Soe Hok Gie
pernah bilang, ”Seorang filsuf Yunani pernah menulis; nasib terbaik adalah
tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah
yang berumur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati
muda.”
Dan, Soe Hok
Gie, termasuk golongan orang yang berbahagia itu, karena ia mati muda. Kurt Cobain
melalui surat kematiannya yang mengutip lirik lagu Neil Young yang berjudul My
My, Hey Hey (Out of the Blue) mengatakan, ”Lebih baik
terbakar habis daripada memudar.” Dan ia pun mati muda.
Penyair Chairil
Anwar sepertinya sudah mendapat firasat kalau tak akan berumur panjang. Karenanya,
dalam sebuah puisinya dia menulis ”sekali berarti sesudah itu mati.” Frase itu
sangat terkenal sehingga diartikan sebagai tabir pelindung bagi Chairil Anwar
terhadap firasat kematiannya.
Piagam Penghargaan yang saya terima dari perusahaan. |
28 Oktober
lalu, usia saya genap 54 tahun. Artinya masuk dalam kategori tua. Terlepas jauh
dari golongan orang yang mati muda. Meski demikian, sejauh berusah memperbaiki
diri, tentu tetap terbuka peluang untuk masuk dalam golongan orang yang
berbahagia, walaupun mati di usia tua.
10 hari dari
tanggal penanda ulang tahun itu, di acara puncak HUT ke-47 perusahaan tempat
bekerja, saya dianuherahi Piagam Penghargaan dari perusahaan. Kategorinya sebagai
apa tidak jelas benar. Hanya ada tulisan ”Setia dalam Kebersamaan” selama masa
pengabdian.
Soe Hok Gie
dan Chairil Anwar sama-sama mati muda, di usia sekitar 27 tahunan. Nike Ardilla
meninggal di usia 22 tahun, Olga Syahputra meninggal di usia 32 tahun. Kurt Cobain,
Jimi Hendrix, Brian Jones, dan lain-lainnya juga memilih mati muda dengan
caranya masing-masing.
Bimbo dalam
lagu mereka Hidup dan Pesan Nabi: ”Hidup bagaikan garis lurus, tak pernah kembali
ke masa lalu. Hidup bukan bulatan bola yang tiada ujung, dan tiada pangkal. Hidup
ini melangkah terus mendekati titik terakhir. Setiap langkah hilanglah jatah
menikmati hidup, nikmati dunia.”
Begitulah,
setiap yang berjiwa pasti mati. Setiap kehidupan akan menemui sisi dualitasnya:
kematian. Itu keniscayaan. Hanya saja yang tidak pasti adalah kapan waktunya,
bagaimana kejadiannya, di mana tempatnya. Itu bagian dari rahasia si pemilik
kehidupan.
Usia saya
yang 54, terpental jauh dari usia emas kematian (usia 25-30), bukan berarti
hilang kesempatan untuk mati dalam kebahagiaan. Meskipun belum terbayang (tak
berani membayangkannya) bagaimana kehidupan selanjutnya. Yang penting jalani
saja garis lurus menuju misteri kematian.
Di tahun ’87an,
ada satu film berjudul ’No Die Before Dishonor’ kurang lebih pengertiannya
tiada penghargaan sebelum kematian. Faktanya demikian, banyak manusia di masa
hidupnya seperti tidak dihargai. Tapi begitu telah tiada baru jasa-jasanya
disebut berguna dan dikenang-kenang.
Drs Suyadi
alias Pak Raden yang menciptakan beberapa tokoh dalam film boneka ”Si Unyil”
yang dibuat oleh Produksi Film Negara (PFN) dan ditayangkan di TVRI sejak tahun 1981 hingga 1993,
telah menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi anak-anak Indonesia di masa itu.
Sebelum muncul di layar kaca, boneka Si Unyil ditampilkan Pak Raden sebagai media mendongeng sejak tahun 1978. Anak-anak generasi ’80an cukup familiar dengan Pak Raden dan boneka Unyilnya, terutama yang rajin hadir dalam acara mendongengnya Pak Raden secara periodik.
