Jumat, 27 Juli 2012

Membentuk Anak Berkarakter

Seperti yang saya ulas pada bab membentuk anak cerdas dan terkait pula pada bab membentuk anak sukses. Bahwa cerdas sangat dibutuhkan bila orangtua ingin agar anaknya meraih kesuksesan. Demikian pula kesuksesan merupakan modal dasar bila orangtua ingin menyaksikan anaknya merasakan kebahagiaan.
Agar anak menjadi cerdas secara intelektual, secara emosional, secara spiritual, dan juga tak kalah penting adalah kecerdasan sosial, harus digerakkan sedini mungkin. Maka peran ibu sebagai guru utama, sebagai sekolah pertama, sebagai madrasah atau pesantren pertama, demikian besar sumbangsihnya. Sangat mustahil anak akan mendapat pengajaran yang maksimal bila pengasuhannya diserahkan kepada PRT atau babysitter. Karena sudah jamak PRT berdasarkan kondisi pribadinya yang masih berusia remaja, hanya mengetahui pola pengasuhan sejauh menjaga agar anak (balita) tidak lapar, tidak ngompol, tidak nangis. Sehingga hanya ibulah yang betul-betul paham kebutuhan anak mulai dari nutrisi sampai perkembangan fisik dan psikisnya, dan hanya ibu pula yang paham cara memenuhinya.
Di tangan ibulah pendidikan nonformal dan informal akan didapat si anak. Pendidikan di tingkat ini dimulai dengan melatih agar anak fasih mengucapkan huruf dan lancar berbicara, mengenal hitungan secara lisan dengan alat peraga jari jemari atau saat melatih anak melangkah, melompat, atau menaiki tangga dengan disertai hitungan 1, 2, 3, dst, mampu bernyanyi, melatih keberaniannya, memupuk kepercayaan diri, dan sebagainya. Dengan mendapat pendidikan awal pada ibunya di rumah seperti itu, kelak bila si anak memasuki usia sekolah katakanlah PAUD (pendidikan anak usia dini), dia sudah siap dan punya keberanian.
Dalam hal melatih keberanian dan memupuk kepercayaan diri anak, orangtua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung, tujuannya agar bibit keberanian dan percaya diri yang sebenarnya telah ada dalam diri si anak akan tumbuh subur dan optimal. Potensi berani dan percaya diri tidak akan tumbuh di lingkungan keluarga (orangtua) yang otoriter dan cenderung mendoktrin, mengekang. Malahan yang terjadi si anak akan rendah diri (minder), cenderung tertutup (introvert), tidak punya keberanian (pemalu),  dan tidak percaya diri (pede).
Dengan memberikan pendidikan dini sejak bayi sampai usia balita (setiap jenjang usianya), berarti orangtua telah mencurahkan perhatian. Karena, bila anak tercurahi perhatian yang demikian melimpah dri orangtuanya, maka tindakan anak akan terjaga pada hal-hal yang positif, benar dan penuh tanggung jawab. Tapi bila anak kurang mendapat perhatian dari orangtuanya, tidak mustahil anak akan menjadi liar dan amoral. Karena anak yang kurang mendapat perhatian di dalam rumah, dia akan mencarinya di luar rumah, dengan jalan melakukan kebebasan dalam mengekspresikan kehendak dan rasa ingin tahunya berupa tingkah laku yang melampaui batas, sebab dia tidak pernah mendapat pengajaran kalau yang dilakukannya adalah tindakan tidak terpuji, tidak berkarakter, dan sesuatu yang menuntut pertanggungjawaban.
Temperamen, Karakter, dan Kepribadian.
Tingkah laku anak akan dipengaruhi oleh tingkah laku orangtua atau lingkungan di mana dia dibesarkan. Kalau orangtuanya mendidik anaknya dengan keras, penuh doktrin, tekanan, celaan. Si anak akan merespons dan cenderung  melakukan hal yang sama. Ini merupakan sifat dasar yang dipengaruhi oleh kode genetika yang diturunkan orangtuanya. Sifat dasar inilah yang disebut temperamen.
