Mengapa Rasulullah SAW sampai harus melakukan hijrah? Karena ingin menghindar dari kekejaman dan penindasan kaum musyrikin Quraisy, yang tidak senang melihat kemajuan dakwah Nabi Muhammad SAW dari hari ke hari semakin banyak pengikutnya. Pesatnya keberhasilan dakwah Rasulullah SAW ini menunjukkan bahwa usaha kaum Quraisy untuk membendung dakwah ini mengalami gatot alias gagal total.
Mendapat pertentangan dan ancaman dari kaum Quraisy di kota Mekah, membuat sahabat Muhammad SAW melakuka hijrah agar dapat memperkokoh kekuatan di tempat yang baru yaitu kota Yatsrib (Madinah). Berita tentang tanah baru yang dijadikan tempat hijrah oleh para sahabat Nabi SAW telah tersebar di kalangan pembesar Quraisy. Ketenangan mereka menjadi terganggu oleh berita itu. Bayang-bayang ketakutan menghantui mereka jika Nabi Muhammad SAW sampai berhasil mendirikan sebuah negara besar yang terdiri dari komunitas-komunitas yang loyal kepadanya. Hal itu tentu akan mengancam kepentingan mereka.
Usaha pencegahan pun dilakukan. Dengan mengadakan pertemuan di sebuah balai yang dikenal dengan Dar An Nadwah, para pembesar musyrikin Quraisy menyusun konspirasi untuk mencari jalan mematahkan kekuatan dakwah Rasulullah SAW yang semakin banyak pengikutnya dari hari ke hari.
Allah Maha Tahu. Dia mengutus Malaikat Jibril untuk memberitahukan kepada Rasulullah SAW perihal konspirasi tersebut. Dan Allah (melalui Malaikat Jibril) menurunkan perintah agar Rasulullah berhijrah saat itu. Nabi Muhammad SAW diizinkan meninggalkan kota Mekah tempatnya lahir dan melakukan dakwah pertama, demi keselamatan jiwa dan nyawanya yang terancam. Malam itu juga Rasulullah berangkat, dan posisi tidurnya digantikan sepupunya Ali Bin Abi Thalib.
Perjalanan hijrah pun dimulai, dengan ditemani sahabat terbaiknya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Yatsrib dengan menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. Abdullah bin Uraiqit —dari Bani Du'il— bertindak sebagai penunjuk jalan. Abdullah bin Uraiqit membawa mereka ke arah selatan, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Ketiga orang itu pun terus melakukan perjalanan, siang dan malam, tanpa kenal lelah.
Sebelum berangkat Abu Bakar Ash-Shiddiq mengutus putranya Abdullah bin Abu Bakar untuk jadi mata-mata memantau situasi kota Mekah sepeninggal mereka. Dan informasi itu harus dilaporkan kepada mereka yang menungg di gua Tsur, yaitu tempat persinggahan mereka untuk istirahat selama tiga hari dalam perjalanan hijrah itu. Selain Abdullah bin Abu Bakar, orang yang mengetahui keberadaan Nabi SAW dan Abu Bakar di gua Tsur adalah Aisyah dan Asma binti Abu Bakar, serta pembantu mereka Amir bin Fuhairah.
Keesokan harinya kota Mekah gempar. Para pembesar musyrikin Quraisy bukan main geramnya mengetahui Muhammad SAW telah kabur. Sia-sia sudah usaha mereka melakukan pertemuan mengatur rencana secara rapi untuk menangkap Nabi SAW hidup-hidup. Merasa gagal melakukan penangkapan sendiri, para pembesar musyrikin Quraisy menyebar sayembara, siapa yang berhasil menangkap Nabi SAW dalam keadaan hidup atau mati akan diberi hadiah yang sangat menggiurkan, yaitu 100 ekor unta.
Demi mendengar sayembara menggiurkan itu, Suraqah bin Malik yang mendapat bocoran tentang tempat persembunyian Muhammad SAW, bergegas memacu kudanya untuk menyusul dan jejak Muhammad SAW. Ambisi untuk mendapatkan hadiah itu memacu semangatnya melakukan pengejaran dan terobsesi menangkap Muhammad SAW.
Begitu mendekati posisi keberadaan Muhammad SAW, kaki kudanya berulang kali terperosok ke dalam pasir gurun sehingga membuat Suraqah bin Malik terpelanting jatuh. Itu dialaminya berulang kali, sehingga dia tersadar bahwa itu adalah berkat pertolongan Allah SWT yang memberikan perlindungan kepada Muhammad SAW. Akhirnya dia memutuskan kembali ke kota Mekah dengan tangan hampa.
Strategi Hijrah
Jauh hari sebelum melakukan hijrah Nabi SAW terlebih dahulu mengutus duta untuk melakukan uji coba menebar dakwah Islam di kota Yatsrib (Madinah). Duta pertama yang dikirim adalah Mush’ab bin Umair, seorang sahabat nabi dari keluarga konglomerat di kota Mekah yang rela meninggalkan kehidupan mewah demi memperjuangkan Islam. Beliau ditugasi mengajarkan Al-Quran kepada penduduk Yatsrib (Madinah). Karena itu beliau dijuluki Muqri’ Al Madinah.
Perjalanan hijrah Nabi SAW pun berlangsung dengan lancar dan selamat sampai tujuan. Di kota tujuan Yatsrib (Madinah) ternyata suasana penyambutan atas kedatangan Nabi SAW begitu meriah. Orang tua dan muda, kecil dan besar, miskin dan kaya, semuanya keluar untuk meluapkan kegembiraan atas kedatangan sosok yang selama ini mereka rindukan. Mereka sudah lama mendambakan ingin melihat wajah Rasulullah SAW yang diutus untuk menjadi nabi akhir zaman sekaligus nabi penutup para nabi sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari peran besar Mush’ab bin Umair yang telah berhasil menyemaikan syiar Islam kepada penduduk seantero Yatsrib (Madinah).