Sebelum muncul di layar kaca, boneka Si Unyil ditampilkan Pak Raden sebagai media mendongeng sejak tahun 1978. Anak-anak generasi ’80an cukup familiar dengan Pak Raden dan boneka Unyilnya, terutama yang rajin hadir dalam acara mendongengnya Pak Raden secara periodik.
Bahkan,
setelah hak siarnya tidak lagi dipegang oleh PFN melainkan telah menjadi produk
komersial dan ditayangkan di TRANS7 dalam format yang lebih keren dan isi
cerita yang variatif. Membuat Si Unyil dan tokoh lain ciptaan Pak Raden,
semakin disukai tidak hanya oleh anak-anak tapi juga orang dewasa.
Sayangnya,
Pak Raden, hidup di masa tuanya tidak sebahagia anak-anak Indonesia yang
terhibur oleh tokoh-tokoh ciptaannya itu. Pak Raden tidak pernah menikmati sepeserpun
royalti atas tayangan tokoh adaptif yang diciptakannya itu. Padahal itu bagian
dari hak kekayaan intelektual yang patut dihargai.
Dalam perayaan
HUT ke-13 media infotainment SILET di RCTI (26 Oktober), Pak Raden terpilih sebagai pemenang
hadiah satu unit rumah (dari tiga nomine; Laila Sari, Aminah Cendrakasih dan
Pak Raden). Pak Raden tidak bisa mengungkapkan kegembiraannya dengan banyak
kata. Kecuali TERIMA KASIH.
Dan,
beberapa hari setelah menerima penghargaan rumah itu, Pak Raden meninggal
dunia dalam usia 82 tahun. Tepatnya hari Jumat (30 Oktober) pukul 22.20 di RS Pelni, Petamburan, Jakarta Barat. Pak Raden dilarikan ke RS pada Jumat siang dan dirawat di ruang ICU beberapa jam kemudian meninggal.
Padahal Pak Raden berkeinginan keras untuk hadir pada acara Festival Dongeng Internasional Indonesia (FDII) 2015 yang digelar Sabtu (31 Oktober) hingga Minggu (1 November). Kematian Pak Raden menghadirkan kesedihan di hati para pendongeng. Salah satunya Ariyo Zidni dari Komunitas Ayo Dongeng Indonesia.
Meski mendapat hadiah rumah, ternyata Alloh Swt telah membangunkan rumah di Surga bagi Pak Raden. Ya, Pak Raden mati bahagia karena telah tersedia rumah indah di Surga. Apalagi Pak Raden meninggal di hari Jumat, yang dinyatakan sebagai salah satu tanda husnul khotimah. Ganjarannya terbebas dari azab kubur.
Akankah saya juga demikian. Mudah-mudahan Ya Alloh Engkau bukakan jalannya. Menikmati sisa usia yang entah tinggal berapa, saya ingin menyaksikan anak-anak saya bahagia dengan segala prestasi dan kesuksesan mereka. Untuk jalan saya mati bahagia.
Padahal Pak Raden berkeinginan keras untuk hadir pada acara Festival Dongeng Internasional Indonesia (FDII) 2015 yang digelar Sabtu (31 Oktober) hingga Minggu (1 November). Kematian Pak Raden menghadirkan kesedihan di hati para pendongeng. Salah satunya Ariyo Zidni dari Komunitas Ayo Dongeng Indonesia.
Sungguh sebuah akhir yang indah bagi Pak Raden. Meski tidak pernah dihargai hasil karyanya dalam bentuk pembayaran royalti. Namun, rasanya Pak Raden mati bahagia setelah dihadiahi rumah oleh SILET, dalam kategori Livetime Achievement Award Tersilet pada ajang SILET AWARD 2015.
Meski mendapat hadiah rumah, ternyata Alloh Swt telah membangunkan rumah di Surga bagi Pak Raden. Ya, Pak Raden mati bahagia karena telah tersedia rumah indah di Surga. Apalagi Pak Raden meninggal di hari Jumat, yang dinyatakan sebagai salah satu tanda husnul khotimah. Ganjarannya terbebas dari azab kubur.
Akankah saya juga demikian. Mudah-mudahan Ya Alloh Engkau bukakan jalannya. Menikmati sisa usia yang entah tinggal berapa, saya ingin menyaksikan anak-anak saya bahagia dengan segala prestasi dan kesuksesan mereka. Untuk jalan saya mati bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.