Pada ’catatan’ yang berjudul ’Jantung Anak Muda’ postingan
Kamis (28/11/2019), ada trik sederhana untuk mendeteksi kesehatan jantung.
Yaitu, pertama, duduk di lantai
dengan kaki diluruskan ke depan dan jari kaki mengarah ke atas. Kedua, coba jangkau dan sentuh jari kaki
dengan tangan. Apabila cukup fleksibel menyentuh ujung jari, maka itu pertanda
jantung masih sehat dan fleksibel.
Setelah saya coba praktikkan, dan seperti disebutkan di
uraian trik tersebut, apabila cukup fleksibel menyentuh ujung jari, maka itu
pertanda jantung masih sehat dan fleksibel. Ternyata jemari tangan saya bisa
menjangkau dan menyentuh jari kaki. Tentu tak ada kata yang pantas diucapkan
selain ’alhamdulillah’. Seruan memuji Allah swt itu sebagai wujud rasa syukur. Oh,
jantungku sehat!
Bagaimana menyikapi fenomena banyak orang yang meninggal di
usia muda akibat penyakit jantung? Apakah menganggapnya sebagai hal yanga wajar
atau menjadikannya momok yang mengerikan? Bila dikaitkan dengan pola hidup dan
pola makan yang umum dijalani kalangan orang muda, tentu tidak begitu salah menganggapnya
wajar karena memang bisa diurai benang pengaitnya.
Apa itu benang pengaitnya? Misal, pola hidup yang tidak
teratur seperti banyak begadang, merokok (sigaret atau vape), dilanda stres karena
tuntutan pekerjaan. Kesukaan konsumsi makanan cepat saji (fast food) dan makanan nirnutrisi (junk food). Hal-hal ini menjadi pemicu tidak sehatnya jantung.
Jantung yang ’sakit’ inilah yang nantinya akan menjadi penyebab orang meninggal
di usia muda.
Soe Hok Gie pernah bilang, ”Seorang filsuf Yunani pernah
menulis; nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati
muda, dan yang tersial adalah berumur tua. Rasa-rasanya memang begitu.
Bahagialah mereka yang mati muda.” Ya, mati di usia muda, dikategorikan
bernasib baik. Tapi, sebaiknya –kalau bisa– jangan dulu mati muda sebelum
meninggalkan karya yang akan dikenang orang.
Kalau demikian, –disebut sebagai nasib terbaik– berarti mati
muda bukanlah momok yang mengerikan. Betul, ngapain
takut mati! Kalau memang sudah takdir, mau apa hayo. Mau nyumput, nggak akan bisa, nyumput ke mana juga. Yang mengerikan adalah penyakit jantung itu, yang
sudah banyak diderita oleh anak muda usia. Ini yang perlu diwaspadai, mencermati
faktor pemicunya, mengenali apa dan bagaimana gejalanya.
Seperti disitat bandungkita.id yang dilansir dari idntimes, pemicunya ada tujuh. Yaitu,
kebiasaan merokok, kelebihan berat badan, memiliki riwayat penyakit jantung
pada anggota keluarga (genetik),
penyakit autoimun, Long QT Syndrome (peningkatan denyut
jantung secara drastis dan mendadak), struktur jantung abnormal, dan commotio cordis (penyakit yang terjadi akibat pukulan keras di bagian dada yang dapat menyebabkan vibrasi ventrikel).
Kemudian, perihal gejala yang akan dirasakan seorang pengidap
penyakit jantung, di antaranya; nyeri di bagian dada, sesak napas, mual, muntah,
nyeri pada tubuh bagian atas (bahu atau punggung), mudah lelah, kaki dan tangan
terasa dingin, serta perubahan irama denyut jantung. Dengan mengenali
gejala-gejala tersebut, setidaknya akan membuat seseorang lebih waspada dan ada
upaya antisipasi bila terjadi tiba-tiba.
