam hati
Aku menunggu Karunia-Mu, Ya Rabbi, Ya Rabbana
Apa hikmah yang Kau sembunyikan di balik kejadian ini

Ternyata benar, di balik Keluasan rezeki yang Kau tebar
Ada kejadian tak terduga, tak terbaca, tak terencana
Tak… dan segala tak… yang menyertainya
Semua meneguhkan betapa Maha Adil Kau Membagi

Pagi aku alami musibah, siangnya Kau datangkan rezeki
Nama anakku tertera dalam pengumuman online
Setelah dia tes dan lulus pada sebuah perguruan tinggi
Membuncah rasa gembira, tahmid kembali aku gemakan

Ya Rabbi, mohon ampun-Mu, atas gerutuku kemarin
Sepertinya aku tak rela melepas dua lembar uang itu
Apakah ini artinya aku tak rela atas ujian musibah
Yang Kau berikan untuk membayar tunai rezeki-Mu

Ya Rabbi, mohon terima istighfarku atas kesalahanku
Sepertinya aku lupa, ujian Kau beri untuk mengukur
Seberapa kuat iman yang selama ini aku rawat aku jaga
Seolah-olah sudah cukup bangga karena merasa beriman

Astaghfirullah al’adzim, Subhanallah iwalhamdulillah
Tiada daya upaya dan kekuatan melainkan dari Allah
Mohon lapangkan hatiku untuk ridlo atas ujian dari-Mu
Mohon kuatkan hatiku untuk ikhlas menerima semuanya
                                                                                                             
Bandarlampung, Kamis, 17 Mei 2012  | 10:28 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.