Sebagaimana biasa 23 Juli diperingati sebagai
Hari Anak Nasional. Hari ini, 23 Juli 2012, mengapresiasi HAN 2012, saya
mengupas perihal peran orangtua khususnya ibu terhadap kecerdasan anak-anaknya.
Ada anggapan bahwa ibu adalah guru utama bagi anak-anaknya. Ada juga yang
menyebutnya sebagai madrasah atau pesantren pertama. Apapun sebutan atau
istilahnya, di tangan si ibulah dipetakan ke mana arah yang akan dituju dalam
membentuk kecerdasan si anak.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi berhasil atau
tidaknya dalam menciptakan anak cerdas.
1. Faktor GENETIKA;
Untuk menghasilkan anak cerdas, faktor utama yang harus diperhatikan adalah
bibit. Kalau kedua atau salah satu dari orangtuanya cerdas, tentu akan memberi
pengaruh bagi terbentuknya anak yang cerdas. Karena itu, pada masyarakat jawa
sangat diperhatikan perihal bibit, bebet, dan bobot dalam hal perkawinan.
Tujuannya tidak lain adalah agar menghasilkan keturunan yang baik.
2. Faktor ETIKA;
Yaitu tata aturan orangtua bila hendak ‘bergaul’ saat akan menanam benih.
Diawali doa terlebih dahulu, berlindung kepada Allah swt agar terhindar dari
gangguan syetan yang terkutuk, dan benih yang ditanam di rahim istri dapat
tumbuh sempurna dalam pemeliharaan-Nya sepanjang masa kehamilan sang istri.
3. Faktor GIZI; Di
masa kehamilan si ibu dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung
kecukupan gizi, bila standar gizi yang dibutuhkan oleh seorang ibu hamil dapat
terpenuhi dengan baik, barang tentu akan berpengaruh pada tumbuh kembangnya
janin di dalam rahimnya. Tapi, bila si ibu mengalami masalah dalam
kehamilannya. Misalnya pola mengidam yang membuatnya ‘mabok’ sehingga selera
makannya kacau-balau sepanjang kehamilannya. Tentu saja kecukupan gizi yang
dibutuhkan bagi tumbuh kembangnya janin yang sedang dikandung tidak akan
terpenuhi dengan baik. Tidak usah khawatir. Masih ada kesempatan memberikan
asupan gizi yang baik saat si anak sudah lahir. Terutama memberikan ASI
eksklusif paling tidak sampai bayi berusia tujuh bulan dan makanan tambahan
pendamping ASI sampai usia satu tahun. Lalu dilanjutkan masa usia balita,
orangtua bisa memberikan makanan yang bergizi tinggi, tapi hindarkan makanan yang mengandung unsur gluten, zat yang bisa membuat anak menjadi autis.
4. Faktor
PENDIDIKAN AWAL; Konon bila janin yang masih bersemayam dalam rahim ibunya
diperdengarkan musik klasik, diperdengarkan bacaan doa-doa dan lantunan
ayat-ayat suci Alquran, atau diajak ngobrol, akan berpengaruh positif dalam
merangsang kecerdasannya. Lalu pendidikan awal dilanjutkan di usia balita,
meskipun si anak belum mengerti apa yang kita katakan teruslah mengajaknya
ngobrol. Kita perkenalkan dengan nama-nama hewan atau benda yang dilihatnya. Tindakan
ini akan memberi rangsangan pada otak kirinya untuk merekam nama-nama benda
yang ada di lingkungan sekitarnya. Kemudian mengajarinya menggambar meskipun si
anak belum terampil memegang alat tulis. Kita perkenalkan dengan bentuk-bentuk
gambar hewan atau benda-benda lainnya. Hal ini akan memberikan rangsangan pada
otak kanannya untuk merekam bentuk-bentuk benda yang ada di lingkungan
sekitarnya.
5. Faktor
PENDIDIKAN LANJUTAN; Harap diperhatikan pentingnya orangtua menjaga omongan untuk senantiasa berbicara
yang baik-baik. Menghindari perkataan yang jelek. Karena yang namanya anak
kecil cenderung meniru, mencontoh, apa yang dikatakan dan dilakukan orangtuanya.
