Selasa, 24 Juli 2012

Membentuk Anak Sukses

Kalau dalam postingan “Membentuk Anak Cerdas” telah saya kupas masalah faktor-faktor penentu yang dapat menjadi fondasi apakah anak kita akan cerdas atau tidak. Maka, dalam postingan kali ini, saya akan coba kupas perihal pembentuk kesuksesan anak kita.
Sudah barang tentu setiap orangtua mendambakan anaknya sukses dalam menempuh pendidikan. Untuk itu, berbagai fasilitas penunjang lancarnya pendidikan diberikan. Dan akan mudah mewujudkannya bila orangtua punya KEMAMPUAN dalam segi finansial. Bagi orangtua yang mampu segi ekonominya akan mengusahakan agar anaknya bisa bersekolah di sekolah favorite semisal RSBI, Sekolah Global, Sekolah Internasional, atau sekalian dikirim ke luar negeri. Bagi orangtua yang berkecukupan pun akan mengusahakan anaknya masuk sekolah papan atas, yang peminatnya selalu membeludak. Nah, bagi orangtua yang ekonominya sedang-sedang saja bahkan kategori kurang mampu, tentu akan bangga sekali bila anaknya bisa masuk sekolah negeri (apakah itu SMP, SMA, atau Perguruan Tinggi). Setidak-tidaknya akan terbantu dari segi biaya, karena bagi siswa di sekolah negeri pemerintah mengucurkan biaya operasional sekolah (BOS), bahkan ada Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) punya kebijakan untuk menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri. Dan di perguruan tinggi negeri (PTN) biaya kuliah jauh lebih miring dibanding perguruan tinggi swasta (PTS).
Untuk mewujudkan dambaan menyekolahkan anak di sekolah favorite tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan ekonomi. Keberhasilan anak bisa menembus ketatnya persaingan meraih kursi di sekolah unggulan itu kembali terpulang pada kemampuan otaknya. Artinya, kembali lagi kepada bahasan di postingan “Membentuk Anak Cerdas.” Sejauh apa usaha-usaha orangtua menciptakan anaknya menjadi cerdas sehingga mampu bersaing dengan orang lain.
Di samping faktor-faktor penentu yang telah saya uraikan pada postingan “Membentuk Anak Cerdas,” ada faktor x yang secara tidak kita sadari diam-diam begitu menentukan terbentuknya anak cerdas. Dan, kebanyakan orangtua tidak menyadari bahwa hal inilah yang sebenarnya jadi bandul penggerak semangat anak-anak untuk tekun menapaki jalan-jalan menuju kecerdasan itu, yaitu PERHATIAN orangtua. Anak tidak cukup hanya dipenuhi segala fasilitasnya untuk rajin berangkat ke sekolah, misal disediakan kendaraan berupa sepeda motor atau mobil sekalian. Tanpa curahan perhatian, tanpa siraman kasih sayang, tanpa interaksi dan jalinan komunikasi yang intens, bahkan sentuhan secara badani berupa peluk cium. Ada orangtua mengabaikan hal remeh temeh perihal perhatian ini dengan alasan sibuk bekerja. Bisa jadi masuk akal dan akan mendapat permakluman, terutama bagi yang hidup di kota besar dan yang orangtuanya bekerja di luar kota atau luar pulau. Tapi akan mustahil jadinya bagi orangtua yang berdekatan dengan anaknya tapi bersikap supercuek terhadap anaknya dengan alasan sudah cukup segala fasilitas yang disediakan akan bisa menyenangkan anaknya, padahal coba saja bila orangtua (terutama ayah) bersikap hangat terhadap anak-anaknya, memperlakukan anak sebagai kawan, melonggarkan jarak agar bisa lebih dekat, tentu akan mudah masuk ke seluk-seluk privasi si anak. Anak akan terbuka bila orangtua membuka peluang untuk terjadinya interaksi langsung dalam komunikasi, tapi bila orangtua menutup diri untuk terjalinnya keakraban tentu saja anak akan tertutup pula menyangkut hal-hal pribadinya.
Banyak anak yang karena kurang mendapat perhatian di rumah, dia mencarinya di luar rumah sehingga hanyut dalam arus pergaulan yang menyesatkan. Berawal dari hanya mengonsumsi minuman keras terus berlanjut ke narkoba. Berawal dari nyimeng sampai akhirnya nyabu. Berawal dari hanya coba-coba berlanjut jadi keranjingan. Dari sekadar mabok ringan meracau tak karuan sampai pada akhirnya OD dan sakau berat. Nah, anak-anak yang terjerat pergaulan sesat inilah yang cenderung kurang sukses bahkan gagal. Tak sedikit yang karena sering bertukar jarum suntik akhirnya terinveksi HIV/AIDS, ada pula yang sampai harus mendekam di penjara karena terlibat perdagangan narkoba, yang tadinya hanya sekadar pemakai meningkat jadi pengedar karena merasakan nikmatnya dapat limpahan rezeki haram dari bisnis ilegal ini.
