Manusia adalah
fenomena ajaib. Demikian Kompas
Minggu, 16 September 2012 mengawali lead
untuk tulisan yang mengisahkan sosok Radhar Panca Dahana (RPD). Sejak lama saya
rajin membeli Kompas edisi Minggu, begitu juga sejak lama saya mengagumi sosok
RPD yang diceritakan dalam rubrik PERSONA itu.
Radhar Panca Dahana, semoga diberkahi kesehatan selalu demi mereka yang menunggu karya besarmu. |
Kedua,
tulisan tentang Radhar Panca Dahana, yang tak pernah saya duga ternyata memeram
keperihan. Benar, kalau tidak ‘dikupas’ oleh Kompas jadi cerita Persona edisi Minggu, 16 September 2012, saya
berprasangka RPD tak memiliki riwayat perihal kesehatannya. Sebab RPD ternyata
diam-diam pandai merawat semua rasa yang datang, baik bersamaan maupun secara
bergantian.
Ajaib. Itulah yang dapat disimpulkan setelah
menelusuri kalimat demi kalimat sepanjang tulisan yang terpapar. Tak terbayang
dengan 20 penyakit permanen stadium akut setelah cuci darah tiga kali seminggu,
sepanjang 11 tahun terakhir. Tak sedetik pun membuat RPD berdiam menikmati rasa
sakit dalam keluh yang begitu gaduh. Senantiasa produktif berkarya, begitulah
yang dilakukannya bahkan di puncak rasa sakit sekalipun.
Semua bisa dilakukannya karena sakit yang dia
rasa telah menempanya untuk bisa memahami keseimbangan, dan mengintegrasikan
kekuatan yang tersisa dari tubuh yang ‘merapuh’ dengan pikiran dan jiwa. Dalam hal
ini, RPD pandai mengoptimumkan segala rasa yang selama lebih dari satu dasawarsa
diakrabinya, sehingga tercapai suatu harmoni yang meletupkan ide bagi
terciptanya hasil karya dari tangannya sebagai seorang budayawan. Itulah yang
dicapainya dari mengoptimalisasi semua berkah.
Fenomena
keajaiban Kuasa Tuhan juga ikut berbicara. Sepanjang 11 tahun masuk-keluar
rumah sakit selalu saja ada kemudahan dalam hal biaya berobat. Selalu ada
tangan terulur memberi bantuan, yang tak diketahuinya dari mana datangnya.
“Alhamdulillah,” katanya, menyikapi segala yang terjadi.
Tapi, semua uluran tak terduga itu memang
layak dia terima, sebagai ‘kembalian’ dari sejumlah harga yang telah dia bayar,
yaitu ketakwaan dan kemurah-hatian yang selama ini dia jaga. “Siapa orang yang
bertakwa niscaya Allah akan jadikan jalan keluar buat dia dan rizki yang tak disangka-sangka,”
demikian yang termaktub dalam kitab Allah swt pada surat Ath-Thalaq (65) : 2-3.
Merawat
Luka
:
Radhar Panca Dahana
luka
yang seperti tampak mengering
sesungguhnya
menyimpan didih nanah
yang
mengundang tanya, harus bagaimana
mendiamkannya,
walau menimbulkan denyut
atau
menyayatnya, hingga menjelma darah
lalu
perasaan tersiksa enyah, bertukar lega
bukan
tubuh yang kuat bisa merawat luka
bukan
pula hati yang menyembunyikan keluh
semangat,
di situ letak segalanya bertahta
bukan
untuk sekadar bisa betahan hidup
tapi
untuk terus menghargai kesempatan
dari
setiap peluang yang disodorkan-Nya
rasa
sakit yang mengawal perjalanan luka
seperti
juga detak nadi dalam sepenggal nafas
menjanjikan
kearifan, bila tahu cara menghayatinya
bukan
menempuh cara membuang luka dengan paksa
atau
bermalas-malasan begitu manja di pembaringan
tapi
merasakan bahagia, sebab telah dianugerahi luka
tanpa
perlu kita mengukur berapa batas kekuatan
lalu
mengaduh-aduh begitu gaduh, lantaran tak kuat
sebab,
Dia Maha Segalanya, tahu takaran sebenarnya
tak
perlu juga tampak merasa kuat dalam kepura-puraan
sebab,
Dia mengetahui apa yang nyata dan tersembunyi
sabar
dan ikhlas, dipercaya sebagai obat paling mujarab
tentang
keajaiban, tak perlu dicari ke tempat yang jauh
menoleh
ke arah mana pun, di situ melimpah segalanya
semua
merupakan kembalian dari harga yang telah dibayar
”barang
siapa bertakwa akan diberikan-Nya jalan keluar”
di
bilik hati yang terus menerus dijaga kejernihannya
tersimpan
rasa syukur, pembebat luka, penawar rasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.