Robert Koch |
Pada waktu itu TBC tidak saja merupakan penyakit rakyat di Eropa, tetapi juga masih merupakan "dunia yang gelap" bagi ilmu kedokteran. Sebagian teori mengatakan, bahwa TBC adalah suatu pertumbuhan tubuh hang abnormal (neoplastic). Teori-teori ini secara tiba-tiba berubah, ketika Robert Koch berpendapat, bahwa penyebab penyakit ini dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan kultur (biakan) dan bahkan percobaan binatang.
Robert Koch melakukan penelitian hanya delapan bulan, namun cukup lengkap dan komprehensif. Atas prestasinya dalam penelitian itu, pada tahun 1905 dia memenangkan hadiah Nobel untuk kedokteran.
Hasil penelitian Robert Koch itu kemudian menjadi landasan bagi Calmette dan Guerin untuk melakukan riset, yang kemudian menemukan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) yaitu vaksin untuk mencegah TBC pada tahun 1921.
Sejarah TBC kemudian berkembang dengan cepat dan mengubah anggapan-anggapan lama serta menumbuhkan konsep-konsep baru dalam mengatasi penyakit ini. Pada tahun 1895, Rontgent menemukan sinar X di Vienna. Untuk pertama kali kelainan dalam paru-paru oleh TBC dapat diketahui dengan alat tersebut, meskipun diagnostik yang pasti dari TBC tetap memerlukan konfirmasi pemeriksaan mikroskop untuk menemukan basil TBC.
Pada tahun 1944, untuk pertama kalinya antibiotika yang efektif ditemukan, yaitu streptomycine oleh Selman AA. Waksman di Amerika yang kemudian menerima hadiah Nobel pada tahun 1952. Obat-obat anti TBC yang murah dan efektif baru ditemukan tahun 1946-1953, ketika INH (Isoniazif) dan PAS (Para Amino Salycitic Acid) ditemukan. Menyusul kemudian Rifampicin (1966) dll.
Dengan demikian dewasa ini kita sudah memiliki alat-alat pencegahan, pengobatan dan diagnostik yang lengkap bagi TBC. Tetapi, sejak basil TBC ditemukan pada 24 Maret 1882 (lebih dari 100 tahun lalu), jumlah penderita TBC justru terus meningkat. Padahal, semestinya dengan ditemukannya obat-obat anti TBC dan vaksin BCG, penyembuhan penderita TBC bisa lebih cepat. Faktanya sangat lamban dan bahkan cenderung tak berhasil tuntas. Salahnya di mana? Mungkin pada lemahnya kedisiplinan penderita dalam mengonsumsi obat secara tetatur dan tanpa putus, serta abainya keluarga dan lingkungannya dalam mengawasi.
Jadi, mari belajar berdisiplin. "Defeat TB, now and forever."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.