Rabu, 20 Mei 2015

Antara Syukur dan Kufur Nikmat, Pilih Mana?

Selasa (19/5) sore, kami berdua nyonya bezuk kerabat yang opname di sebuah RS. Menurut ceritanya, sebelumnya sudah pernah diopname namun baru keluar semiggu kembali masuk RS. Semua ”isi dalam” tubuhnya digeneral chek-up, tak tanggung-tanggung di Prodia, yang kecanggihan alat dan tingkat validitasnya teruji. Hasilnya bagus. Hanya asam lambungnya sering naik akibat pola makan dan pola hidup yang salah. Dipicu pikiran sehingga timbul stres dan membuat sakit mag. Kesimpulan dokter dia mengidap mag kronis.
hati yang dipenuhi rasa syukur akan tenang, setenang laut tanpa riak tanpa gelombang
Tak puas berobat secara medis, dia berupaya pula dengan pengobatan lain, seperti dirukiyah dan pergi ke orang pintar serta kiyai. Oleh kiyai yang ditemuinya, dia justru disemprot habis-habisan. Menurut ”diagnosa” sang kiyai, penyakitnya amat gawat. Dikatakan kiyai; ”tidak mensyukuri apa yang sudah ada, terlampau tinggi angan-angan, ingin menjangkau apa yang tidak mampu digapai, iri terhadap apa yang orang lain punya, dan segenap komplikasinya.” Kesimpulan kiyai, dia terkena penyakit hati kronis.
Tanpa dikorek semua cerita itu nyerocos sendiri dari mulutnya. Memang, selama ini dia biang dalam hal bercerita (baik atau aib). Buktinya, tak hanya mengisahkan dirinya, adiknya pun diceritakannya mengenai hasil ”berterawang ria” dengan sang kiyai. Diceritakannya, adiknya dikatakan kiyai tamak, gila harta, tak puas pada apa yang sudah dimiliki, rakus, dan yang paling mengerikan adalah kualat sama suaminya. Sehingga oleh kiyai disuruh minta maaf dan sujud di bawah kaki suaminya.
Karena ini masih kerabat dekat, sehingga saya paham riwayat keluarganya. Jadi ingat peribahasa atau perumpamaan ”tak jauh rebung dari rumpun bambu” atau ”air cucuran hujan jatuhnya ke pelimbahan juga”. Persis. Demikianlah bila memperhatikan tabiat kedua orang kakak beradik ini, mencerminkan watak bapaknya yang rakus, menguasai harta peninggalan leluhur. Watak ibunya yang bermulut manis, jago menghasut dan melebih-lebihkan atau mengurang-kurangi.
10 Akhlak Tercela
Dalam bukunya Kitabul Arba’iin Fii Ushuliddin, yang disadur oleh Mohammad Syamsi Hasan dan Abu Shofia menjadi Membersihkan Hati dari Akhlak Tercela, Imam Al-Ghazali mengupas 10 besar ragam akhlak tercela. Dari 10 ragam itulah kemudian timbul berbagai jenis akhlak tercela yang berpotensi merusak atau membinasakan, baik bagi diri pribadi orang yang terkena maupun orang lain di sekitarnya yang terimbas dampak buruknya.
Menghindari atau membersihkan bila sudah telanjur kena, adalah suatu keniscayaan bagi sesiapa pun. Bagaimana cara agar terhindar? Tunduk pada ketentuan Ilahi Rabbi dengan cara takwa dan tawakkal. Kalau menurut bahasa agama qona’ah dan tawadlu’ atau bahasa sederhananya syukur nikmat. Namun bila sudah telanjur kena, hendaknya mencari pencerahan dan penyucian kalbu. Kedua cara ini (menghindari atau membersihkan) adalah jalan lurus menuju kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Intinya, hiasilah diri dengan akhlak terpuji, dan hindarilah akhlak tercela.
Kesepuluh ragam akhlak tercela dimaksud adalah:
1.   Rakus terhadap Makanan;
Nafsu dikategorikan menjadi dua, nafsu makan dan nafsu seksual. Bila nafsu makan dan seks mendominasi, maka dari sana muncul sikap rakus terhadap harta benda. Adanya harta benda, kedua nafsu itu akan mudah terpenuhi.