Ada yang bilang omongan adalah doa. Artinya, bila orangtua berkata baik ini
ditujukan mendoakan baik, pun bila orangtua berkata jelek ini ditujukan mendoakan
jelek. Kalau saja orangtua mendapati anaknya berkata jelek yang itu adalah hasil meniru dari
teman-teman bermainnya, orangtua hendaknya memberikan teguran secara keras agar omongan jelek itu
jangan sekali-kali dibawa pulang ke rumah. [Berdasar pengalaman kami pribadi, senantiasa menjaga perkataan, menghindari omongan jelek, memberi fondasi awal menjadikan anak kami sebagai anak yang santun, dan karena mereka memang tidak pernah mendengar antara kami berdua (orangtuanya) saling cela dengan kata-kata yang jelek, yang tidak senonoh, dengan sendirinya mereka sadar dan tidak akan mengucapkan kata-kata atau umpatan-umpatan jelek di dalam rumah].
Setidak-tidaknya inilah faktor-faktor pembentuk
anak cerdas, baik segi intlektualitas, emosional, dan spiritual (IQ, EQ, dan
SQ). namun tak tertutup kemungkinan ada faktor penentu lainnya, yang biasa
orang mengatakannya sebagai faktor x (akan dikupas pada bab "membentuk anak sukses.").
Hal-hal yang saya uraikan di atas ini, adalah hasil
perenungan dan apa yang telah kami (orangtua) praktikkan secara langsung.
Sebuah keberuntungan saat anak pertama kami Abi Ghifar Rapanza berusia tujuh bulan, istri saya
memperoleh SK tugas sebagai guru SMP di Desa Pugung Penengahan, Kecamatan Pesisir
Utara, Kabupaten Lampung Barat (Januari 1995). Tinggal di sebuah desa di pesisir laut itu
memberi berkah luar biasa. Di sana setiap hari anak kami beri makan ikan segar
hasil tangkapan nelayan setempat, meskipun saat itu sebagai pegawai di jaman
orde baru istri saya diberi jatah beras dolog yang warnanya kusam dan baunya
apek, tapi karena lauknya ikan segar yang kaya omega 3, tentu saja warna beras
yang kekuning-coklatan dan beraroma karung goni dapat diredam oleh gurihnya
berbagai macam ikan yang dikonsumsi.
Atas saran tetua di sana agar terus mengajak
ngobrol si bocah meski dia tidak nyambung apa yang kita omongkan. Karena yang
menganjurkan tetua, kami turuti saja dengan harapan akan jadi nasihat yang baik
dan membawa kebaikan bagi anak kami. Benar saja, anak kami lebih cepat pintar
ngomong daripada bisa berjalan.
Sejak bayi kami tidak membiasakan dia digendong.
Seusai dimandikan pagi dan disuapi bubur SUN, kami geletakkan di kasur disteli
radio transistror dua band yang memperdengarkan lagu-lagu Meriam Bellina, Nike
Erdila, Popy Mercury, dan lainnya, dia ngoceh sendiri oao-aoa-aoa-oao sepertinya
menirukan senandung lagu yang didengarnya. Bila dia nangis itu pertanda
popoknya basah karena pipis, setelah diganti dia diam dan terus ngoceh lagi
sampai lelah akhirnya terlelap dalam tidurnya. Dan tanpa terasa kami pun bisa
mengerjakan pekerjaan rumah tanpa terganggu rengek tangisnya yang minta agar
digendong terus. Sehingga tak terasa cucian rampung dan masakan matang. Pola pengasuhan seperti ini dilakukan karena tidak ada PRT dan kehidupan ditempuh di pondokan saat masih jadi karyawan swasta di daerah Pasir Gadung, Pasar Kemis, Tangerang (tahun 1994 akhir).
Saat sudah bisa jalan dan bicaranya lancar, usia
dua tahun lebih mulai saya perkenalkan dengan gambar-gambar mobil. Saat itu
sedang musimnya keluar mobil KIA Carens, KIA Carnival, dan KIJANG terbaru. Saya
ajari cara menggambar mobil-mobil tersebut. Dibuati satu.. minta lagi dibuati..
minta lagi.. dan lagi.. tanpa merasa jemu saya turuti kemauannya. Sampai
akhirnya suatu hari saya tantang agar dia berani mencoba untuk membuatnya
sendiri, pada mulanya belum sempurna.. lama-kelamaan karena dicoba terus
dilatih terus akhirnya dia dapat menemukan presisi gambar yang sempurna. Bahkan saat ditantang oleh Pak Iskandar (teman mengajar ibunya) untuk menggambar sepeda motor yang sedang diparkir, bisa dia lakukan dengan detail dan sempurna, membuat Pak Iskandar berdecak kagum.
