Sabtu, 30 November 2019

Oh, Jantungku Sehat!

Pada ’catatan’ yang berjudul ’Jantung Anak Muda’ postingan Kamis (28/11/2019), ada trik sederhana untuk mendeteksi kesehatan jantung. Yaitu, pertama, duduk di lantai dengan kaki diluruskan ke depan dan jari kaki mengarah ke atas. Kedua, coba jangkau dan sentuh jari kaki dengan tangan. Apabila cukup fleksibel menyentuh ujung jari, maka itu pertanda jantung masih sehat dan fleksibel.

Setelah saya coba praktikkan, dan seperti disebutkan di uraian trik tersebut, apabila cukup fleksibel menyentuh ujung jari, maka itu pertanda jantung masih sehat dan fleksibel. Ternyata jemari tangan saya bisa menjangkau dan menyentuh jari kaki. Tentu tak ada kata yang pantas diucapkan selain ’alhamdulillah’. Seruan memuji Allah swt itu sebagai wujud rasa syukur. Oh, jantungku sehat!

Bagaimana menyikapi fenomena banyak orang yang meninggal di usia muda akibat penyakit jantung? Apakah menganggapnya sebagai hal yanga wajar atau menjadikannya momok yang mengerikan? Bila dikaitkan dengan pola hidup dan pola makan yang umum dijalani kalangan orang muda, tentu tidak begitu salah menganggapnya wajar karena memang bisa diurai benang pengaitnya.

Apa itu benang pengaitnya? Misal, pola hidup yang tidak teratur seperti banyak begadang, merokok (sigaret atau vape), dilanda stres karena tuntutan pekerjaan. Kesukaan konsumsi makanan cepat saji (fast food) dan makanan nirnutrisi (junk food). Hal-hal ini menjadi pemicu tidak sehatnya jantung. Jantung yang ’sakit’ inilah yang nantinya akan menjadi penyebab orang meninggal di usia muda.

Soe Hok Gie pernah bilang, ”Seorang filsuf Yunani pernah menulis; nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah berumur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.” Ya, mati di usia muda, dikategorikan bernasib baik. Tapi, sebaiknya –kalau bisa– jangan dulu mati muda sebelum meninggalkan karya yang akan dikenang orang.

Kalau demikian, –disebut sebagai nasib terbaik– berarti mati muda bukanlah momok yang mengerikan. Betul, ngapain takut mati! Kalau memang sudah takdir, mau apa hayo. Mau nyumput, nggak akan bisa, nyumput ke mana juga. Yang mengerikan adalah penyakit jantung itu, yang sudah banyak diderita oleh anak muda usia. Ini yang perlu diwaspadai, mencermati faktor pemicunya, mengenali apa dan bagaimana gejalanya.              

Seperti disitat bandungkita.id yang dilansir dari idntimes, pemicunya ada tujuh. Yaitu, kebiasaan merokok, kelebihan berat badan, memiliki riwayat penyakit jantung pada anggota keluarga (genetik), penyakit autoimun, Long QT Syndrome (peningkatan denyut jantung secara drastis dan mendadak), struktur jantung abnormal, dan commotio cordis (penyakit yang terjadi akibat pukulan keras di bagian dada yang dapat menyebabkan vibrasi ventrikel).

Kemudian, perihal gejala yang akan dirasakan seorang pengidap penyakit jantung, di antaranya; nyeri di bagian dada, sesak napas, mual, muntah, nyeri pada tubuh bagian atas (bahu atau punggung), mudah lelah, kaki dan tangan terasa dingin, serta perubahan irama denyut jantung. Dengan mengenali gejala-gejala tersebut, setidaknya akan membuat seseorang lebih waspada dan ada upaya antisipasi bila terjadi tiba-tiba.

Setelah mengetahui faktor pemicu dan mengenali berbagai gejala penanda seseorang mengidap penyakit jantung, yang penting untuk dipahami adalah kesukaan konsumsi fast food dan junk food membuat seseorang obesitas. Bila ditambah pola hidup yang tidak sehat, menjadikan pembuluh darahnya rusak dan mempercepatnya menderita penyakit jantung (kardiovaskular).

Disampaikan Hello Sehat pada redaksi CNNIndonesia, com, ada beberapa tanda perkembangan penyakit jantung yang patut diwaspadai di usia muda, yaitu tekanan darah tinggi (hipertensi) atau kadar kolesterol. Mendeteksi hipertensi pada usia muda cenderung sulit karena dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan tinggi badan.

Tapi untuk gambaran umum, tekanan darah seseorang termasuk kategori hipertensi (tinggi) atau hipotensi (rendah), bisa diukur dari tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik normal pada bayi dan balita sekitar 80-110, usia anak-anak sekitar 85-120 sedangkan pada remaja sekitar 95-140. Kalau di atas dari ukuran itu berarti hipertensi, dan bila di bawahnya berarti hipotensi.

Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika konsisten memiliki tekanan darah mendekati batas atas atau lebih tinggi dari batas normal tersebut setelah tiga kali pengukuran dalam waktu yang berbeda. Begitu juga sebaliknya, dikatakan hipotensi jika konsisten memiliki tekanan darah mendekati batas bawah atau lebih rendah dari batas normal tersebut setelah tiga kali pengukuran dalam waktu yang berbeda.

Orang yang mengalami hipertensi biasanya akan dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam. Sedang yang mengalami hipotensi akan dianjurkan untuk menambah konsumsi garam. Seseorang dikatakan bertekanan darah rendah bila tensinya kurang dari 90/60 mmHg. Orang yang darah rendah rentan merasa pusing lalu jatuh bahkan pingsan. Yang jadi masalahnya, mengobati hipotensi lebih sulit dibandingkan menangani hipertensi.

Hipertensi ada dua macam, primer dan sekunder. Seseorang dikatakan mengidap hipertensi primer apabila mengalami kegemukan ekstrem (obesitas) sehingga kelebihan berat badan (overweight) sebagai akibat pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat. Sekitar 90-95 persen kasus tergolong ke dalam hipertensi primer, seseorang mengalami tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas.

Dikatakan mengidap hipertensi sekunder, apabila seseorang mengalami gangguan endokrin, penyakit ginjal, kelainan jantung bawaan, tekanan intracranial, efek samping obat, dan racun. Hipertensi jenis ini sering kali tidak menimbulkan gejala akut, tapi dapat menyebabkan sakit kepala, mimisan, serta penurunan kemampuan akademis dan olahraga. Jumlah pengidapnya mencakup 5-10 persen kasus.

Jika tidak diatasi, baik hipertensi primer maupun hipertensi sekunder dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pembuluh darah lebih cepat dan hal ini dapat berdampak terhadap sistem saraf pusat (stroke), gangguan fungsi jantung, dan gagal ginjal saat dewasa. Mencegah keduanya terjadi adalah tindakan bijak. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Itu yang lebih penting.

Intinya, agar jantung tetap sehat, hal yang lebih utama dilakukan adalah menjaga pola makan dan gaya hidup sehat. Sedapat mungkin hindarilah tujuh pemicu terjadinya penyakit jantung, seperti yang diuraikan di atas. Dibutuhkan upaya dengan kemauan keras dan disiplin diri yang tinggi dalam menjalaninya. Jangan sampai telanjur kena serangan jantung baru datang kesadaran.

BKP, Sabtu, 30 November 2019


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.