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdikbud, adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Menurut Takdiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skill). Anak dituntut untuk memiliki kemampuan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dan kemampuannya menempatkan diri. Saat dia mendapat pujian ‘dilambungkan’ perasaannya, dia akan meresponsnya dengan bersahaja. Tidak harus berubah jadi sombong atau lupa diri. Bentuk respons seperti ini mencerminkan karakter yang teruji, yang berkualitas. Tapi, manakala ada orang yang perasaannya ‘direndahkan’ kemudian orang itu meresponsnya dengan menunjukkan keputus-asaan lalu mendorong dia untuk melampiaskan kemarahan, melakukan kecurangan, tindakan tidak jujur, bahkan koruptif. Maka tindakannya ini adalah cerminan orang yang berkarakter jelek. 
Kepribadian adalah etika di tengah pergaulan, di tengah-tengah orang banyak. Bagaimana seseorang menunjukkan style-nya bila bergaul, bagaimana harus tampil, cara berbusana, cara berbicara, cara berinteraksi, cara menyelaraskan hubungan. Hal ini yang saya sebut sebagai kecerdasan sosial.
Karakter yang baik bisa terbentuk bila terpenuhi 5 (lima) faktor berikut, yaitu:
1. Temperamen dasar (dominan, intim, stabil, cermat),
2. Keyakinan (apa yang dipercayai, paradigma),
3. Pendidikan (apa yang diketahui, wawasan kita),
4. Motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup),
5. Perjalanan (apa yang telah dialami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan).
Karakter yang dapat membawa keberhasilan yaitu empati (mengasihi sesama seperti diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan ambil hikmah kehidupan, bersyukur dalam keadaan apapun), dan beriman (percaya pada Tuhan).
Ketiga karakter tersebut akan mengarahkan sesorang ke jalan keberhasilan. Empati akan menghasilkan hubungan yang baik, tahan uji akan melahirkan ketekunan dan kualitas, beriman akan membuat segala sesuatu menjadi mungkin. (Ratna Megawangi, 2003:19).
Karakter yang Dicintai Allah SWT.
Allah SWT mencintai beberapa karakter dari kepribadian seorang Muslim. Sesuai dengan dzat-Nya yang Agung, Baik, Mulia, Istimewa, dan sederat sifat baik lainnya, maka unsur-unsur kebaikan itu menjadi inti dari karakter yang dicintai Allah swt.
Rasulullah SAW menunjukkan jalan kepada kita bahwa untuk memiliki karakter yang dicintai Allah swt, kita harus memenuhi ketentuan berikut ini:
"Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah swt, maka ikutilah aku, niscaya Allah swt akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. "Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31).
Iman kepada rasul, mengikuti risalahnya, menaati perintahnya, dan menjauhi larangannya merupakan kunci menjadi pribadi yang dicintai Allah swt. Hal itu karena kegiatan tersebut menjadi bukti nyata kecintaan dan keberpihakan kita pada sifat-sifat keagungan, kebaikan, kemuliaan, keistimewaan dan sifat baik lainnya yang menjadi karakter asli Allah swt.
Rasulullah SAW menyatakan, "Cintailah Apa yang dicintai oleh Allah swt dan rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah swt dan rasul-Nya." (HR. Ahmad).
Umumnya, mereka yang memiliki karakter tersebut adalah orang-orang yang gemar berbuat baik (muhsinin), bertaubat (tawwabin), bertakwa (muttaqin) dan berserah diri (mutawakkilin) kepada Allah swt sebagaimana tersebut dalam fiman-Nya sebagai berikut:
Pertama, "Sungguh Allah swt mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al Baqarah: 195; QS. Ali Imran:134 dan 148; QS. Al Maidah: 13 dan 93).
Muhsinin di sini adalah orang-orang yang memperbaiki terus amal salehnya, melebihi persyaratan normalnya, dan meningkatkan nilai dan substansi kebaikannya. Kebaikan mereka melebihi kebaikan rata-rata manusia dan di luar batas kemanusiaannya.
Kedua, "Sungguh Allah swt mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Mereka ini dicintai Allah swt karena senantiasa berhasrat merubah masa lalu yang buruk menjadi baik, tidak mengulang kesalahan (dosa) dan menyegerakan diri dalam garis ketuhanan semata-mata karena takut kepada Allah swt dan berharap ridha-Nya.
Ketiga, "Sungguh Allah swt mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali imran: 76; QS. At Taubah: 4 dan 7). Takwa adalah perisai, perhiasan dan bekal paling baik di dunia. Ketakwaan mencerminkan keimanan dan amal saleh. Iman dan amal saleh mengantarkan pelakunya ke surga.
