Setelah menunaikan kewajibab berpuasa Ramadhan sebulan penuh,
sampailah saatnya merayakan Idul Fitri. Kata idul Fitri terdiri dari ’id dan
al-fithr. Kata ’id berasal dari akar yang sama dengan kata-kata ’awdah atau ’awdatun,
’aadah atau ’aadatun dan isti’aadatun. Di mana kesemuanya mengandung makna asal
”kembali” atau ”terulang”. Kata ’aadat wa isti ’aadatun diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi ”adat” dan ”istiadat” yang berarti sesuatu yang selalu akan
terulang dan diharapkan akan terus terulang, yakni sebagai ”adat kebiasaan”.
Dalam bahasa Arab, hari raya diartikan dengan ‘id, karena ia akan selalu datang
kembali berulang-ulang secara periodik setiap tahun.
Sedangkan al-fithr adalah satu akar dengan kata al-fihtrah,
yang berarti ”kejadian asal yang suci” atau ”kesucian asal”. Secara kebahasaan,
fithrah searti dengan khilqah, yaitu ciptaan atau penciptaan. Alloh sebagai
Maha Pencipta adalah makna dari kata al-Khaliq atau al-Fathir. Dalam
perkembangannya, istilah al-fithrah kemudian berarti “penciptaan yang suci”.
Dalam pengertian di atas, kata Nurcholis Madjid (2000), semua segi kehidupan seperti makan, minum,
tidur dan apa saja yang wajar, tanpa berlebihan, pada manusia dan kemanusiaan
adalah fithrah. Semua itu bernilai kebaikan dan kesucian karena semuanya itu
berasal dari desain penciptaan Tuhan. Karena itu, berbuka puasa atau “kembali
makan dan minum” setelah tadinya berpuasa juga disebut ifthar, yang secara
harfiah dapat diartikan “memenuhi fitrah” yang suci dan baik. Dengan perkataan
lain, makan dan minum adalah baik dan wajar pada manusia, merupakan bagian dari
fitrahnya yang suci. Dari sudut pandang ini dapat dimengerti mengapa Islam
tidak membenarkan manusia berusaha menempuh hidup suci dengan meninggalkan
hal-hal yang wajar seperti makan, minum, tidur, berumah tangga dan lain
sebagainya.
Dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan
bahwa Rasulalloh Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Saya mendengar bahwa
kamu (Abdullah bin ’Amr bin As) puasa sepanjang siang hari dan bangun untuk
selalu salat malam? Benar, Ya Rasulalloh.
Beliau kemudian mengingatkan dengan sabdanya: ”Janganlah
berbuat begitu, berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan bangunlah untuk salat
malam, karena sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak, bagi kedua matamu ada hak,
bagi isterimu ada hak dan bagi tamu juga ada hak”.
Hadis di atas menerangkan bahwa segala tindakan manusia yang
meninggalkan kewajaran hidup manusia adalah tindakan melawan fitrah. Berangkat
dari pemahaman tentang arti Idul Fitri tersebut, dalam perayaan Idul Fitri
-setelah selesai berpuasa selama bulan Ramadhan terkandung makna kembali kepada
hakikat yang wajar dari manusia dan kemanusiaan, yaitu wajar untuk memenuhi
keperluan makan dan minum sampai kembalinya manusia kepada fitrah dalam arti
mentauhidkan Alloh Subhanahu wata’ala dan hanya ingin berbuat yang baik dan
benar.
Fitrah terkait dengan hanif, artinya suatu sifat dalam diri
manusia yang cenderung memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Nabi saw
bersabda:
الْبِرُّ
مَااطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ
النَّفْسُ ، وَالْإِثْمُ مَا
حَاكَ فِي الْقَلْبِ، وَتَرَدَّدَ
فِي الصَّدْرِ
Kebaikan itu adalah sesuatu yang membuat hati dan jiwa
merasa tenang, sedangkan dosa adalah sesuatu yang membuat hati gelisah dan
menimbulkan kebimbangan dalam dada (HR. Ahmad dan lain-lain. Syekh Al-Albani
menilai hadis ini hasan)
Karena itu, idul fitri dapat berarti kembali kepada hati
nurani, yang hanya cenderung kepada kebaikan dan kebenaran sesuai dengan
fitrahnya. Keadaan ini hanya bisa diraih oleh orang yang benar-benar telah
melatih dirinya dengan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Nabi Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan ibadah puasa atas dasar iman dan
penuh perhitungan, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
*******
Idul Fitri berarti kembali kepada kesucian. Kesucian, kata Quraish Shihab (1992), adalah gabungan tiga unsur: benar, baik dan indah. Sehingga,
seseorang yang ber-idul fitri dalam arti ”kembali ke kesuciannya” akan selalu
berbuat yang indah, baik dan benar. Bahkan lewat kesuciannya itu, ia akan
memandang segalanya dengan pandangan positif. Ia akan selalu mencari sisi-sisi
yang baik, benar dan indah. Mencari yang indah melahirkan seni, mencari yang baik menimbulkan etika dan mencari yang benar menimbulkan ilmu.
Dengan pandangan demikian, ia akan menutup mata terhadap
kesalahan, kejelekan dan keburukan orang lain. Kalaupun itu terlihat, selalu
dicarinya nilai-nilai positif dalam sikap negatif tersebut. Dan apabila hal itu
tak ditemukannya, ia akan memberinya maaf bahkan berbuat baik kepada orang yang
melakukan kesalahan.
Karena itu, seiring datangnya Idul Fitri orang dianjurkan untuk saling bermaaf-maafan. Baik secara langsung dengan berjabat tangan atau sekadar mengirim ucapan melalui pesan singkat (SMS) atau status di media sosial (facebook atau twitter). Bila telah saling memaafkan, tentu akan membuat hati dan jiwa tenang karena tak ada lagi ganjalan kesalahan atau dosa terhadap orang lain.
Karena itu, seiring datangnya Idul Fitri orang dianjurkan untuk saling bermaaf-maafan. Baik secara langsung dengan berjabat tangan atau sekadar mengirim ucapan melalui pesan singkat (SMS) atau status di media sosial (facebook atau twitter). Bila telah saling memaafkan, tentu akan membuat hati dan jiwa tenang karena tak ada lagi ganjalan kesalahan atau dosa terhadap orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.