Jumat, 30 Oktober 2020

Rasa Kehilangan

mencari dan menjadi, dua kata bertuah

Kehilangan atau menghilangkan sama-sama berakar pada kata ’hilang’, adalah dua kondisi yang sama maknanya. Kehilangan menggambarkan kondisi tercampaknya atau tercerabutnya sesuatu dari kita tanpa ada unsur kesengajaan. Sedangkan menghilangkan menggambarkan kondisi sebaliknya, yaitu ada unsur kesengajaan untuk mencampakkan atau mencerabut sesuatu dari diri kita.

Apa rasanya kehilangan? Tentu akan gelo banget karena barang atau sesuatu hilang tanpa sengaja. Misalnya dompet yang terjatuh atau digondol pencopet atau penodong. Beda rasanya dengan menghilangkan. Kalau barang atau sesuatu sengaja dibuang itu artinya sama dengan sengaja menghilangkannya. Rasanya tentu bungah banget karena telah membuang barang atau sesuatu dari kita.

Kehilangan atau menghilangkan barang atau sesuatu itu tentu ada sebabnya, misalnya karena keteledoran atau kelupaan menempatkan atau menyimpan barang atau sesuatu sehingga kehilangan. Atau sebab sengaja membuang barang atau sesuatu karena sudah tidak menyukainya atau justru sangat membencinya sehingga memutuskan lebih baik membuangnya atau menghilangkannya.

Nah, itu kalau barang atau sesuatu. Bagaimana kalau yang hilang itu adalah sifat malu atau jujur? Ada kan orang yang kehilangan watak malu atau karakter jujur? Ada juga kan orang yang sengaja menghilangkan watak malu atau karakter jujur? Oh, tentu saja ada, bahkan banyak lho orang yang kehilangan malu dan jujur. Mengapa bisa begitu? Tentu banyak faktor pemicunya. Perubahan zaman adalah salah satu pemicu.

Kehilangan atau menghilangkan rasa malu bisa dilakukan orang dengan dalih terpaksa demi meraih barang atau sesuatu. Kehilangan atau menghilangkan kejujuran juga acap dilakukan orang dengan dalih terpaksa demi menutupi rasa malu. Orang tidak malu-malu melakukan kejahatan demi tuntutan kebutuhan hajat hidup. Orang tidak takut-takut berdusta (tidak jujur) demi menutupi kedok agar tidak malu atau dipermalukan.

Jadi, hari ini, yang hilang dari kita adalah akhlak. Malu dan jujur itu adalah akhlak utama yang seharusnya dimiliki seseorang kalau ingin nama baik dan martabatnya terjaga bahkan dipandang mulia oleh orang lain. Kalau seseorang berani seberani-beraninya kehilangan atau menghilangkan malu dan jujur dari dirinya, secara tidak langsung akhlak orang tersebut telah ternoda. Atau dalam bahasa lain, sudah tidak baik akhlaknya.

Alhasil, hari ini, mencari orang jujur dan punya rasa malu itu sulit. Akan tetapi lebih sulit lagi menjadi orang jujur dan memiliki rasa malu.


~


               

Kamis, 29 Oktober 2020

Engagement

penanda momen pelaksanaan lamaran
 

Bulan Oktober segera berlalu.

Ada beberapa momen penting terjadi di bulan Oktober dan selalu dirayakan baik secara sederhana maupun meriah. Di antaranya adalah Hari Santri Nasional (HSN) pada 22 Oktober. Selalu diperingati sejak ditetapkan tanggal 22 Oktober 2015 oleh Presiden Jokowi di Masjid Istiqlal Jakarta, melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri. Kemudian pada 28 Oktober adalah peringatan Hari Sumpah Pemuda, pada tahun ini merupakan yang ke-92.

Milad saya kali ini beriringan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Ada tiga momen beriringan dan secara kebetulan tanggalnya bersamaan atau berdekatan. Yang tanggalnya bersamaan adalah peringatan Hari Sumpah Pemuda dan hari kelahiran saya, pada 28 Oktober. Yang tanggalnya berdekatan adalah dua momen itu diikuti oleh maulid/milad atau tanggal kelahiran Nabi Muhammad Saw, 12 Rabiul Awwal, yang jatuh pada 29 Oktober.

Tanggal 29 Oktober ditandai pula oleh momen pelaksanaan the engagement of Putri & Angga. Yaitu acara lamaran dari keluarga Muhammad Angga Wijaya terhadap keluarga Putri Ariesta. Acara lamaran yang sarat dengan usung-usungan barang hantaran, sempat agak merepotkan pihak keluarga Angga karena barang hantaran yang begitu banyak sementara orang yang akan mengusung atau menggotongnya kurang banyak.

Btw, tak ada kendala yang tak bisa dicarikan jalan keluarnya. Untuk mengusung atau memapah barang hantaran tersebut, terpaksa minta bantuan beberapa orang dari pihak keluarga Putri, sehingga tidak bolak-balik menjemput barang yang masih tertinggal di kendaraan. Walhasil sekali angkat semua barang hantaran terangkut menuju rumah pihak calon mempelai wanita. Baiknya atau lumrahnya memang seperti itu.

Karena masih disuasanai pandemi Covid-19, dan tentu juga keterbatasan ruang, pihak keluarga tamu yang akan melamar dibatasi hanya 10 orang yang boleh masuk ruangan. Selebihnya, lesehan di teras dan ada pula yang duduk di kursi di bawah tarup di halaman rumah. Setelah basa-basi dari pihak tuan rumah menyampaikan 14 patah kata sambutan penerimaan terhadap tamu yang datang, acara bergulir santuy dan khidmat bersahaja.

Setelah pihak tuan rumah memperkenalkan anggota keluarga dan mempertanyakan maksud kedatangan pihak tamu (nah, ini basa-basi beneran). Dibilang basa-basi karena begitulah biasanya. Padahal sudah tahu maksud kedatangan itu akan melamar, padahal sudah sengaja masang tarup untuk menyambut kedatangan tamu. Tetapi, sepertinya masih perlu ada tanya jawab. Sekadar tata kerama untuk lancarnya komunikasi.

Pertanyaan demi pertanyaan dan memperkenalkan anggota keluarga masing-masing berjalan dengan lancar dan guyub rukun. Selanjutnya mengutarakan maksud kedatangan untuk melamar, apakah diterima atau tidak? Untuk menjawab diterima atau tidaknya, tentu si Putri yang punya hak jawab mutlak. Maka dihadirkanlah Putri ke tengah keluarga kedua belah pihak. Tentu saja jawaban Putri menerima. Masa’ nggak seeh...

Dari video yang di-share di WAG keluarga, setelah Angga menanyakan langsung ke Putri, apakah lamarannya diterima apa nggak? Yang dijawab langsung oleh Putri, meski dengan suara terbata-bata dan kesannya seperti hendak pecah tangisan, akhirnya kata ’menerima’ terlontar juga dari mulut Putri yang duduk tertunduk di hadapan keluarga Angga. Dengan kata pernyataan menerima’ tersebut, maka legalah perasaan Angga. Plong sudah hatinya.

Itulah momen-momen pengisi acara libur cuti bersama sejak 28 Oktober sampai 1 November. Meski pandemi Covid-19 masih belum surut, tak mengurangi hasrat masyarakat untuk liburan ke berbagai destinasi wisata. Ribuan kendaraan keluar dari Kota Jakarta memenuhi jalan tol Jakarta-Cikampek, jalur menuju Puncak-Bogor, dan juga arah Pulau Sumatra. Destinasi wisata ini dikhawatirkan akan menjadi kluster baru penularan virus.


~