Keempat, "Sungguh Allah swt mencintai orang-orang yang berserah diri." (QS. Ali Imran: 159). Berserah diri merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan oleh seorang mukmin setelah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan memenuhi semua kriteria yang diperlukan sesuai dengan kapasitasnya sebagai manusia.
Berserah diri tersebut menjadi prasyarat dihasilkannya tujuan sesuai yang diharapkan. Selanjutnya adalah kuasa Allah swt, Dzat yang mengetahui secara pasti kegaiban yang terdapat dalam proses menuju hasil dan tujuan. (Dr Muhammad Hariyadi, MA, Republika.co.id.)

Selasa, 24 Juli 2012

Membentuk Anak Sukses

Kalau dalam postingan “Membentuk Anak Cerdas” telah saya kupas masalah faktor-faktor penentu yang dapat menjadi fondasi apakah anak kita akan cerdas atau tidak. Maka, dalam postingan kali ini, saya akan coba kupas perihal pembentuk kesuksesan anak kita.
Sudah barang tentu setiap orangtua mendambakan anaknya sukses dalam menempuh pendidikan. Untuk itu, berbagai fasilitas penunjang lancarnya pendidikan diberikan. Dan akan mudah mewujudkannya bila orangtua punya KEMAMPUAN dalam segi finansial. Bagi orangtua yang mampu segi ekonominya akan mengusahakan agar anaknya bisa bersekolah di sekolah favorite semisal RSBI, Sekolah Global, Sekolah Internasional, atau sekalian dikirim ke luar negeri. Bagi orangtua yang berkecukupan pun akan mengusahakan anaknya masuk sekolah papan atas, yang peminatnya selalu membeludak. Nah, bagi orangtua yang ekonominya sedang-sedang saja bahkan kategori kurang mampu, tentu akan bangga sekali bila anaknya bisa masuk sekolah negeri (apakah itu SMP, SMA, atau Perguruan Tinggi). Setidak-tidaknya akan terbantu dari segi biaya, karena bagi siswa di sekolah negeri pemerintah mengucurkan biaya operasional sekolah (BOS), bahkan ada Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) punya kebijakan untuk menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri. Dan di perguruan tinggi negeri (PTN) biaya kuliah jauh lebih miring dibanding perguruan tinggi swasta (PTS).
Untuk mewujudkan dambaan menyekolahkan anak di sekolah favorite tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan ekonomi. Keberhasilan anak bisa menembus ketatnya persaingan meraih kursi di sekolah unggulan itu kembali terpulang pada kemampuan otaknya. Artinya, kembali lagi kepada bahasan di postingan “Membentuk Anak Cerdas.” Sejauh apa usaha-usaha orangtua menciptakan anaknya menjadi cerdas sehingga mampu bersaing dengan orang lain.
Di samping faktor-faktor penentu yang telah saya uraikan pada postingan “Membentuk Anak Cerdas,” ada faktor x yang secara tidak kita sadari diam-diam begitu menentukan terbentuknya anak cerdas. Dan, kebanyakan orangtua tidak menyadari bahwa hal inilah yang sebenarnya jadi bandul penggerak semangat anak-anak untuk tekun menapaki jalan-jalan menuju kecerdasan itu, yaitu PERHATIAN orangtua. Anak tidak cukup hanya dipenuhi segala fasilitasnya untuk rajin berangkat ke sekolah, misal disediakan kendaraan berupa sepeda motor atau mobil sekalian. Tanpa curahan perhatian, tanpa siraman kasih sayang, tanpa interaksi dan jalinan komunikasi yang intens, bahkan sentuhan secara badani berupa peluk cium. Ada orangtua mengabaikan hal remeh temeh perihal perhatian ini dengan alasan sibuk bekerja. Bisa jadi masuk akal dan akan mendapat permakluman, terutama bagi yang hidup di kota besar dan yang orangtuanya bekerja di luar kota atau luar pulau. Tapi akan mustahil jadinya bagi orangtua yang berdekatan dengan anaknya tapi bersikap supercuek terhadap anaknya dengan alasan sudah cukup segala fasilitas yang disediakan akan bisa menyenangkan anaknya, padahal coba saja bila orangtua (terutama ayah) bersikap hangat terhadap anak-anaknya, memperlakukan anak sebagai kawan, melonggarkan jarak agar bisa lebih dekat, tentu akan mudah masuk ke seluk-seluk privasi si anak. Anak akan terbuka bila orangtua membuka peluang untuk terjadinya interaksi langsung dalam komunikasi, tapi bila orangtua menutup diri untuk terjalinnya keakraban tentu saja anak akan tertutup pula menyangkut hal-hal pribadinya.
