Rabu, 11 Mei 2016

Masih Ada Polisi yang Baik


Senin (9/5), di ujung limit waktu pembayaran pajak motor yang jatuh tempo tanggal 10 Mei, saya ajukan hasik cek fisik yang dilakukan anak saya Abi di Solo, ke loket pengesahan cek fisik. Ada dua anggota polisi yang bertugas di dalam loket. Melihat kejanggalan yang ada di form hasil cek fisik tersebut. Di mana pada kolom-kolom yang seharusnya dicontrengi oleh petugas yang melakukan cek fisik, itu saya sendiri yang mencontrengi dan sekaligus membubuhkan paraf di sudut kiri bawah. Kontan salah satu dari kedua polisi jaga itu bertanya, ”Cek fisik di mana ini, Pak?” Langsung saja saya jawab, ”Di Jawa, Pak” sembari menambahkan ”Itu motor tanggung waktunya kalau mau dipulangkan ke Lampung, sebab anak saya sedang menyelesaikan Tugas Akhir (Skripsi). Jadi, saya pikir jalan tengah yang bisa ditempuh yaitu saya suruh anak saya yang menggesek nomor rangka dan nomor mesinnya. Itulah hasilnya.”

”Ini yang nandatangan siapa,” tanyanya lagi. ”Saya sendiri,” jawab saya sembari membayangkan bakal terjadi kegagalan total dalam upaya yang sebenarnya jalan yang ditempuh memang benar tapi di luar standar aturan baku.
inilah form hasil cek fisik yang saya contrengi dan paraf sendiri

”Ya, sudah tunggu dulu di sana,” perintah mereka. Saya pun menurut dan beringsut menunju kursi tunggu di samping loket dekat ruang fotokopi. Menunggu dengan sabar, apa pun yang akan terjadi. Tapi, di benak saya terlintas sosok anggota polisi, dia tetangga yang juga biasa jamaah bareng di masjid dalam ritual salat Maghrib, Isya dan Subuh. Pikir saya, kalau dua polisi yang bertugas di dalam loket mempersulit dan ogah mengesahkan hasil gesekan cek fisik yang sudah benar tapi di luar standar prosedur tersebut, terpaksa harus minta bantuan tetangga anggota polisi yang tadinya juga biasa bertugas di bagian pelayanan di dalam gedung Samsat, tapi sudah dipindah ke Ditlantas di seberang Samsat.
   
Menegakkan Kejujuran itu Memang Berat

Modal Bismillah dan kejujuran. Itulah yang saya lakukan hari itu. Terus terang, saya menyadari akan menemukan kesulitan. Karenanya, hanya dengan bismillah saya jalankan upaya menyelesaikan kewajiban kepada negara untuk menjadi warga negara yang taat membayar pajak. Dan, ketaatan lain yang harus saya upayakan menjalankannya, adalah menegakkan kejujuran. Sepotong ucapan pun tak mau saya palsukan di depan petugas loket. Karenanya, ketika polisi itu tanya cek fisik di mana, saya jawab dengan jujur. Begitu juga ketika ditanyakan siapa yang nandatangan, juga saya jawab jujur.

Landasan untuk menegakkan kejujuran itu sesuai tuntunan Rasulullah Saw. Sabda beliau; Sesungguhnya dusta mengantarkan kepada kefajiran, dan kefajiran mengantarkan kepada neraka. (HR. Bukhari nomor 6094 & Muslim nomor 2607).

