Peta jalan tol Trans-Jawa yang menghubungkan Merak-Banyuwangi |
Pada postingan sebelumnya, saya membahas mengenai ’mudik’. Yaitu pulang kampung yang dilakoni para perantau dari desa (kampung) yang bekerja di kota. Mudik hanya bisa dilakoni saat libur lebaran Idul Fitri. Di luar waktu itu, sangat mustahil bisa leluasa pulang. Terkecuali izin yang sifatnya urgensi, misalnya ada anggota keluarga yang wafat atau menikah. Atau mungkin sakit dan dalam perawatan di rumah sakit.
Kendaraan antre untuk naik ke kapal di Pelabuhan Merak, Banten (Foto: Kompas.Com) |
Setelah ada
ritual (arus) mudik tentu ada pula (arus) balik. Nah, kali ini saya akan mengulik
mengenai ’balik’ ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada
beberapa pengertian ’balik’, di antaranya; kembali (arahnya), pulang, sisi
sebelah belakang. Dalam konteks lebaran, setelah mudik (pulang kampung) usai dilakoni, tentu para
pekerja akan balik (kembali) ke arah semula, yaitu tempat mereka bekerja.
Mudik maupun
balik para pekerja pada musim libur lebaran tahun 2017 ini jauh mengalami
perubahan dibanding tahun 2016. Pasalnya, tahun ini jalan tol yang pada tahun
kemarin hanya sampai atau exit di Brebes Timur, maka pada tahun ini sudah ada
ruas tambahan dari Brebes Timur hingga Gringsing (Batang). Dengan demikian, kendaraan
pemudik tidak lagi mengalami kemacetan di exit tol Brebes Timur (Brexit).
Kendaraan pemudik berderet di jalan tol Cikarang (Foto: Akurat.Com) |
Panjang
jalan tol ruas Brebes Timur hingga Gringsing ada 110 kilometer.
Gringsing-Batang (36 kilometer). Walaupun pada musim mudik dan balik lebaran
tahun 2017, statusnya masih jalan fungsional karena belum dilengkapi
penerangan, maka hanya digunakan pada siang hari. Saat arus mudik diberlakukan
satu arah menuju timur, dan saat arus balik hanya satu arah menuju barat. Meski
darurat, cukup memadai untuk mengurai penumpukan kendaraan agar tidak macet.
Ke depan,
musim mudik dan balik lebaran tahun yang akan datang, akan semakin nyaman
seiring kian menyatunya jalan tol Trans Jawa (Merak-Banyuwangi). Dari Merak
hingga Cikampek sejak lama dirasakan nikmatnya jalan tol. Walau harus mengalami
macet di jalan pantai utara (pantura) Cikampek-Cirebon, namun dari Palimanan
hingga Kanci bisa kembali memacu kendaraan di jalan tol sepanjang 26 kilometer.
Tol ini masa pembangunan 1990-1998 dan mulai dioperasikan tahun 1997. Pintu
gerbangnya ada di Plumbon, Ciperna dan Kanci (Cirebon).
Memupus Pantura
Setelah
jalan tol ruas Cikopo-Palimanan (Cipali) sepanjang 116 kilometer yang mulai
dibangun 2011 dan selesai pada 2015, diresmikan pada 13 Juni 2016 mulai
dioperasikan pada musim mudik lebaran 2016, praktis kemacetan berjam-jam di
jalan pantura tidak akan dirasakan lagi. Jalan tol ini menyambungkan ruas
Jakarta-Cikampek dengan ruas Palimanan-Kanci (Palikanci). Pupus sudah jalan
pantura, hanya akan tinggal kenangan.
Dengan
beroperasinya jalan tol Cipali, maka Jakarta-Palimanan sejauh 189 kilometer
tersambung oleh jalan tol. Mereka yang menyeberang dari Pulau Sumatera, begitu
kendaraannya keluar dari lambung kapal fery bisa langsung masuk jalan tol
Merak-Jakarta. Kemudian bisa dilanjutkan Jakarta-Cikampek (73 kilometer) dan
terus disambung ke Cikopo-Palimanan (116 Km), Palimanan-Kanci (26 Km) serta
Kanci-Pejagan (35 Km).
Pemudik motor yang berjumlah ribuan selalu jadi pemandangan mengerikan pada arus mudik dan balik lebaran. (Foto: dok. Kompasiana) |
Belum
selesai di ruas Palikanci. Perjalanan masih akan dimanjakan jalan tol ruas
Pejagan-Brebes, yang pada musim mudik lebaran 2016 mencatatkan sejarah buruknya
wajah transportasi negara ini. Para pemudik dicekam horor karena kendaraannya
terkunci di satu titik (gridlock) selama
12 jam. Kemacetan sepanjang 20 kilometer itu menciptakan malapetaka dengan 18
korban meninggal dunia akibat kelelahan dan dehidrasi.
Tragedi
memilukan itu lalu terkenal dengan sebutan ’Horor Brexit’. Penyebabnya karena selepas
Exit Tol Brebes Timur (Brexit) kendaraan dihadapkan pada jalan arteri yang
kecil dan tidak mampu menampung ribuan kendaraan yang keluar gerbang. Tidak jauh
dari sana ada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan pintu perlintasan
kereta api yang setiap 20 menit sekali harus ditutup karena ada kereta yang
akan lewat.
Faktor
kedisiplinan pengendara motor yang rendah adalah penyebab lainnya. Banyak yang
menyerobot antrean lajur menuju SPBU, sehingga lajur yang dapat digunakan satu
lajur contra flow (arus balik)
menjadi bertambah sehingga mengurangi lajur berlawanan dan membuat arus
kendaraan semakin terkunci. Nah, pada lebaran tahun 2017, arus mudik maupun balik keadaannya lancar jaya. Tak ada lagi derita kemacetan berjam-jam. Kalau mudiknya asiik, maka balik pun asiiik. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.