Banyak anak yang karena kurang mendapat perhatian di rumah, dia mencarinya di luar rumah sehingga hanyut dalam arus pergaulan yang menyesatkan. Berawal dari hanya mengonsumsi minuman keras terus berlanjut ke narkoba. Berawal dari nyimeng sampai akhirnya nyabu. Berawal dari hanya coba-coba berlanjut jadi keranjingan. Dari sekadar mabok ringan meracau tak karuan sampai pada akhirnya OD dan sakau berat. Nah, anak-anak yang terjerat pergaulan sesat inilah yang cenderung kurang sukses bahkan gagal. Tak sedikit yang karena sering bertukar jarum suntik akhirnya terinveksi HIV/AIDS, ada pula yang sampai harus mendekam di penjara karena terlibat perdagangan narkoba, yang tadinya hanya sekadar pemakai meningkat jadi pengedar karena merasakan nikmatnya dapat limpahan rezeki haram dari bisnis ilegal ini.
Di samping perhatian, kesuksesan anak akan mudah diraih bila ada kesesuaian antara hal yang diidamkan (yang dicita-citakan) dengan POTENSI yang ada pada diri si anak. Dengan adanya kedekatan antara orangtua dengan anak, akan mudah menelusuri potensi yang ada pada anak. Apa yang disukai dan biasa dilakukan si anak akan terpantau dengan jelas, misalnya si anak senang mengutak-atik komputer atau laptop di rumah, bisa jadi anak menyukai bidang IT. Bila anak rajin memposting tulisan yang dia rangkai dari kejadian-kejadian di sekitar lingkup pergaulannya sehari-hari entah di sekolah atau yang dia lihat dan temui di jalan, bisa jadi anak punya potensi untuk jadi penulis yang berbakat dan bila diasah dan dikembangkan tidak mustahil kelak jadi tersohor sebagai novelis. Bila si anak senang corat coret di tembok atau buku catatan pelajaran sekolahnya dipenuhi ilustrasi-ilustrasi menyerupai kartun, bisa jadi anak memiliki bakat tersembunyi untuk jadi ilustrator bahkan bisa membuat komik, atau bisa saja gambar yang dibuatnya menyiratkan bakat untuk jadi pelukis hebat.
Lantas, bila orangtua sudah bisa menebak-nebak atau menyimpulkan bahwa anaknya berbakat dalam suatu bidang, apa kira-kira yang harus dilakukan? Tentu saja MENGARAHKAN. Namun sebelumnya harus menanyakan terlebih dahulu apa betul yang dikira/diduga/ditebak oleh orangtua itu betul-betul jadi minat dan disenanginya. Bila sudah ditemukan kesesuaian antara minat/kesenangan/keinginan dengan potensi yang ada pada si anak, orangtua tak perlu berpikir dua kali untuk mengarahkan anak agar meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya yang mengakomodasi bagi tercapainya cita-cita si anak. Misalnya, perguruan tinggi yang menyediakan fakultas dan program studi bidang IT, arsitektur dan lanskap, desain grafis, desain interior, art and entertainment, seni patung, seni kriya, atau seni murni.
FOKUS. Ya, setelah ditemukan kesesuaian antara bakat dan minat, fokuskanlah pilihan agar lebih mudah merancang bagaimana menjalani studi, mudah memilah mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa dikesampingkan, apa yang mesti dilakukan dan apa yang bisa ditunda, intinya semua diatur berdasar skala prioritas masing-masing. 
   Setelah faktor-faktor di atas (kemampuan, perhatian, potensi diri, pengarahan) menyatu dalam satu kesatuan yang saling berkait dan saling menunjang satu sama lain, masih diperlukan satu faktor lagi agar si anak dalam menapaki jalan menuju tercapainya kesuksesan menjadi ternaungi dalam lindungan Allah swt, selalu dicurahi-Nya petunjuk, hingga apa yang diraih akan berkah. Yaitu DOA. Ya, doa orangtua ibaratnya suplemen pembangkit gairah bagi anak. Anak yang senantiasa didoakan orangtuanya akan merasakan ketentraman hati, pikirannya cemerlang dan semangat belajarnya membara. Demikian sebaliknya, anak juga diminta untuk senantiasa memanjatkan doa bagi orangtuanya agar senantiasa sehat sehingga tak menemui halangan dalam bekerja. Saling mendoakan intinya.  