September 1997 adiknya Kemal Fasha Bhaskara lahir, jadi punya teman
baru, punya teman berbagi dan berebut mainan, punya teman bercanda dan
berantem, teman tertawa dan menangis. Juli 1999, saatnya dia memasuki usia TK,
kami boyong dari Pugung Penengahan ke kota Bandarlampung, kami sekolahkan di TK
Al-Azhar 16 Perum Bukit Kemiling Permai, jadi murid angkatan pertama. Di
sekolah TK ini kami menuai apa yang kami tanam. Karena tekun mengajarinya
menggambar, sehingga di antara murid TK lainnya, gambar-gambar anak kami
terlihat lebih bagus, lebih mendekati bentuk bangun dari benda yang digambar.
Terutama dalam hal menggambar gunung dan pemandangan alam sangat sempurna. Bagi
anak yang tak kenal dengan benar bagaimana bentuk gunung, akan menggambar dua
segi tiga bersisian dan di antaranya diberi bulatan dan biasan sinar
seolah-olah matahari yang baru terbit di antara dua gunung yang bersisian
tersebut.
Dalam hal olah hitung menghitung, dia juga memperlihatkan
kejeniusan yang muncul begitu cepat. Dan tanpa terasa satu tahun TK NOL BESAR
diselesaikannya dengan predikat JUARA SATU. Semula kami agak terkejut, benarkan
prestasi yang diraihnya ini murni cerminan kejeniusannya. Atau karena Kepala
TK-nya hanya ingin menyenangkan hati kami, karena kebetulan bertetangga dekat
di komplek perumahan. Ah, ruang dan waktu yang akan menunjukkan.
Betul saja. Seiring berjalannya waktu, terbukti
juga apa yang semula kami tidak percayai, ternyata anak kami memiliki
intelegensi yang cemerlang. Di SDN 3 Kemiling Permai dia lulus dengan predikat
ranking 1 terus. Saatnya melanjutkan ke SMP, semula ada pikiran cukup
menyekolahkannya di SMP tempat ibunya mengajar. Tapi ada anjuran dari budenya
(yang dipanggil Mama Sas) untuk menguji kemampuannya bisa nembus SMPN 2 tidak.
Dan di luar dugaan dari 224 siswa yang diterima, nama dia nangkring di urutan
92 dengan nilai tes 89,68. Subhanallah, tak ada dugaan sebelumnya ternyata anak
kami bisa bersekolah di SMP favorit di Bandarlampung yang berjuluk RSBI itu.
Mendapati kenyataan ini, ibu Walidah, walikelasnya di SD begitu bergembira
seraya berujar “Alhamdulillah, ada juga akhirnya siswa kita yang masuk SMP 2.”
Semula di sela rasa gembira, terselip kekhawatiran
ibumu takut kalau kau tidak mampu mengikuti pelajaran di SMP 2, berkali-kali
ibumu menanyakan “kau mampu nggak, nak! Kalau nggak mampu pindah aja ke sekolah
lain, terserah mau di mana mumpung belum terlanjur kau terbentur kesulitan.”
Tapi kau bergeming dan tetap bersemangat meneruskan belajar di SMP yang
halamannya luar biasa sempit itu. Keajaiban selalu menghampiri orang-orang yang
bersungguh-sungguh. Istilahnya Manjadda Wajada. Ternyata prestasimu berkisar di
sepuluh besar. Meski sempat berkali-kali didera demam panas karena hanya
sarapan segelas susu dan roti tawar. Dan sempat diopname karena DBD. Tapi
karena berada di lingkungan siswa yang datang dari berbagai SD unggulan, yang
rata-rata berprestasi, mau tidak mau memacu dirimu untuk survive dengan cara
tekun belajar dan melatih kemampuan berbahasa inggris secara otodidak melalui permainan
game di komputer. Sisi positif yang kau petik bersekolah di situ adalah lingkup pergaulan berupa anak-anak pejabat dan orang berada. Jadilah kau berteman dengan anak Wakil Walikota dan sering main ke rumahnya, merasakan menu makan di rumah yang berada di bilangan Pahoman itu.