Alhamdulillah, sesudah menunggu beberapa saat, akhirnya nama saya dipanggil dan mereka sodorkan berkas pengurusan pembayaran pajak motor. Saya lihat form hasil cek fisik sudah dilegalisasi dan dibubuhi paraf berikut stempel. Setelah menghaturkan ucapan terima kasih kepada kedua anggota polisi yang baik hati itu, saya bergegas ke gedung Samsat. Setelah dikasih map dan dirapikan kembali berkasnya, kemudian disuruh ke gudang arsip. Akhirnya, harus menunggu hampir satu jam untuk verifikasi berkas. Setelah memberikan ’uang kopi’ sesuai permintaan ’seikhlasnya’ saya disuruh ke loket BRI untuk bayar biaya plat nomor dan STNK sebesar Rp80.000. Sebenarnya yang dimintai uang kopi itu orang yang dilayani sebelum saya, tapi karena saya juga menikmati pelayanan yang baik, jadi saya pun ikut memberikan sekedar untuk mereka bisa ngopi ngudut. 
seperti ini suasana kerumunan pengantre pelayanan di depan pintu gudang arsip

Jangan heran, selalu begitu suasana antre di negeri tercinta ini, mengerumun tak beraturan. Tak bisa sepenuhnya disalahkan, sebab kondisinya memang menuntut untuk lebih dekat ke pintu. Alasannya, suara panggilan petugas alakadarnya, karena tak didukung pengeras suara (megaphone) sekelas TOA. Jadinya, nama orang yang disebut dalam panggilan hanya terdengar sayup sampai. 

Dari sela kerumunan massa, dengan jelas telinga saya menangkap celetukan seorang bapak paruh baya. Begini katanya; mestinya pake pengeras suara, masa nggak bisa ngadain sih, paraaah... Namun, beruntung ada lagi orang baik hati selain dua anggota polisi yang tidak saya cermati siapa nama dan apa pangkatnya, di dalam loket tempat legalisasi hasil cek fisik tadi.

Di dekat pintu gudang arsip, persis berdiri seorang ibu berseragam Pemkot (itu lho yang berkerudung warna kuning), dengan kemauan sendiri ibu itu menyebut ulang nama sesiapa yang dipanggil. Tapi, lama-lama terkesan tidak tulus, karena orang-orang yang dipanggil tidak menghargai bantuannya, misalnya dengan menjawab ya, saya, atau siap 86 gitu.... Apa yang salah di masyarakat, ekspektasi begitu mahal harganya.

Akhirnya, karena ketulusannya kurang atau tidak direspon dengan baik, si ibu itu nyeletuk begini; ai, sudahlah, gak usah dibantu, orang yang dipanggil diam aja... Meskipun akhirnya toh masih juga dilanjutkannya menyebut ulang nama orang yang dipanggil. Dalam hati saya berujar; bisa jadi ibu itu di Pemkot pekerjaannya biasa melayani. Jadi, apa yang dia lakukan itu naluriah. Kan kasihan juga kalau dilewatkan oleh Pak Polisi yang manggil dari dalam, padahal sudah ngantre lama.

Proses yang saya jalani dilanjutkan ke loket 1A, berkas diajukan ke bagian print out STNK baru, disuruh menunggu untuk saatnya nanti dipanggil dan disuruh bayar pajak di loket Bank Lampung, untuk kemudian kembali masih harus menunggu panggilan ketika STNK baru sudah selesai sekaligus menandai semua urusan klar alias beres dan bisa pulang. 

Sambil beranjak dari tempat parkir untuk pulang setelah semua proses dapat selesai dengan baik, saya berujar lirih dalam hati, masih ada polisi yang baik. Karena, pada dasarnya yang berperilaku tidak baik adalah oknum. Alhamdulillah, saya semakin dicerahkan ketika bertemu orang-orang baik, seperti dua anggota polisi di loket cek fisik dan ibu PNS Pemkot itu.

Ketika istri yang sedang dalam perjalanan dari liburan ke Jawa nge-SMS menanyakan apakah proses STNK sudah selesai, saya balas SMS-nya dengan menulis Alhamdulillah ada polisi yang baik hati, semoga mereka dimuliakan Alloh, hampir aja mati pajak” Istri membalas ”Alhamdulillah mg Alloh membalas kebaikannya” Aamiin Ya Rabbal alamin.
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.