    Bicara masalah doa. Dalam buku 7 Keajaiban Rezeki, Ippho Santosa memberi tuntunan agar dibuat keselarasan antara doa anak dan doa orangtua (terutama ibu). Ipho Santosa mengilustrasikan ibarat ‘sepasang bidadari’ dan ‘perisai langit.’ Artinya, bila doa anak diselaraskan dengan doa orangtua maka akan mudah meraih kesuksesan. Jangan terjadi misalnya anak sampai berpeluh berdoa agar diterima di ITB sedang ibunya bersimbah air mata mendoakan agar anaknya diterima di UGM. Sungguh nggak nyambung. Dan cenderung akan meletikkan konflik. Bila doa anak terkabul, ibunya akan berkata “padahal ibu mendoakan agar masuk UGM, kok nggak terkabul ya” bila doa ibu yang terkabul si anak yang akan berkata “ibu sih mendoakannya ke UGM, padahal aku nggak sreg,” dan bila tidak terkabul semua tuhan yang disalahkan karena tak mau memperkenankan doa hamba-Nya, padahal katanya Maha Pemberi. Nah, ujung-ujungnya jadi orang yang tidak bisa memahami apa sesungguhnya yang disembunyikan Allah swt di balik kegagalan itu. Bisa jadi Allah swt berkehendak lain, si anak ditakdirkan untuk terhindar dari berbagai kesulitan bila saja kuliah di ITB atau UGM. Dan kesulitan ini akan menghambatnya meraih sukses. Allah swt Maha Pengasih dan Penyayang pada hamba-Nya telah menjanjikan sukses yang mudah diraih tapi tidak harus melalui ITB atau UGM tadi.
   Maka, diperlukan faktor berikutnya, yaitu SIKAP. Atas apa yang diraih, apakah keberhasilan atau kegagalan perlu disikapi dengan penuh rasa syukur. Lumrah memang mensyukuri nikmat bila doa dikabulkan, tapi tak ada salahnya bersyukur pula walaupun doa belum dikabulkan-Nya, menerimanya dengan penuh tawakal, berlapang dada, dan legawa. Dan dicari upaya lain, bisa jadi di perguruan tinggi yang lain si anak akan meraih suksesnya. Intinya, bila berhasil bersyukur, bila gagal berlapang dadalah.

Senin, 23 Juli 2012

Membentuk Anak Cerdas

Sebagaimana biasa 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Hari ini, 23 Juli 2012, mengapresiasi HAN 2012, saya mengupas perihal peran orangtua khususnya ibu terhadap kecerdasan anak-anaknya. Ada anggapan bahwa ibu adalah guru utama bagi anak-anaknya. Ada juga yang menyebutnya sebagai madrasah atau pesantren pertama. Apapun sebutan atau istilahnya, di tangan si ibulah dipetakan ke mana arah yang akan dituju dalam membentuk kecerdasan si anak.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya dalam menciptakan anak cerdas.
1. Faktor GENETIKA; Untuk menghasilkan anak cerdas, faktor utama yang harus diperhatikan adalah bibit. Kalau kedua atau salah satu dari orangtuanya cerdas, tentu akan memberi pengaruh bagi terbentuknya anak yang cerdas. Karena itu, pada masyarakat jawa sangat diperhatikan perihal bibit, bebet, dan bobot dalam hal perkawinan. Tujuannya tidak lain adalah agar menghasilkan keturunan yang baik.
2. Faktor ETIKA; Yaitu tata aturan orangtua bila hendak ‘bergaul’ saat akan menanam benih. Diawali doa terlebih dahulu, berlindung kepada Allah swt agar terhindar dari gangguan syetan yang terkutuk, dan benih yang ditanam di rahim istri dapat tumbuh sempurna dalam pemeliharaan-Nya sepanjang masa kehamilan sang istri.
