Jumat, 21 September 2012

1000 Fenomena Edisi 4


Manusia adalah fenomena ajaib. Demikian Kompas Minggu, 16 September 2012 mengawali lead untuk tulisan yang mengisahkan sosok Radhar Panca Dahana (RPD). Sejak lama saya rajin membeli Kompas edisi Minggu, begitu juga sejak lama saya mengagumi sosok RPD yang diceritakan dalam rubrik PERSONA itu.
Radhar Panca Dahana,
semoga diberkahi kesehatan selalu demi
mereka yang menunggu karya besarmu. 
Ada beberapa rubrik yang selalu saya tunggu untuk dibaca, karena selalu ada fenomena yang inspiratif, dan sepanjang saya rajin membeli Kompas Minggu, setidaknya yang begitu membuat trenyuh namun makin melenturkan lidah untuk senantiasa melafalkan rasa syukur ke hadirat Allah swt, adalah pertama, tulisan tentang sosok Joni Ariadinata (Kompas, Minggu, 18 Desember 2011), dengan lemah kiwo-nya yang fenomenal sebab di lembah Sungai Bedog itulah doa Ahmad Tohari memohon pertolongan Allah swt agar memberi kemudahan kepada Joni untuk mewujudkan rumahnya yang sedang dibangun, namun kekurangan dana bisa selesai dan menjelma jadi rumah impian. Dan doa novelis Ronggeng Dukuh Paruk yang begitu khusyuk itu diijabah oleh Allah swt.
Kedua, tulisan tentang Radhar Panca Dahana, yang tak pernah saya duga ternyata memeram keperihan. Benar, kalau tidak ‘dikupas’ oleh Kompas jadi cerita Persona edisi Minggu, 16 September 2012, saya berprasangka RPD tak memiliki riwayat perihal kesehatannya. Sebab RPD ternyata diam-diam pandai merawat semua rasa yang datang, baik bersamaan maupun secara bergantian.
Ajaib. Itulah yang dapat disimpulkan setelah menelusuri kalimat demi kalimat sepanjang tulisan yang terpapar. Tak terbayang dengan 20 penyakit permanen stadium akut setelah cuci darah tiga kali seminggu, sepanjang 11 tahun terakhir. Tak sedetik pun membuat RPD berdiam menikmati rasa sakit dalam keluh yang begitu gaduh. Senantiasa produktif berkarya, begitulah yang dilakukannya bahkan di puncak rasa sakit sekalipun.
Semua bisa dilakukannya karena sakit yang dia rasa telah menempanya untuk bisa memahami keseimbangan, dan mengintegrasikan kekuatan yang tersisa dari tubuh yang ‘merapuh’ dengan pikiran dan jiwa. Dalam hal ini, RPD pandai mengoptimumkan segala rasa yang selama lebih dari satu dasawarsa diakrabinya, sehingga tercapai suatu harmoni yang meletupkan ide bagi terciptanya hasil karya dari tangannya sebagai seorang budayawan. Itulah yang dicapainya dari mengoptimalisasi semua berkah.   
Fenomena keajaiban Kuasa Tuhan juga ikut berbicara. Sepanjang 11 tahun masuk-keluar rumah sakit selalu saja ada kemudahan dalam hal biaya berobat. Selalu ada tangan terulur memberi bantuan, yang tak diketahuinya dari mana datangnya. “Alhamdulillah,” katanya, menyikapi segala yang terjadi.
Tapi, semua uluran tak terduga itu memang layak dia terima, sebagai ‘kembalian’ dari sejumlah harga yang telah dia bayar, yaitu ketakwaan dan kemurah-hatian yang selama ini dia jaga. Siapa orang yang bertakwa niscaya Allah akan jadikan jalan keluar buat dia dan rizki yang tak disangka-sangka,” demikian yang termaktub dalam kitab Allah swt pada surat Ath-Thalaq (65) : 2-3.

Merawat Luka
                                                          : Radhar Panca Dahana

luka yang seperti tampak mengering
sesungguhnya menyimpan didih nanah
yang mengundang tanya, harus bagaimana
mendiamkannya, walau menimbulkan denyut 
atau menyayatnya, hingga menjelma darah
lalu perasaan tersiksa enyah, bertukar lega

bukan tubuh yang kuat bisa merawat luka
bukan pula hati yang menyembunyikan keluh
semangat, di situ letak segalanya bertahta
bukan untuk sekadar bisa betahan hidup
tapi untuk terus menghargai kesempatan
dari setiap peluang yang disodorkan-Nya   

rasa sakit yang mengawal perjalanan luka
seperti juga detak nadi dalam sepenggal nafas
menjanjikan kearifan, bila tahu cara menghayatinya
bukan menempuh cara membuang luka dengan paksa
atau bermalas-malasan begitu manja di pembaringan
tapi merasakan bahagia, sebab telah dianugerahi luka

tanpa perlu kita mengukur berapa batas kekuatan
lalu mengaduh-aduh begitu gaduh, lantaran tak kuat
sebab, Dia Maha Segalanya, tahu takaran sebenarnya
tak perlu juga tampak merasa kuat dalam kepura-puraan
sebab, Dia mengetahui apa yang nyata dan tersembunyi
sabar dan ikhlas, dipercaya sebagai obat paling mujarab

tentang keajaiban, tak perlu dicari ke tempat yang jauh
menoleh ke arah mana pun, di situ melimpah segalanya
semua merupakan kembalian dari harga yang telah dibayar
”barang siapa bertakwa akan diberikan-Nya jalan keluar”
di bilik hati yang terus menerus dijaga kejernihannya
tersimpan rasa syukur, pembebat luka, penawar rasa

            Bandarlampung, Jumat, 21 September 2012 | 08:42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.