Lulus SMP Negeri 2 dengan nilai lumayan bagus.
Kami sarankan untuk melanjutkan ke SMA Negeri 9 yang kebetulan RSBI juga
seperti SMA Negeri 2, dengan alasan agar jarak tempuh tidak terlalu jauh mengingat kondisi arus kendaraan di kota Bandarlampung yang mulai sering tersendat akibat kemacetan, yang mulai jadi momok mengerikan. Tapi karena pengaruh persuasi teman yang kebanyakan ingin
ke SMAN 2, akhirnya dia ikut berbondong ke SMA bonafide itu. Kembali berkumpul
dengan teman-teman dari satu SMP, dan bertemu dengan Dicky Yoshamdani teman
sewaktu SD yang tadinya melanjut ke SMPN 9. Juga siswa dari SMP lainnya. Di sini seperti
terjebak di arus deras yang mengharuskan mampu bertahan kalau tidak hendak
terseret dan tertinggal jauh. Ditempatkan di kelas yang siswanya memiliki
tingkat kecerdasan di atas rata-rata bahkan cenderung jenius, membuat anak kami
harus lebih tekun lagi belajar sehingga dapat melewati berbagai kesulitan-kesulitan
terutama mata pelajaran eksak sebagai mata pelajaran pokok bagi jurusan IPA.
Alhamdulillah, masa-masa indah di SMA kau lalui dengan penuh keceriaan, begitu menyenangkan, demikian mengesankan. Sampai pada akhirnya ke mana hendak melanjutkan. Di sini kami mulai praktikkan apa yang Ippho “Right” Santosa tulis di buku “7 Keajaiban Rezeki” sebagai Sepasang Bidadari dan Perisai Langit. Yaitu kesesuaian antara doa orangtua (ibu) dan doa anak. Ketika kau mantap untuk ke FSRD ITB, sejak itulah di tahajud dan dhuha ayah senantiasa panjatkan doa; “Ya Allah luruskanlah jalan anakku Abi Ghifar Rapanza untuk kuliah di ITB, luruskanlah niatnya Ya Rabb, Ya Allah kabulkanlah hajat anakku Abi Ghifar Rapanza, Ya Allah kabulkanlah doaku.” Kalaupun hasilnya tidak tercapai, kami sikapi dengan lapang dada dan menerima dengan legawa. Mungkin Allah swt menakdirkan lain, karena Dia lah pemilik rahasia, Dia Maha Pengatur, Dia Maha Penentu yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan, Alhamdulillahirabbil ‘alamin, pada saat diperingatinya Hari Anak Nasional tahun 2012 ini, anak kami terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Alhamdulillah, masa-masa indah di SMA kau lalui dengan penuh keceriaan, begitu menyenangkan, demikian mengesankan. Sampai pada akhirnya ke mana hendak melanjutkan. Di sini kami mulai praktikkan apa yang Ippho “Right” Santosa tulis di buku “7 Keajaiban Rezeki” sebagai Sepasang Bidadari dan Perisai Langit. Yaitu kesesuaian antara doa orangtua (ibu) dan doa anak. Ketika kau mantap untuk ke FSRD ITB, sejak itulah di tahajud dan dhuha ayah senantiasa panjatkan doa; “Ya Allah luruskanlah jalan anakku Abi Ghifar Rapanza untuk kuliah di ITB, luruskanlah niatnya Ya Rabb, Ya Allah kabulkanlah hajat anakku Abi Ghifar Rapanza, Ya Allah kabulkanlah doaku.” Kalaupun hasilnya tidak tercapai, kami sikapi dengan lapang dada dan menerima dengan legawa. Mungkin Allah swt menakdirkan lain, karena Dia lah pemilik rahasia, Dia Maha Pengatur, Dia Maha Penentu yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan, Alhamdulillahirabbil ‘alamin, pada saat diperingatinya Hari Anak Nasional tahun 2012 ini, anak kami terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.