Itu sebabnya, Rasululloh Saw membudayakan menahan lapar dengan berpuasa Senin-Kamis atau puasa Daud. Beliau bersabda: ”Tiada amal yang lebih Disukai Alloh Ta’ala daripada lapar dan dahaga.”
2.   Berkata Kotor;
Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh dapat berpengaruh di dalam hati. Khususnya pengaruh lisan, karena apa yang diungkapkan lisan itu merupakan proyektor bagi hati. Setiap kata akan menorehkan goresan yang membekas di dalam hati.
Nabi Muhammad Saw bersabda: ”Barangsiapa menjaminkan padaku apa yang ada di antara dua bibir (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kaki (kemaluan), maka aku menjamin surga baginya.”
Sabda lainnya: ”Barangsiapa diam, ia akan selamat.” Mu’adz bertanya kepada beliau: ”Amalan apakah yang paling utama?” Nabi Saw mengeluarkan lidahnya dan meletakkan telunjuk di atasnya seraya bersabda: ”Sesungguhnya sebagian besar dosa manusia bersumber pada lisannya.”
3.   Amarah;
Amarah itu diibaratkan sebagai percikan api neraka yang terlontar ke dalam hati. Karena Syetan diciptakan dari api, maka orang yang dirasuki amarah tak ubahnya berperangai Syetan. Karena itu, meredam amarah adalah perkara penting dan bijak menurut pandangan agama.
Nabi Saw bersabda: ”Orang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat. Akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”
Sabda lainnya: ”Amarah itu dapat merusak iman sebagaimana jadam (brotowali) dapat merusak manisnya madu.”
4.   Dengki;
Rasululloh Saw bersabda: ”Kedengkian itu akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”
Nabi Saw bersabda: ”Ada tiga perkara yang tidak seorang pun dapat terhindar darinya, yaitu prasangka, percaya pada pertanda buruk, dan kedengkian (iri hati).”
Jalan keluar untuk menghindarinya, adalah bila Anda berprasangka, jangan Anda selidiki kepastiannya. Jika Anda melihat pertanda buruk, teruskan saja langkah Anda, dan bila Anda iri hati, maka janganlah Anda memperturutkannya.
Nabi Zakaria alaihissalam berkata, Alloh Swt berfirman: ”Orang yang dengki adalah musuh bagi kenikmatan-Ku, kecewa pada keputusan-Ku, dan tidak ikhlas dengan pembagian-Ku yang Aku bagikan di antara hamba-hamba-Ku.”
5.   Kikir dan Cinta Harta;
Bakhil (kikir) merupakan penyakit hati yang sangat gawat dan berbahaya. Alloh Swt berfirman: ”Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Hasyr [59] : 9)
Nabi Saw bersabda: ”Jagalah diri kalian dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan umat-umat sebelum kalian.”
Sabda lainnya: ”Kedermawanan adalah sebatang pohon yang tumbuh di surga. Maka tidaklah masuk surga, kecuali orang-orang yang dermawan. Kekikiran adalah sebatang pohon yang tumbuh di neraka. Maka tidaklah masuk neraka, kecuali orang-orang yang kikir.”
6.   Ambisius dan Cinta Kedudukan;
Alloh Swt berfirman: ”Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (Q.S. Al-Qashash [28] : 83)
Nabi Saw bersabda: ”Cinta harta dan kedudukan menumbuhkan sifat munafik di dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayur-mayur.”
Sabda lainnya: ”Dua ekor srigala buas yang dilepas dalam kandang kambing tidak lebih berbahaya daripada cinta harta dan kedudukan dalam kehidupan beragama bagi seorang muslim.”
7.   Cinta Dunia;
Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa. Dunia bukanlah hanya representasi dari harta dan tahta belaka. Tetapi keduanya hanyalah merupakan dua bagian kecil atau dua cabang dari kehidupan dunia yang amat luas don komplek.
Dunia Anda adalah ibarat kondisi obyektif sebelum Anda mati. Sedangkan akhirat Anda ibarat kondisi obyektif Anda sesudah mati. Segala sesuatu yang Anda alami sebelum mati, merupakan duniamu, kecuali ilmu, ma’rifat, dan kebebasan.
Apa yang masih menyertaimu sesudah mati, termasuk kenikmatan bagi yang memiliki mata hati. Akan tetapi hal itu, bukan termasuk bagian dari dunia, meskipun tervisualisasi di dalam kehidupan dunia.
