Minggu, 14 Oktober 2012

Merendahkan Hati

Di larut malam buta, David, staf saya merapat menyampaikan tanya, "Pak, barusan Bapak kos saya nagih sewa kamar. Kira kira kalau kasbon bisa nggak ya?" "Bisa," jawabku tegas, sembari menambahkan "kalau ada dananya". Kalau nggak ada dana ya mau gimana lagi.
Seumur-umur bekerja, belum pernah saya mencoba untuk mengajukan kasbon ke perusahaan. Demi membantu David, saya kirim sandek ke Iduy agar bisa membantu merekomendasikan ke kasir kantor, Dian, agar menganggarkan dana yang dibutuhkan David menyelamatkan diri dari 'sumpah serapah' bapak kosnya. Dan kepada David saya informasikan perihal rekomendasi ini, dan menyarankan dia agar besok langsung saja menemui Dian.
Alhamdulillah, ketika keesokan harinya saya tanyakan pada David dapat pinjaman nggak, "udah, Pak," jawabnya. Selamatlah muka sahabat ini dari tatapan sinis bapak kosnya.
Saya tidak menyelidik lebih jauh apakah uang 500 ribu yang dibutuhkannya untuk sewa kos itu dihitung bulanan apa tahunan. Tapi mikir juga, kalau bayar kos 500 ribu perbulan, wah tekor banget dengan gaji yang didapatnya, alangkah sulit ngaturnya. Tapi kalau 500 ribu itu untuk setahun, alangkah murah sewa kos itu. Jadi kepikir kalau tarif kos anakku di Solo 500 ribu sebulan berat juga. Alhamdulillah, masih seperti zaman saya kos di Jogja dulu, tarif kos memang diitung pertahun. Hanya waktu kos di Malang saya menemukan sewa kamar diitung bulanan.
Mengaitkan keikhlasan bekerja di bayar rendah dengan menerima bayaran yang tinggi dari Allah subhanahuwata'ala berupa kesehatan yang senantiasa terjaga. Dan anugerah anak dengan kecerdasan yang membekalinya kemampuan untuk dapat menghadapi tantangan dan melahirkan peluang. Ini membesarkan hati, setidak-tidaknya apa yang diperolehnya dari hasil belajar akan memperkuat posisi tawar bila kelak mencari kerja sandarannya adalah keikhlasan memberi tentu saja dengan bayaran yang tinggi. Membalik kondisi yang selama ini saya khidmati. 
Di akun fesbuk terbaca "Jangan rendahkan dirimu untuk mengharap sesuatu, tapi rendahkan hatimu untuk memberikan sesuatu" Alhamdulillah. Dengan sandaran ketakwaan pada Ilahi Robbi, sebelum tapak kaki melangkah ke luar rumah menuju ke tempat entah (yang sakinah tentunya), selain lafaz basmalah doa yang senantiasa saya baca: "bismillahi majriha wamursaha inna robbi laghofururrohim" Insya Allah langkah akan berkah dan senantiasa dijaga Allah, terhidar dari sekalian bala, jauh dari sekalian musibah, dan tersingkir dari ganguan orang-orang yang (mungkin) berniat jahat. Alhamdulillah yang terjadi senantiasa selamat di perjalanan sampai tiba di tempat kerja, dan juga ketika pulang selamat sampai tiba di rumah.
Orang berkualitas yang dibayar rendah, bagai emas yang diperlakukan seperti kuningan, karena penampilannya buruk. Maka hati-hatilah dengan penampilan Anda. Ini kata Mario Teguh. Tapi, jangan memenjara pikiran untuk fokus memperbaiki penampilan luar sementara di dalam keropos.
Di mata Allah subhanahuwata'ala, tidak ada hamba-Nya yang paling tinggi derajatnya melainkan orang yang paling takwa kepada-Nya. Banyak rekan kerja, secara finansial memosisikan diri mereka sebagai orang yang berkualitas dalam arti tampakan luar. Tunggangan mereka roda empat, mobile yang mereka pakai gonta-ganti tiap ada yang baru. Tapi manakala diukur skala spiritualitasnya yang tampak adalah "wajah-wajah" seperti tidak punya agama, seperti tidak kenal Tuhan, seperti tidak butuh pertolongan Allah, seperti tidak mengharap safaat dari Muhammad sollallahu'alaihiwasallam.
Keroposnya kalbu. Ya, itu virus paling berbahaya yang akan menghadirkan berbagai penyakit. Keroposnya kalbu terjadi bilamana jarang (bahkan sama sekali tidak) mendekatkan diri dengan Rabb. Keroposnya kalbu adalah azab paling mengerikan. Kalau Allah subhanahuwata'ala sudah membutakan hati (kalbu), tidak akan dicurahkan-Nya lagi hidayah, tidak akan didengar-Nya lagi doa. Lebih-lebih bila yang dilakukan adalah sebuah kedzoliman berupa membayar rendah orang-orang yang bekerja untuk dirinya, dan membiarkan keringat orang yang bekerja itu mengering terlebih dahulu baru membayar gajinya. Ini buah bila tidak mengenal Muhammad sollallahu'alaihiwasallam, apalagi mengamalkan sabdanya: "bayarlah upah buruhmu sebelum keringatnya mengering."
Bukhari dan lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, Allah Ta'ala berfirman;


ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ , وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأكَلَ ثَمَنَهُ , وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
"Tiga jenis (manusia) yang Aku akan menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, yaitu: seseorang yang memberi dengan nama-Ku, kemudian berkhianat, seseorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak), kemudian memakan uangnya, dan seseorang yang mempekerjakan pekerjanya (pegawainya) dan telah menyelesaikan pekerjaannya, tetapi tidak segera dibayar upahnya (gajinya)." 
Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dan Thabrani meriwayatkan dari Jabi radhaiallahu 'anhu serta Abu Ya'la juga meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; 
أَعْطُوا الأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
"Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering."
Para ulama telah menganggap bahwa menunda pembayaran gaji pekerja atau tidak memberikannya setelah pekerjaan diselesaikan, termasuk dosa besar berdasarkan ancaman yang sangat dahsyat ini. Karena, penundaan pembayaran dari orang yang kaya merupakan bentuk kedzaliman. 







        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.