Banyak hal
bisa dipetik dari ritual menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini. Selain
mendapat rahmat (rahmah) di sepuluh hari pertama, ampunan (maghfiroh) di
sepuluh hari kedua, dan pembebasan dari api neraka (itkum minannaar) di sepuluh
hari terahir, secara lahiriah fisik pun menjadi lebih sehat. Karena puasa dapat
mengistirahatkan organ pencernaan dari kegiatan rutin mencerna makanan
sepanjang 24 jam terus menerus. Maka, kalau ada orang yang merasa tersiksa
menjalankan puasa karena terbiasa makan tiga kali (sarapan pagi, makan siang
dan makan malam), berarti orang itu tidak pandai mensyukuri nikmat.
Hari ini,
sudah sampai pada hari ke-22 puasa Ramadhan, berarti hari-hari puasa di sepuluh
hari terakhir akan segera berakhir dan sampai pada hari yang ditunggu-tunggu, yaitu
hari kemenangan. Suatu hari yang begitu dibanggakan umat muslim dunia sehabis
menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Sesungguhnya apa yang patut dibanggakan
ketika Idul Fitri tiba? Ustadz Othman Omar Shihab mengatakan, tetap melekatnya
tekad berbuat baik dan ketaatan kepada Alloh Swt, yang selama Ramadhan dilatih
adalah bekal penting menyongsong Idul Fitri.
Bila telah
digembleng selama satu bulan penuh, seyogianya tak ada lagi sifat tercela yang
tersisa pada diri dan ini dapat dikatakan sebagai kemenangan yang diraih setelah
Ramadhan berlalu. Maka, keberhasilan seseorang di bulan Ramadhan terlihat dari
tingkahnya setelah Ramadhan. Ibarat orang yang menunaikan ibadah haji, bila Setelah
menyandang predikat haji itu ada perubahan signifikan dalam hal ketaatan
beribadah dan tingkah laku, maka tak salah bila kepadanya disematkan istilah
mendapat haji yang mabrur. Begitu juga dalam hal ibadah puasa, bila setelah Ramadhan
berlalu tetap senantiasa menunjukkan keshalehan, mungkin juga bisa dikatakan
ibadah puasanya ’mabrur.’
I’tibar
Sepanjang Ramadhan,
semua televisi seketika mengubah format acara yang ditayangkan. Semuanya bernuansa
Islami. Ada acara TABUR (Tabuh Ramadhan), ada Hafiz Qur’an, ada Aksi (Akademi
Sahur Indosiar), dan banyak macam lainnya. Demikian juga sinetron yang
ditayangkan baik di waktu Sahur maupun jelang Maghrib, dikemas dengan konsep
sangat religius. Termasuk iklan pun disisipi pesan Seolah-olah demi kenyamanan
berpuasa, misalnya larutan penyegar napas agar napas tidak mengeluarkan aroma
tidak sedap karena kurangnya konsumsi air bagi tubuh.
hatinyalah yang menggerakkan anak kecil ini sudi membantu si bapak menginsutkan kursi rodanya |
Sahdan,
singkat cerita, sampai di kantor sang ayah tadi menggelar briefing
dengan stafnya, tampak begitu emosi dan marah-marah sehingga penyakit
jantungnya kumat dan tersungkur jatuh. Para karyawannya sibuk berbagai tugas,
ada yang memanggil ambulans untuk membawanya ke rumah sakit, ada yang mengabari
istrinya di rumah tentang kondisi suaminya. Sampai di rumah sakit tim dokter
dan paramedis mengupayakan segala tindakan penyelamatan di ruang ICU. Apadaya,
usaha maksimal sudah dilakukan, untung tak bisa diraih malang tak bisa ditolak.
Sang BOS mengembuskan napas terakhir.
Istrinya yang
sebelum ke rumah sakit terlebih dahulu menghampiri anaknya di sekolah TK untuk
diajak ke rumah sakit melihat kondisi ayahnya. Sampai di rumah sakit, suami
tercinta dan sosok ayah yang sangat didambakan anak itu untuk jadi idola dan
membimbingnya tumbuh menjadi besar, ternyata terlalu dini berangkat ke alam
baka meninggalkan mereka berdua. Sembari pulang ke rumah, di dalam mobil
ayahnya si anak menemukan secarik kertas bertuliskan ”Ayah, jangan lupa salat” yang tadi pagi dibuatnya tergeletak di jok mobil. Mungkin, di benak si anak berkelindan tanya, apakah pesannya
itu sempat dibaca ayahnya atau tidak. Sungguh sya terharu dan bergegas ke
masjid untuk salat Subuh berjamaah.
Semoga pesan
berharga dari seorang anak TK kepada ayah yang dibanggakannya ini bisa
dijadikan ’abara, ibrah atau ta’bir ibrah i’tibar (’itabara), yaitu pelajaran
berharga dari suatu kisah. Dan, kisah seperti di atas ada di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.