Segemen-segmen keduniaan itu saling menopang dan mempunyai keterkaitan satu sama lain. Demikian pula dengan berbagai aktivitas kesalehan Anda, realitas factual yang Anda wujudkan dan kesibukan Anda dalam konteks perbaikannya.
Alloh Swt berfirman: ”Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melenakan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.” (Q.S. Al-Hadiid [57] : 20)
8.   Takabur (Sombong);
Alloh Swt berfirman: ”Demikian Alloh mengunci hati orang-orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Q.S. Al-Mu’min [40] : 35)
Firman lainnya: ”Maka neraka jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S. Az-Zumar [39] : 72)
Nabi Saw bersabda: ”Keagungan itu sarung-Ku, kebesaran itu selendang-Ku. Maka siapa yang menariknya dari-Ku, Aku akan menghancurkannya.”
Sabda lainnya: ”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau hanya sebesar biji sawi.”
9.   ’Ujub (Membanggakan Diri);
Alloh Swt berfirman: ”Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu.” (Q.S. At-Taubah [9] : 25)
Nabi Saw bersabda: ”Ada tiga perkara yang dapat membinasakan yaitu: kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan kebanggaan manusia akan dirinya.”
Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu berkata: ”Kebinasaan itu terdapat pada dua hal, yaitu putus asa dan kebanggan diri (’ujub).”
Dua hal itu selalu berkumpul, karena orang yang berputus asa tidak mungkin mencari kebahagiaan sebab keputusasaannya. Sedangkan orang yang membanggakan diri tidak mungkin mencari kebahagiaan, karena ia mengira bahwa ia telah memperolehnya.
10. Riya’ (Pamer)
Alloh Swt berfirman: ”Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (Q.S. Al-Maa’un [107] : 4-6)
Firman lainnya: ”Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Alloh, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (Q.S. Al-Insaan [76] : 9)
Nabi Saw bersabda: ”Alloh tidak menerima suatu amal yang di dalamnya terdapat riya’ meski sebesar atom.”
Simpulan;
Akhlak tercela itu ragamnya banyak. Tapi pada prinsipnya kembali kepada 10 persoalan yang telah diuraikan di atas. Anda tidak cukup membersihkan jiwa dari sebagiannya, melainkan harus membersihkannya secara keseluruhan. Jika Anda meninggalkan satu prinsip saja, maka yang lain akan ikut tertinggal, menghunjam dan menyerang Anda. Karena akhlak tercela itu saling berkaitan satu sama lain. Masing-masing akhlak tercela itu saling mendukung dan melengkapi.
Nabi Muhammad Saw bersabda: ”Orang mukmin yang terbaik imannya adalah yang terbaik akhlaknya.” Ketika ditanyakan kepada Nabi Saw,: ”Apakah hakikat agama itu?” Beliau Saw menjawab: ”Akhlak yang baik.”
Tak seorang pun akan selamat, kecuali bagi siapa yang mendatangi Alloh dengan hati yang bersih. Keselamatan mutlak tidak bisa tercapai dengan menghilangkan sebagian penyakit, sementara penyakit lain dibiarkan. Hanya dengan demikian kesehatan dan keselamatan secara paripurna dapat diraih.
Mari kita jaga akhlak mulia dengan menjauhkan akhlak tercela. Dengan demikian hati kita akan sehat. Sehatnya hati dengan sendirinya akan menyehatkan jiwa dan pikiran. Kuncinya mensyukuri apa yang kita peroleh, jangan sekali-kali mengingkarinya. Sebab Alloh Swt berfirman: ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim [14] : 7)
Jadi, syukur atau kufur, silahkan pilih, Anda mau yang mana.

Astaghfirullah al-adziim, astaghfirullah al-adziim, astaghfirullah al-adziim, Innallahu wal-ghofurur-rohiim. Ya Alloh, Ya Rabb, Ya Ghoffar, Ya Ghofur, Ya Tawwab. Saya mohon ampunan-Mu Ya Allim, bila cerita di tulisan ini mengandung pergunjingan. Ini semata-mata untuk bahan introspeksi bagi saya pribadi dan keluarga, mudah-mudahan juga jadi I’tibar bagi pembaca lainnya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.