3. Faktor GIZI; Di masa kehamilan si ibu dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung kecukupan gizi, bila standar gizi yang dibutuhkan oleh seorang ibu hamil dapat terpenuhi dengan baik, barang tentu akan berpengaruh pada tumbuh kembangnya janin di dalam rahimnya. Tapi, bila si ibu mengalami masalah dalam kehamilannya. Misalnya pola mengidam yang membuatnya ‘mabok’ sehingga selera makannya kacau-balau sepanjang kehamilannya. Tentu saja kecukupan gizi yang dibutuhkan bagi tumbuh kembangnya janin yang sedang dikandung tidak akan terpenuhi dengan baik. Tidak usah khawatir. Masih ada kesempatan memberikan asupan gizi yang baik saat si anak sudah lahir. Terutama memberikan ASI eksklusif paling tidak sampai bayi berusia tujuh bulan dan makanan tambahan pendamping ASI sampai usia satu tahun. Lalu dilanjutkan masa usia balita, orangtua bisa memberikan makanan yang bergizi tinggi, tapi hindarkan makanan yang mengandung unsur gluten, zat yang bisa membuat anak menjadi autis.
4. Faktor PENDIDIKAN AWAL; Konon bila janin yang masih bersemayam dalam rahim ibunya diperdengarkan musik klasik, diperdengarkan bacaan doa-doa dan lantunan ayat-ayat suci Alquran, atau diajak ngobrol, akan berpengaruh positif dalam merangsang kecerdasannya. Lalu pendidikan awal dilanjutkan di usia balita, meskipun si anak belum mengerti apa yang kita katakan teruslah mengajaknya ngobrol. Kita perkenalkan dengan nama-nama hewan atau benda yang dilihatnya. Tindakan ini akan memberi rangsangan pada otak kirinya untuk merekam nama-nama benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Kemudian mengajarinya menggambar meskipun si anak belum terampil memegang alat tulis. Kita perkenalkan dengan bentuk-bentuk gambar hewan atau benda-benda lainnya. Hal ini akan memberikan rangsangan pada otak kanannya untuk merekam bentuk-bentuk benda yang ada di lingkungan sekitarnya.
5. Faktor PENDIDIKAN LANJUTAN; Harap diperhatikan pentingnya orangtua menjaga omongan untuk senantiasa berbicara yang baik-baik. Menghindari perkataan yang jelek. Karena yang namanya anak kecil cenderung meniru, mencontoh, apa yang dikatakan dan dilakukan orangtuanya. Ada yang bilang omongan adalah doa. Artinya, bila orangtua berkata baik ini ditujukan mendoakan baik, pun bila orangtua berkata jelek ini ditujukan mendoakan jelek. Kalau saja orangtua mendapati anaknya berkata jelek yang itu adalah hasil meniru dari teman-teman bermainnya, orangtua hendaknya memberikan teguran secara keras agar omongan jelek itu jangan sekali-kali dibawa pulang ke rumah. [Berdasar pengalaman kami pribadi, senantiasa menjaga perkataan, menghindari omongan jelek, memberi fondasi awal menjadikan anak kami sebagai anak yang santun, dan karena mereka memang tidak pernah mendengar antara kami berdua (orangtuanya) saling cela dengan kata-kata yang jelek, yang tidak senonoh, dengan sendirinya mereka sadar dan tidak akan mengucapkan kata-kata atau umpatan-umpatan jelek di dalam rumah].

Setidak-tidaknya inilah faktor-faktor pembentuk anak cerdas, baik segi intlektualitas, emosional, dan spiritual (IQ, EQ, dan SQ). namun tak tertutup kemungkinan ada faktor penentu lainnya, yang biasa orang mengatakannya sebagai faktor x (akan dikupas pada bab "membentuk anak sukses.").
Hal-hal yang saya uraikan di atas ini, adalah hasil perenungan dan apa yang telah kami (orangtua) praktikkan secara langsung. Sebuah keberuntungan saat anak pertama kami Abi Ghifar Rapanza berusia tujuh bulan, istri saya memperoleh SK tugas sebagai guru SMP di Desa Pugung Penengahan, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Barat (Januari 1995). Tinggal di sebuah desa di pesisir laut itu memberi berkah luar biasa. Di sana setiap hari anak kami beri makan ikan segar hasil tangkapan nelayan setempat, meskipun saat itu sebagai pegawai di jaman orde baru istri saya diberi jatah beras dolog yang warnanya kusam dan baunya apek, tapi karena lauknya ikan segar yang kaya omega 3, tentu saja warna beras yang kekuning-coklatan dan beraroma karung goni dapat diredam oleh gurihnya berbagai macam ikan yang dikonsumsi.