Dengan berhijrahnya Rasulullah SAW dari kota Mekah ke kota Yatsrib, melahirkan hikmah yang besar. Sejak itu kota Yatsrib diubah namanya menjadi kota Madinah. Dan untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, tahun itu dijadikan sebagai permulaan kalender Isalam atau yang kita kenal sekarang ini sebagai kalender Hijriah.
Ibrah (Pelajaran Penting)
Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari kota Mekah ke kota Madinah. Di antaranya adalah faktor-faktor yang menjadi sebab diperintahkannya hijrah itu sendiri.
1) Pentingnya menjaga loyalitas. Dalam hal ini telah ditunjukkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq yang setia mengawal perjalanan Muhammad SAW. Dia rela menjadi perisai bagi setiap ancaman dan gangguan yang akan mengadang dan mengamcam keselamatan jiwa dan nyawa Muhammad SAW.
2) Pentingnya menjaga amanah. Sebelum Muhammad SAW berhijrah terlebih dahulu beliau mengutus Mush’ab bin Umair menjadi duta untuk mengajarkan Al-Quran kepada penduduk Madinah. Atas kepercayaan yang diberikan kepadanya, Mush’ab bin Umair dapat memegang amanah yang diembannya dan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Artinya dia adalah orang yang memiliki integritas yang tinggi.
3) Pentingnya menjaga aqidah. Perjalanan hijrah Rasulullah penuh pengorbanan, di antaranya harta dan kota Mekah yang telah lama didiami harus ditinggalkan begitu saja. Sahabat dan relasi dagangnya yang telah terjalin begitu erat dan sama-sama memberi kontribusi dalam keberhasilan bisnis Rasulullah SAW dan Istrinya Saidatina Siti Khadijah, juga ditinggalkan begitu saja. Bahkan yang paling berat adalah harus mempertaruhkan jiwa dan nyawa, dari ancaman kaum musyrikin Quraisy yang berambisi menangkap Muhammad SAW baik secara hidup atau pun mati. Semua itu bukanlah hal yang penting bagi Rasulullah SAW. Bagi beliau yang terpenting adalah menyelamatkan AQIDAH. Menyelamatkan kelangsungan dakwah demi tersebarluasnya syiar Islam.
4) Terciptanya kedamaian. Kota Madinah yang tadinya terbelenggu konflik internal antara suku Aus dan Khazraj, berubah drastis menuju ke kondisi kondusif setelah Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair yang saat itu menjabat sebagai kepala suku tertarik dengan dakwah yang dilakukan Mush’ab bin Umair. Dan setelah kedatangan Rasulullah SAW keadaan menjadi lebih damai lagi, sehingga penyebaran syiar Islam oleh Rasulullah SAW berlangsung dengan pesat.
5) Pentingnya menjaga kesucian. Kemunkaran adalah hal yang harus dicegah dan diubah dengan berbagai upaya dan kekuatan. Bila upaya dan kekuatan telah dikerahkan tapi kita tidak bisa mencegah dan mungubah kemunkaran menjadi kebaikan, maka hendaknya kita meninggalkan tempat kemunkaran itu dan berhijrah ke tempat yang mendukung keberlangsungan baik bagi hidup kita maupun bagi agama kita.
6) Pentingnya manajemen. Meski dalam melakukan dakwahnya Rasulullah SAW senantiasa akan mendapat bimbingan dan pertolongan Allah SWT, namun Rasulullah SAW tetap menerapkan manajemen dalam berdakwah. Beliau membuat program secara matang mulai perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penerapan (actuating), dan pengawasan (controlling). Meski bisa dipastikan beliau senantiasa akan dilindungi Allah SWT dari hal-hal yang mencelakakan, namun tetap saja beliau menjalankan semua sunnatullah (hukum sebab akibat) sebagai manusia biasa, dalam melakukan dakwah demi keberhasilan syiar Islam.
7) Pentingnya inovasi. Merasa terancam aktivitas dakwahnya di kota Mekah, Rasulullah SAW mencari inovasi dalam berdakwah agar terus tersiarnya syiar Islam di muka bumi. Merasa tidak memungkinkan dakwah secara aman di kota Mekah, beliau memandang perlu melakukan hijrah ke tempat lain demi tugas kerasulan yang diembannya.
8) Pentingnya rasa aman dan damai. Sebagai seorang Rasul dan pemimpin umat, Nabi SAW sangat bertanggung jawab dalam menciptakan rasa aman dan damai bagi umatIslam pengikutnya dan anggota masyarakat lainnya [kaum Yahudi dan golongan Paganisme (Watsaniyah)], yaitu agama mayoritas yang mendominasi kota Mekah saat itu. Segala cara beliau upayakan agar tercipta kerukunan antarumat seagama (sesama Muslim) dan antarumat beragama (Muslim dengan Yahudi). Agar sahabat-sahabatnya tidak mendapat tekanan dan provokasi dari dari pihak lain. Setelah sahabat dan anggota keluarganya berhasil selamat meninggalkan kota Mekah, barulah dia sendiri yang keluar.
Dan masih banyak lagi i’tibar atau pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah. Semoga ulasan singkat ini bisa menjadi penggugah untuk memulai langkah awal menuju yang baik dan yang lebih baik. Amin.