Di samping perhatian, kesuksesan anak akan mudah diraih bila ada kesesuaian antara hal yang diidamkan (yang dicita-citakan) dengan POTENSI yang ada pada diri si anak. Dengan adanya kedekatan antara orangtua dengan anak, akan mudah menelusuri potensi yang ada pada anak. Apa yang disukai dan biasa dilakukan si anak akan terpantau dengan jelas, misalnya si anak senang mengutak-atik komputer atau laptop di rumah, bisa jadi anak menyukai bidang IT. Bila anak rajin memposting tulisan yang dia rangkai dari kejadian-kejadian di sekitar lingkup pergaulannya sehari-hari entah di sekolah atau yang dia lihat dan temui di jalan, bisa jadi anak punya potensi untuk jadi penulis yang berbakat dan bila diasah dan dikembangkan tidak mustahil kelak jadi tersohor sebagai novelis. Bila si anak senang corat coret di tembok atau buku catatan pelajaran sekolahnya dipenuhi ilustrasi-ilustrasi menyerupai kartun, bisa jadi anak memiliki bakat tersembunyi untuk jadi ilustrator bahkan bisa membuat komik, atau bisa saja gambar yang dibuatnya menyiratkan bakat untuk jadi pelukis hebat.
Lantas, bila orangtua sudah bisa menebak-nebak atau menyimpulkan bahwa anaknya berbakat dalam suatu bidang, apa kira-kira yang harus dilakukan? Tentu saja MENGARAHKAN. Namun sebelumnya harus menanyakan terlebih dahulu apa betul yang dikira/diduga/ditebak oleh orangtua itu betul-betul jadi minat dan disenanginya. Bila sudah ditemukan kesesuaian antara minat/kesenangan/keinginan dengan potensi yang ada pada si anak, orangtua tak perlu berpikir dua kali untuk mengarahkan anak agar meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya yang mengakomodasi bagi tercapainya cita-cita si anak. Misalnya, perguruan tinggi yang menyediakan fakultas dan program studi bidang IT, arsitektur dan lanskap, desain grafis, desain interior, art and entertainment, seni patung, seni kriya, atau seni murni.
FOKUS. Ya, setelah ditemukan kesesuaian antara bakat dan minat, fokuskanlah pilihan agar lebih mudah merancang bagaimana menjalani studi, mudah memilah mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa dikesampingkan, apa yang mesti dilakukan dan apa yang bisa ditunda, intinya semua diatur berdasar skala prioritas masing-masing. 
   Setelah faktor-faktor di atas (kemampuan, perhatian, potensi diri, pengarahan) menyatu dalam satu kesatuan yang saling berkait dan saling menunjang satu sama lain, masih diperlukan satu faktor lagi agar si anak dalam menapaki jalan menuju tercapainya kesuksesan menjadi ternaungi dalam lindungan Allah swt, selalu dicurahi-Nya petunjuk, hingga apa yang diraih akan berkah. Yaitu DOA. Ya, doa orangtua ibaratnya suplemen pembangkit gairah bagi anak. Anak yang senantiasa didoakan orangtuanya akan merasakan ketentraman hati, pikirannya cemerlang dan semangat belajarnya membara. Demikian sebaliknya, anak juga diminta untuk senantiasa memanjatkan doa bagi orangtuanya agar senantiasa sehat sehingga tak menemui halangan dalam bekerja. Saling mendoakan intinya.  
    Bicara masalah doa. Dalam buku 7 Keajaiban Rezeki, Ippho Santosa memberi tuntunan agar dibuat keselarasan antara doa anak dan doa orangtua (terutama ibu). Ipho Santosa mengilustrasikan ibarat ‘sepasang bidadari’ dan ‘perisai langit.’ Artinya, bila doa anak diselaraskan dengan doa orangtua maka akan mudah meraih kesuksesan. Jangan terjadi misalnya anak sampai berpeluh berdoa agar diterima di ITB sedang ibunya bersimbah air mata mendoakan agar anaknya diterima di UGM. Sungguh nggak nyambung. Dan cenderung akan meletikkan konflik. Bila doa anak terkabul, ibunya akan berkata “padahal ibu mendoakan agar masuk UGM, kok nggak terkabul ya” bila doa ibu yang terkabul si anak yang akan berkata “ibu sih mendoakannya ke UGM, padahal aku nggak sreg,” dan bila tidak terkabul semua tuhan yang disalahkan karena tak mau memperkenankan doa hamba-Nya, padahal katanya Maha Pemberi. Nah, ujung-ujungnya jadi orang yang tidak bisa memahami apa sesungguhnya yang disembunyikan Allah swt di balik kegagalan itu. Bisa jadi Allah swt berkehendak lain, si anak ditakdirkan untuk terhindar dari berbagai kesulitan bila saja kuliah di ITB atau UGM. Dan kesulitan ini akan menghambatnya meraih sukses. Allah swt Maha Pengasih dan Penyayang pada hamba-Nya telah menjanjikan sukses yang mudah diraih tapi tidak harus melalui ITB atau UGM tadi.
   Maka, diperlukan faktor berikutnya, yaitu SIKAP. Atas apa yang diraih, apakah keberhasilan atau kegagalan perlu disikapi dengan penuh rasa syukur. Lumrah memang mensyukuri nikmat bila doa dikabulkan, tapi tak ada salahnya bersyukur pula walaupun doa belum dikabulkan-Nya, menerimanya dengan penuh tawakal, berlapang dada, dan legawa. Dan dicari upaya lain, bisa jadi di perguruan tinggi yang lain si anak akan meraih suksesnya. Intinya, bila berhasil bersyukur, bila gagal berlapang dadalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.