Atas saran tetua di sana agar terus mengajak ngobrol si bocah meski dia tidak nyambung apa yang kita omongkan. Karena yang menganjurkan tetua, kami turuti saja dengan harapan akan jadi nasihat yang baik dan membawa kebaikan bagi anak kami. Benar saja, anak kami lebih cepat pintar ngomong daripada bisa berjalan.
Sejak bayi kami tidak membiasakan dia digendong. Seusai dimandikan pagi dan disuapi bubur SUN, kami geletakkan di kasur disteli radio transistror dua band yang memperdengarkan lagu-lagu Meriam Bellina, Nike Erdila, Popy Mercury, dan lainnya, dia ngoceh sendiri oao-aoa-aoa-oao sepertinya menirukan senandung lagu yang didengarnya. Bila dia nangis itu pertanda popoknya basah karena pipis, setelah diganti dia diam dan terus ngoceh lagi sampai lelah akhirnya terlelap dalam tidurnya. Dan tanpa terasa kami pun bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa terganggu rengek tangisnya yang minta agar digendong terus. Sehingga tak terasa cucian rampung dan masakan matang. Pola pengasuhan seperti ini dilakukan karena tidak ada PRT dan kehidupan ditempuh di pondokan saat masih jadi karyawan swasta di daerah Pasir Gadung, Pasar Kemis, Tangerang (tahun 1994 akhir). 
Saat sudah bisa jalan dan bicaranya lancar, usia dua tahun lebih mulai saya perkenalkan dengan gambar-gambar mobil. Saat itu sedang musimnya keluar mobil KIA Carens, KIA Carnival, dan KIJANG terbaru. Saya ajari cara menggambar mobil-mobil tersebut. Dibuati satu.. minta lagi dibuati.. minta lagi.. dan lagi.. tanpa merasa jemu saya turuti kemauannya. Sampai akhirnya suatu hari saya tantang agar dia berani mencoba untuk membuatnya sendiri, pada mulanya belum sempurna.. lama-kelamaan karena dicoba terus dilatih terus akhirnya dia dapat menemukan presisi gambar yang sempurna. Bahkan saat ditantang oleh Pak Iskandar (teman mengajar ibunya) untuk menggambar sepeda motor yang sedang diparkir, bisa dia lakukan dengan detail dan sempurna, membuat Pak Iskandar berdecak kagum.
September 1997 adiknya Kemal Fasha Bhaskara lahir, jadi punya teman baru, punya teman berbagi dan berebut mainan, punya teman bercanda dan berantem, teman tertawa dan menangis. Juli 1999, saatnya dia memasuki usia TK, kami boyong dari Pugung Penengahan ke kota Bandarlampung, kami sekolahkan di TK Al-Azhar 16 Perum Bukit Kemiling Permai, jadi murid angkatan pertama. Di sekolah TK ini kami menuai apa yang kami tanam. Karena tekun mengajarinya menggambar, sehingga di antara murid TK lainnya, gambar-gambar anak kami terlihat lebih bagus, lebih mendekati bentuk bangun dari benda yang digambar. Terutama dalam hal menggambar gunung dan pemandangan alam sangat sempurna. Bagi anak yang tak kenal dengan benar bagaimana bentuk gunung, akan menggambar dua segi tiga bersisian dan di antaranya diberi bulatan dan biasan sinar seolah-olah matahari yang baru terbit di antara dua gunung yang bersisian tersebut.
Dalam hal olah hitung menghitung, dia juga memperlihatkan kejeniusan yang muncul begitu cepat. Dan tanpa terasa satu tahun TK NOL BESAR diselesaikannya dengan predikat JUARA SATU. Semula kami agak terkejut, benarkan prestasi yang diraihnya ini murni cerminan kejeniusannya. Atau karena Kepala TK-nya hanya ingin menyenangkan hati kami, karena kebetulan bertetangga dekat di komplek perumahan. Ah, ruang dan waktu yang akan menunjukkan.
Betul saja. Seiring berjalannya waktu, terbukti juga apa yang semula kami tidak percayai, ternyata anak kami memiliki intelegensi yang cemerlang. Di SDN 3 Kemiling Permai dia lulus dengan predikat ranking 1 terus. Saatnya melanjutkan ke SMP, semula ada pikiran cukup menyekolahkannya di SMP tempat ibunya mengajar. Tapi ada anjuran dari budenya (yang dipanggil Mama Sas) untuk menguji kemampuannya bisa nembus SMPN 2 tidak. Dan di luar dugaan dari 224 siswa yang diterima, nama dia nangkring di urutan 92 dengan nilai tes 89,68. Subhanallah, tak ada dugaan sebelumnya ternyata anak kami bisa bersekolah di SMP favorit di Bandarlampung yang berjuluk RSBI itu. Mendapati kenyataan ini, ibu Walidah, walikelasnya di SD begitu bergembira seraya berujar “Alhamdulillah, ada juga akhirnya siswa kita yang masuk SMP 2.”