Setelah mengetahui faktor pemicu dan mengenali berbagai
gejala penanda seseorang mengidap penyakit jantung, yang penting untuk dipahami
adalah kesukaan konsumsi fast food
dan junk food membuat seseorang obesitas. Bila ditambah pola hidup yang
tidak sehat, menjadikan pembuluh darahnya rusak dan mempercepatnya menderita
penyakit jantung (kardiovaskular).
Disampaikan Hello
Sehat pada redaksi CNNIndonesia, com, ada beberapa tanda perkembangan
penyakit jantung yang patut diwaspadai di usia muda, yaitu tekanan darah tinggi
(hipertensi) atau kadar kolesterol. Mendeteksi
hipertensi pada usia muda cenderung
sulit karena dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan tinggi badan.
Tapi untuk gambaran umum, tekanan darah seseorang termasuk
kategori hipertensi (tinggi) atau hipotensi (rendah), bisa diukur dari
tekanan darah sistolik. Tekanan darah
sistolik normal pada bayi dan balita sekitar
80-110, usia anak-anak sekitar 85-120 sedangkan pada remaja sekitar 95-140.
Kalau di atas dari ukuran itu berarti hipertensi,
dan bila di bawahnya berarti hipotensi.
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika konsisten memiliki tekanan darah mendekati batas
atas atau lebih tinggi dari batas normal tersebut setelah tiga kali pengukuran
dalam waktu yang berbeda. Begitu juga sebaliknya, dikatakan hipotensi jika konsisten memiliki
tekanan darah mendekati batas bawah atau lebih rendah dari batas normal
tersebut setelah tiga kali pengukuran dalam waktu yang berbeda.
Orang yang mengalami hipertensi biasanya akan dianjurkan
untuk mengurangi konsumsi garam. Sedang yang mengalami hipotensi akan
dianjurkan untuk menambah konsumsi garam. Seseorang dikatakan bertekanan darah
rendah bila tensinya kurang dari 90/60 mmHg. Orang yang darah rendah rentan
merasa pusing lalu jatuh bahkan pingsan. Yang jadi masalahnya, mengobati hipotensi lebih sulit dibandingkan
menangani hipertensi.
Hipertensi ada dua
macam, primer dan sekunder. Seseorang dikatakan mengidap hipertensi primer apabila mengalami kegemukan
ekstrem (obesitas) sehingga kelebihan
berat badan (overweight) sebagai
akibat pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat. Sekitar 90-95 persen kasus
tergolong ke dalam hipertensi primer,
seseorang mengalami tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas.
Dikatakan mengidap hipertensi
sekunder, apabila seseorang mengalami gangguan endokrin, penyakit ginjal, kelainan jantung bawaan, tekanan intracranial, efek samping obat, dan
racun. Hipertensi jenis ini sering
kali tidak menimbulkan gejala akut, tapi dapat menyebabkan sakit kepala,
mimisan, serta penurunan kemampuan akademis dan olahraga. Jumlah pengidapnya mencakup
5-10 persen kasus.
Jika tidak diatasi, baik hipertensi
primer maupun hipertensi sekunder
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pembuluh darah lebih cepat dan hal ini
dapat berdampak terhadap sistem saraf pusat (stroke), gangguan fungsi jantung, dan gagal ginjal saat dewasa.
Mencegah keduanya terjadi adalah tindakan bijak. Lebih baik mencegah daripada
mengobati. Itu yang lebih penting.
Intinya, agar jantung tetap sehat, hal yang lebih utama
dilakukan adalah menjaga pola makan dan gaya hidup sehat. Sedapat mungkin hindarilah
tujuh pemicu terjadinya penyakit jantung, seperti yang diuraikan di atas. Dibutuhkan
upaya dengan kemauan keras dan disiplin diri yang tinggi dalam menjalaninya.
Jangan sampai telanjur kena serangan jantung baru datang kesadaran.
BKP, Sabtu, 30 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.