Semula di sela rasa gembira, terselip kekhawatiran ibumu takut kalau kau tidak mampu mengikuti pelajaran di SMP 2, berkali-kali ibumu menanyakan “kau mampu nggak, nak! Kalau nggak mampu pindah aja ke sekolah lain, terserah mau di mana mumpung belum terlanjur kau terbentur kesulitan.” Tapi kau bergeming dan tetap bersemangat meneruskan belajar di SMP yang halamannya luar biasa sempit itu. Keajaiban selalu menghampiri orang-orang yang bersungguh-sungguh. Istilahnya Manjadda Wajada. Ternyata prestasimu berkisar di sepuluh besar. Meski sempat berkali-kali didera demam panas karena hanya sarapan segelas susu dan roti tawar. Dan sempat diopname karena DBD. Tapi karena berada di lingkungan siswa yang datang dari berbagai SD unggulan, yang rata-rata berprestasi, mau tidak mau memacu dirimu untuk survive dengan cara tekun belajar dan melatih kemampuan berbahasa inggris secara otodidak melalui permainan game di komputer. Sisi positif yang kau petik bersekolah di situ adalah lingkup pergaulan berupa anak-anak pejabat dan orang berada. Jadilah kau berteman dengan anak Wakil Walikota dan sering main ke rumahnya, merasakan menu makan di rumah yang berada di bilangan Pahoman itu.
Lulus SMP Negeri 2 dengan nilai lumayan bagus. Kami sarankan untuk melanjutkan ke SMA Negeri 9 yang kebetulan RSBI juga seperti SMA Negeri 2, dengan alasan agar jarak tempuh tidak terlalu jauh mengingat kondisi arus kendaraan di kota Bandarlampung yang mulai sering tersendat akibat kemacetan, yang mulai jadi momok mengerikan. Tapi karena pengaruh persuasi teman yang kebanyakan ingin ke SMAN 2, akhirnya dia ikut berbondong ke SMA bonafide itu. Kembali berkumpul dengan teman-teman dari satu SMP, dan bertemu dengan Dicky Yoshamdani teman sewaktu SD yang tadinya melanjut ke SMPN 9. Juga siswa dari SMP lainnya. Di sini seperti terjebak di arus deras yang mengharuskan mampu bertahan kalau tidak hendak terseret dan tertinggal jauh. Ditempatkan di kelas yang siswanya memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata bahkan cenderung jenius, membuat anak kami harus lebih tekun lagi belajar sehingga dapat melewati berbagai kesulitan-kesulitan terutama mata pelajaran eksak sebagai mata pelajaran pokok bagi jurusan IPA.
    Alhamdulillah, masa-masa indah di SMA kau lalui dengan penuh keceriaan, begitu menyenangkan, demikian mengesankan. Sampai pada akhirnya ke mana hendak melanjutkan. Di sini kami mulai praktikkan apa yang Ippho “Right” Santosa tulis di buku “7 Keajaiban Rezeki” sebagai Sepasang Bidadari dan Perisai Langit. Yaitu kesesuaian antara doa orangtua (ibu) dan doa anak. Ketika kau mantap untuk ke FSRD ITB, sejak itulah di tahajud dan dhuha ayah senantiasa panjatkan doa; “Ya Allah luruskanlah jalan anakku Abi Ghifar Rapanza untuk kuliah di ITB, luruskanlah niatnya Ya Rabb, Ya Allah kabulkanlah hajat anakku Abi Ghifar Rapanza, Ya Allah kabulkanlah doaku.” Kalaupun hasilnya tidak tercapai, kami sikapi dengan lapang dada dan menerima dengan legawa. Mungkin Allah swt menakdirkan lain, karena Dia lah pemilik rahasia, Dia Maha Pengatur, Dia Maha Penentu yang terbaik bagi hamba-Nya. Dan, Alhamdulillahirabbil ‘alamin, pada saat diperingatinya Hari Anak Nasional tahun 2012 ini, anak kami terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta.