Minggu, 25 November 2012

Kabar Gembira dari Allah SWT


Saat kita terbangun dari tidur, adakah kita sadari bahwa sesungguhnya kita dihidupkan kembali oleh Allah SWT dari mati sesaat. Saat sudah terbangun itu apakah yang kita kerjakan? Berbahagialah kita yang bangun dan hati kita digerakkan oleh Allah SWT untuk berbuat kebajikan dengan bersegera mengambil air wudlu, lalu menunaikan sholat (tergantung waktunya, kalau masih pertengahan atau akhir sepertiga malam berarti sholat tahajud. Kalau sudah tiba saatnya subuh, berarti sholat qobliyah subuh dan diteruskan sholat subuh). Ada orang yang meski bangunnya lebih awal dari kita tapi karena hatinya tidak digerakkan Allah SWT untuk berbuat kebajikan, mereka bergegas keluar rumah untuk ke suatu tempat yang dipercayainya akan mendatangkan rezeki baginya (misalnya ke pasar untuk kulakan barang dagangan, menjalankan motor untuk mencari penumpang bagi tukang ojek, menjalankan armada taksi bagi sopir taksi, atau menjalankan bus bagi sopir bus). Orang-orang yang hatinya digerakkan berarti Allah SWT membukakan pintu hidayah baginya (pintu hatinya terbuka). Sebaliknya, orang-orang yang hatinya tidak digerakkan berarti Allah SWT menutup pintu hidayah baginya (pintu hatinya tertutup).
-   Bersyukurlah kita yang tadinya tidur lalu dibangunkan kembali oleh Allah SWT (masih diberi kesempatan melanjutkan hidup dan kehidupan), karena akan datang saatnya kita tidur tapi tidak bangun lagi (bablas mati).
-     Bersyukurlah kita yang masih bisa berjalan ke masjid, karena akan datang saatnya kita ke masjid tidak dengan berjalan tapi ditandu dalam keranda.
-     Bersyukurlah kita yang bangun lalu masih bisa menunaikan sholat, karena akan datang saatnya justru kita disholatkan.
-     Bersyukurlah kita yang masih bisa sholat di belakang imam, karena akan datang saatnya kita sholat di depan imam.   
Suatu ketika Allah SWT memanggil empat Malaikat-Nya. Yaitu, Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail. Kepada empat malaikat tersebut Allah SWT menitip salam dan kabar gembira bagi Rasulullah SAW dan umatnya. “Wahai malaikatku, sampaikan salamku kepada Kekasihku Muhammad dan sampaikan juga kabar gembira kepadanya untuk umatnya,” demikian kata Allah SWT kepada empat malaikat tersebut.
Nabi Muhammad SAW lalu bertanya kepada malaikat Jibril alaihissalam, apa gerangan kabar gembira yang dibawanya dari Allah SWT untuk umatnya. Malaikat Jibril berkata “wahai Muhammad, siapa saja umatmu yang membaca salawat 10 kali dalam satu hari, kelak aku akan membantunya meniti jembatan shirotol mustaqim secepat kilat.”
Nabi Muhammad SAW lalu bertanya kepada malaikat Mikail alaihissalam, apa gerangan kabar gembira yang dibawanya dari Allah SWT untuk umatnya. Malaikat Mikail berkata “wahai Muhammad, siapa saja umatmu yang membaca salawat 10 kali dalam satu hari, kelak aku akan memberikan seteguk air penghapus dahaganya di padang mahsyar, saat menunggu giliran untuk dihisab.”
Nabi Muhammad SAW lalu bertanya kepada malaikat Israfil alaihissalam, apa gerangan kabar gembira yang dibawanya dari Allah SWT untuk umatnya. Malaikat Israfil berkata “wahai Muhammad, siapa saja umatmu yang membaca salawat 10 kali dalam satu hari, kelak aku akan membebaskan pendengarannya dari gema sangkakala begitu memekakkan yang kutiup.”
Nabi Muhammad SAW lalu bertanya kepada malaikat Izrail alaihissalam, apa gerangan kabar gembira yang dibawanya dari Allah SWT untuk umatnya. Malaikat Izrail berkata “wahai Muhammad, siapa saja umatmu yang membaca salawat 10 kali dalam satu hari, kelak aku akan memberi keringanan saat mencabut nyawanya selembut mencabut rambut di dalam tepung.”
Subhanallah. Betapa pedulinya Allah SWT pada umat Muhammad SAW, sampai-sampai memberi kabar gembira agar kelak saat ajal kita datang, hanya karena membaca salawat 10 kali dalam satu hari, malaikat Izrail akan mencabut nyawa kita bagaikan mencabut rambut di dalam tepung. Begitu lembut. Saat kelak ditiup sangkakala, hanya karena membaca salawat 10 kali dalam satu hari, malaikat Israfil akan membebaskan telinga kita dari rasa pekak mengerikan. Saat kelak menanti giliran dihisab di padang mahsyar, hanya karena membaca salawat 10 kali dalam satu hari, malaikat Mikail akan memberikan seteguk air kepada kita agar terbebas dari rasa haus yang menyiksa.
    Karena telah ditetapkan kepada kita berupa kewajiban menunaikan sholat 5 waktu dalam satu hari satu malam, maka dengan sendirinya akan terpenuhilah kebutuhan membaca salawat 10 kali dalam satu hari tersebut. Yaitu, saat kita membaca tasyahud pada sholat Isya’-Subuh-Lohor-Ashar-Maghrib (ISLAM). Baik tasyahud awal dan akhir pada sholat dzuhur, ashar, maghrib, maupun isya’ dan tasyahud akhir pada sholat subuh. Artinya, hanya dengan menunaikan sholat wajib 5 waktu sudah cukup. Tapi, alangkah lebih baik bila ditambah sholat sunnah rawatib lainnya. Karena, tentu akan lebih baik LEBIH daripada sekedar CUKUP.

Rabu, 14 November 2012

Muharam 1434 Hijriah


Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat setahun ke depan. Dengan datangnya bulan Muharam, kita perlu menelaah ulang apa yang terkandung di dalamnya. Muharam dinamakan Syahrullah Al Asham (bulan yang sunyi) karena itu tidak boleh ada sedikitpun friksi dan konflik di bulan ini. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan dalam menyambut datangnya bulan Muharam tahun 1434 H ini. Di bawah ini saya coba paparkan 3 hal yang patut dilakukan, yaitu:  
1.  Syukur atas umur yang diberikan Allah SWT.
Diberikan umur panjang oleh Allah SWT merupakan nikmat yang patut disyukuri. Tapi banyak orang lalai melakukannya. Ini merupakan kesalahan besar yang jarang disadari. Namun demikian, Allah SWT membuka peluang seluas-luasnya kepada hamba-Nya untuk bertobat memperbaiki kesalahan yang diperbuatnya, lalu menambah amal saleh sebagai bekal menghadap Allah SWT.
2.  Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Introspeksi dan istighfar atas kesalahan yang diperbuat penting dilakukan oleh setiap muslim. Telah jadi ketetapan Allah SWT bahwa waktu yang telah terlewat tidak mungkin akan kembali lagi, sementara seiring berjalannya waktu tersebut usia bertambah tua mendekat ke akhir masa kehidupan (kematian akan datang sewaktu-waktu), karena itu amal saleh lah yang paling bermanfaat bila kematian datang menjelang.
3.  Mengenang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bulan Muharam:
–  Tanggal 10 Muharam Allah SWT mengabulkan permohonan ampun dan tobatnya Nabi Adam as. Ampunan ini baru diberikan Allah SWT setelah Nabi Adam as menunggu beratus-ratus tahun dengan memanjatkan doa dan istighfar terus menerus tanpa henti, tanpa jemu, dan tanpa putus asa.
  Tanggal 10 Muharam Nabi Idris as dibawa ke langit sebagai tanda bahwa Allah SWT menaikkan derajatnya.
  Tanggal 10 Muharam perahu Nabi Nuh as mendarat setelah diselamatkan Allah SWT dari hantaman air bah. Perahu fenomenal ini hanya dinaiki 40 keluarga saja. Putra Nabi Nuh pun ada yang tenggelam karena ingkar pada ajaran ayahnya dan menolak ketika diajak ikut menaiki perahu agar selamat. 40 keluarga yang selamat itulah cikal bakal seluruh umat penghuni dunia fana ini.
  Tanggal 10 Muharam Nabi Ibrahim as diselamatkan Malaikat Jibril saat dibakar oleh Raja Namrud dan para pengikutnya.
–  Tanggal 10 Muharam Nabi Musa as bersama Bani Israil meraih kemenangan atas pertempurannya dengan Fir’aun dan bala tentaranya berkat mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Musa as, yaitu dengan tongkatnya bisa membelah Laut Merah menjadi jalan yang bisa dilalui untuk menyelamatkan diri. Hari kemenangan Nabi Musa as ini kemudian oleh kaum Bani Israil diperingati sebagai Hari Asyura’ dan dirayakan dengan menunaikan puasa.
– Tanggal 10 Muharam Nabi Daud as diterima tobatnya oleh Allah SWT. Diriwayatkan Nabi Daud as meski sudah memiliki 99 istri tapi suatu hari dia keblinger hendak merebut istri orang lain. Datang malaikat yang menyamar dalam wujud manusia biasa dan menyindir Nabi Daud agar sadar dan segera bertobat.
  Tanggal 10 Muharam Nabi Sulaiman as dipulihkan kerajaannya. Sebagai bentuk syukurnya maka pada tanggal 10 Muharam Nabi Sulaiman berpuasa.
   Tanggal 10 Muharam Nabi Yunus as dikeluarkan Allah SWT dari dalam perut ikan Nun/Khuut (paus) setelah berada dalam perut ikan selama 40 hari.
  Tanggal 10 Muharam Nabi Isa as dibawa naik ke langit untuk diselamatkan dari rencana penyaliban yang akan dilakukan oleh kaum Bani Israil yang kejam, dan digantikan dengan Yahuza. Jadi, yang disalib sebenarnya bukanlah Isa as melainkan Yahuza, salah seorang murid (pengikunya).
   Tanggal 10 Muharam Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah (perpindahan) dari kota Mekah ke kota Madinah. Sesampainya di Madinah Nabi melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura’. Nabi bertanya “hari apa ini sehingga kalian berpuasa?” Orang-orang Yahudi menjawab, “ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Musa dan umatnya serta meneggelamkan Fir’aun dan pengikutnya. Karenanya, Musa as berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan kami juga berpuasa. Nabi SAW pun bersabda “Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kalian (kaum Yahudi).” Untuk menghormati Musa as, Rasulullah Muhammad SAW pun berpuasa pada hari itu dan menganjurkan agar para sahabat untuk berpuasa pada 10 Muharam. Akan tetapi, agar berbeda dengan puasa yang dilakukan orang Yahudi, Rasulullah menganjurkan agar umatnya melakukan puasa  tanggal 9 dan 10 Muharam. Peristiwa hijrah sebaiknya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapa berat perjuangan Rasulullah SAW menegakkan agam Allah SWT, sampai-sampai dalam menyebarkan ajaran-Nya Muhammad SAW harus rela meninggalkan kota kelahirannya Mekah demi berlangsungnya penyebaran siar Islam. 
  Tanggal 10 Muharam 61H terjadi peristiwa terbunuhnya Husain (cucu Rasulullah SAW) oleh Yazid bin Mu’awiyah di sebuah tempat bernama Karbala. 
Terkait Hari Asyura, ada dua kelompok yang sesat:
    Pertama, kelompok Syiah. Mereka jadikan hari Asyura sebagai hari berkabung dan bela sungkawa, mengenang kematian sahabat Husain. Mereka lampiaskan kesedihan di hari itu dengan memukul-mukul dan melukai badan sendiri.
    Kedua, rival dari kelompok Syiah, merekalah An-Nashibah, kelompok ini sangat membenci ahli bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah orang Khawarij, dan kelompok menyimpang dari Bani Umayah, yang memberontak pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib, memproklamirkan menjadi musuh Syi’ah Rafidhah. Mereka memiliki prinsip mengambil sikap yang bertolak belakang dengan Syi’ah.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan, dulu di Kufah terdapat kelompok Syiah, ya mengkultuskan Husain. Pemimpin mereka adalah Al-Mukhtar bin Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzab (Sang pendusta). Ada juga kelompok An-Nashibah (penentang), yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Salah satu pemuka kelompok An-nashibah adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
من وسع على نفسه وأهله يوم عاشوراء وسع الله عليه سائر سنته
“Siapa yang memberi kelonggaran kepada dirinya dan keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan memberi kelonggaran rizki kepadanya sepanjang tahun.”
Hadits ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Ibnu Abdil Bar dalam Al-Istidzkar. Hadis ini diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama. Sebagian menilai hasan li ghairih (berderajat hasan karena beberapa jalur sanad yang saling menguatkan). Ini sebagaimana keterangan As-Sakhawi, di mana beliau menyatakan, “Sanad-sanad hadits ini, meskipun semuanya dhaif, hanya saja jika semuanya digabungkan maka akan menjadi kuat.” (Al-Maqasidul Hasanah, 225)
Keterangan As-Sakhawi ini dikomentari Al-Albani sebagai kesalahpahaman. Al-Albani mengatakan, “Ini adalah pendapat Sakhawi, dan saya tidak menganggapnya benar. Karena syarat menguatkan hadits dengan menggunakan banyak jalur adalah tidak adanya perawi yang matruk (ditinggalkan) atau perawi tertuduh. Sementara hal itu tidak ada dalam hadits ini.” (Tamam Al-Minnah, 410)
Itulah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 Muharam. Adapun faedah berpuasa Asyura’ adalah dapat menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abu Qatadah ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda; ”Puasa di hari Asyura sungguh saya mengharap kepada Allah Swt bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu.” (HR. Abu Daud)

Pusa Muharam juga akan mendapat pahala 10 ribu Malaikat, 10 ribu orang berhaji dan berumrah, serta 10 ribu orang mati syahid bagi yang melaksanakannya.

Begitu besar paedah dan hikmah yang terkandung pada puasa Muharam. bahkan sebagian ulama salaf menganggap puasa Asyura hukumnya wajib. Namun, berdasarkan hadits Aisyah, kalaupun puasa ini dihukumi wajib, maka kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang sunnah.

Adapun pelaksanaan puasa Muharam adalah tanggal 9 dan 10 Muharam. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas. Rasulullah Saw bersabda, ”Jika saya masih ada tahun depan, saya akan berpuasa pada tanggal sembilannya (bersama tanggal sepuluh).

Dan dari Ibnu Abbas juga, Rasulullah Saw bersabda, ”Pusalah kalian pada tanggal sembilan dan sepuluh, bedakanlah dari orang-orang Yahudi.” (HR. Muslim)

Jadi, sebenarnya selain umat Islam, orang-orang Yahudi juga melaksannakan puasa Muharam ini pada tanggal 10. Mereka juga mengenang kehebatan para nabi terdahulu sebelum Islam datang, bahkan ada tanya jawab juga antara seorang Yahudi dengan Rasulullah Saw mengenai puasa yang mereka kerjakan.

Doa pada hari Asyura’
Mari manfaatkan momen hari Asyura’, hari yang penuh keutamaan dan kemuliaan dengan memanjatkan doa:


حَسْبُنَااللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
سُبْحَانَ اللَّهِ مِلْءَالْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَاوَزِنَةَالْعَرْشِ
لاَمَلْجَأَ وَلاَمَنْجَأَ مِنَ اللَّهِ اِلاَّ اِلَيْهِ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَالشَّفْعِ وَالْوِتْرِ
وَعَدَدَكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ كُلِّهَانَسْأَلُكَ السَّلاَمَةَبِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَاِلاَّبِاللَّهِ الْعَلِىِّ الْعَظِيْمِ
وَهُوَحَسْبُنَ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
”Hasbunallahu wani’mal wakiilu ni’mal maulaa wani’man nashiiru. Subhanallahi mil-al miizaani wa muntahal ’ilmi wa mablaghar ridhaa wazinatal ’arsyi. Laa malja-a walaa manja-a minallahi illa ilaihi subhaanallahi ’adadasy syaf’ir wal witri. Wa ’adada kalimaatillahittaammaati kulliha nas-alukas salaamata birahmatika yaa arhamar raahimina. Walaa haula walaa quwwata illa billahil ’aliyyil 'azhiimi. Wa huwa hasbuna wa ni’mal wakiilu ni’mal maulaa wa ni’man nashiiru. Wa shallalahu ’alaa sayyidina muhammadin wa ’alaa aalihi washahbihii wasallam”

Artinya:
”Cukuplah Allah menjadi sandaran kami, dan Dia sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik Kekasih, dan sebaik-baik Penolong. Maha Suci Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan dan timbangan ’arsy. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari Allah, kecuali hanya kepada-Nya. Maha Suci Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna, kami memohon keselamatan dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Paling Penyayang diantara semua yang penyayang. Dan tiada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Dan Dialah yang mencukupi kami, sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad, teriring keluarga dan sahabat beliau.”

Referensi:
-     http://salisya.blogspot.com/2010/12/amalan-fadhilah-dan-doa-di-hari-asyura.html

Jumat, 02 November 2012

Soempah Batoe


Sejak digemakan pertama kali delapan-puluh-empat  tahun silam, gulungan kertas berisi teks ‘soempah pemoeda’ seterusnya dari tahun ke tahun saban pagi disiapkan untuk dibuka kembali lalu dibaca ulang. Agar para moeda-moedi masa kini kembali mencerna, mengunyah kata-kata, lalu menghayati isi dan maknanya.
Minggu pagi pekan lalu pun, gulungan kertas itu dibuka bersama-sama. Di mana-mana, seantero nusantara. Dari tengah hiruk pikuk kota sampai di sudut dusun sunyi sekali pun menggelar hajat istimewa ‘peringatan soempah pemoeda’ untuk bersama-sama menyimak petugas yang disuruh memandu peserta upacara menyamakan irama paduan suara melafalkannya. Lalu, terdengarlah gemuruh “kami poetra dan poetri Indonesia mengaku....”
Seusai upacara, seiring waktu berlalu apakah ada yang benar-benar melakukan perenungan? Mencerna lagi, mengkaji kembali isi dan maknanya? Entahlah. Apa sesungguhnya yang dikehendaki para poetra-poetri, yang kala itu merumuskan kata-kata dan menamainya soempah pemoeda itu. Dengan tiga butir soempah yang jadi urat nadi kebersamaan, apa sesungguhnya yang ingin dicapai kelak kemudian hari, yaitu hari ini?
Bertanah air satu, berbangsa satu, masihkah erat terasa? Bila di mana bumi dipijak, di situ rasa was-was menghantui. Di mana langit dijunjung, di situ hidup tak merasa ternaungi. Atas nama mempertahankan harga diri, dendam diperam. Lalu tak cukup hanya kata-kata disoempah-serapahkan. Tapi juga batu dikepal, dibenturkan di kepala mengetam nyawa.
Bahwa sebenarnya dendam tak akan pernah lama terperam, pasti akan pecah kesumatnya jadi keberingasan tak terkendali memicu penyerangan dan chaos massa membabi buta. Lalu nyawa badan, nyawa rohani seperti tak ada lagi harganya. Ketersinggungan sedikit saja sudah cukup untuk meletikkan bara emosi membesar dan menyulut amarah. Mempertahankan harga diri dijadikan dalih untuk mengobarkan kemarahan jadi pertikaian. Harga diri jadi kambing hitam, padahal belum tentu demikian, ketidak-sepadanan dan kesenjangan ekonomilah pemicu utama.
Jamak terjadi di mana pun di tanah air satu, tanah air Indonesia ini. Sebagian orang bekerja keras memutih tulang memiuh kucuran keringat. Dari tubuh legam mereka tumbuh kesuburan hasil bumi yang ranum. Kelak menaikkan status sosialnya ke kehidupan setingkat lebih tinggi. Buah dari lebih giat tentu saja lebih bermaslahat dan bermartabat. Sedang mereka yang tak tahan bekerja keras tak akan menuai apa-apa. Layakkah yang tak bekerja mencemburui yang berstatus lebih mapan? 
Jamak terjadi di mana pun di tanah air satu, tanah air Indonesia ini. Ketidak-adilan merata terjadi, kesenjangan merata dibiarkan. Inilah asal-muasal timbulnya kecemburuan sosial, keiri-dengkian. Hasutan lalu diembus-embuskan meniupkan angin ketegangan. Menyemai benih-benih konflik yang nantinya teraklumulasi. Konflik aktual mengalami eskalasi meletikkan kekerasan. Persoalan sepele dan remeh temeh rebutan lahan parkir di pasar, sudah jadi pemicu keributan berujung tawuran antarwarga, antarkampung, bahkan bisa jadi antaretnis.  
*****
Sejak janin reformasi dilahirkan dari rahim ibu pertiwi. Dan dininabobokkan dengan senandung dan dongeng demokrasi. Pertumbuhannya melesat jadi sosok yang tangkas dan beringas. Semua yang dilakukannya atas nama demokrasi yang dimamahnya. Tak peduli tata aturan negara dan norma agama diterabas. Jadilah keberingasan massa dimaknai sebagai wujud demokrasi.
Atas nama otonomi, pulau-pulau nusantara tercerai-berai. Segala sesuatu diatur sendiri dan dilaksanakan suka-suka. Tak boleh ada yang menghalangi dan ikut campur tangan. Dalih otonomi semua keinginan jadi suatu kelaziman diwujudkan. Persoalan di kemudian hari ternyata itu keliru dan jadi perkara yang dibawa ke ranah hukum. Tak jadi soal, urusan hukum hanyalah sepele dan mudah diselesaikan lewat jalan kongkalikong dengan hakim pengadilan. Hukum bisa dibeli, demikian yang jamak terjadi dan bukan rahasia lagi.
Atas nama keragaman budaya, justru membuat orang tak berbudaya. Adab kesopan-santunan tak lagi dijunjung-junjung sedemikian tinggi. Zaman telah berbalik, yang tadinya tabu berubah menjadi hal biasa. Pengaruh globalisasi, seluk-beluk sisi kehidupan menjadi begitu masif. Yang tadinya bukanlah budaya warisan nenek moyang dan leluhur. Biar dikatakan maju, lalu meniru dan dipakai sebagai budaya baru. Sementara budaya sendiri hasil olah pikir nenek moyang bangsa ini, ditinggalkan tak mau dipakai dan dilestarikan. Kalau begitu, lalu mengapa kalian ngamuk bila negeri jiran mengaku-aku itu sebagai budayanya. Mestinya tak perlu marah dan melakukan protes menguras energi, sebab itu adalah akibat kesalahan besar yang kalian perbuat secara sadar.
Atas nama ketinggian budi. Tapi mana budi pekerti? Di sekolah-sekolah tak lagi diajarkan. Jadinya susah sekali menemukan siswa yang perilakunya mencerminkan kalau dirinya mempunyai budi pekerti. Kalaupun dicari tentu akan ketemu satu-dua siswa, tapi siswa yang sedikit ini tentu tidak akan menonjol karena yang akan menyita perhatian adalah kebanyakan siswa yang perilakunya tidak berbudi.
Atas nama keragaman suku, mestinya menyemangati kehidupan bahwa sesungguhnya Indonesia yang terdiri atas 17.508 pulau, 740 suku/etnis, ini dapat memberi ruh bagi langgengnya ‘persatoean dan kesatoean.’ Tapi, Bhinneka Tunggal Ika yang dicengkeram erat kaki burung garuda, kini seperti tercampak. Rasa persaudaraan semakin menipis, tak cukup bila hanya memusuhi orang yang berbeda suku dengan dirinya, maka perlu pembuktian bahwa dirinya layak ditahbiskan sebagai hero karena di darahnya mengalir watak ‘berani mati’ demi harga diri, maka dikobarkanlah perang antarsuku. Hilang sudah gema suara gegap gempita meneriakkan kata-kata “berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia.” Hilang sudah mimik semringah berganti wajah-wajah penuh amarah.    
Atas nama kebebasan beragama, mestinya dengan landasan Undang-Undang Dasar 1945, sesiapa memiliki hak untuk memeluk agama apapun dan beribadah menurut tuntunan agamanya. Tapi, sarana ibadah dihancurkan karena orang-orang yang beribadah di situ dianggap mengganggu ketertiban orang banyak. Orang banyak yang mana? Hanya karena berbeda paham/aliran dijadikan pemicu untuk membunuh makhluk Tuhan yang memiliki hak azasi untuk memeluk agama dan melakukan peribadatan sesuai ajaran agama yang dipercayainya. Sementara Tuhan Allah SWT tegas dalam Kitab-Nya Al-Quran menyatakan bahwa “tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama” La-ikro hafiddiin. Tapi mengapa kalian memaksakan kehendak kepada mereka agar memeluk agama seperti yang kau punya. Memaksa mereka beribadah dengan cara seperti yang kalian kerjakan. Kalau tidak sama, maka kalian anggap mereka menyimpang dan layak dihentikan. Kalau berbeda, maka rumah ibadah mereka layak kalian hancurkan, yang itu adalah rumah Allah juga.
Kedaulatan itu di tangan rakyat. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Mestinya para pemimpin mengayomi rakyat, bukan menelantarkan rakyat. Mestinya pemimpin melindungi rakyat dengan jaminan ketersediaan dan tercukupi bahan pangan, tersedia akses untuk memperoleh pelayanan secepat dan sebaik mungkin. Pemimpin mestinya bekerja ibarat matahari, memberi pencerahan. Membuat rakyat terbakar semangatnya. Bekerja ibarat awan, memberi keteduhan. Sehingga rakyat merasa diayomi. Bekerja ibarat angin, memberi kesejukan ke semua arah. Artinya, pemimpin tak pandang bulu pada golongan tertentu, tapi menciptakan rasa yang sama.  Bekerja ibarat air, memberi kesegaran. Mampu menempatkan diri pada kedudukan terendah sekalipun agar rakyat merasa dekat dan diperhatikan. Bekerja ibarat bintang, cemerlang dalam bertindak. Menjadi pedoman dan panutan bagi rakyatnya, sehingga jalan langkah tak tersaruk kesengsaraan apalagi kemiskinan. Pemimpin harus memenuhi hak rakyatnya untuk hidup nyaman, terlindungi, tak dibeda-bedakan berdasar suku, agama, ras. Sehingga tak terjadi pengkotak-kotakan. Dan, harusnya tak terjadi ketimpangan dalam masalah apapun.

Nilai Ketakwaan


Jamak, sebelum rangkaian salat Idul Adha dilaksanakan, panitia kurban atau takmir masjid mengumumkan jumlah perolehan hewan kurban dan nama-nama pengurban. Alhamdulillah tahun ini di masjid Ikhlas Al-Azhar dekat rumah tempat saya bermukim ada 4 ekor sapi dan 4 ekor kambing. Ada peningkatan dari tahun sebelumnya. Tahun ini, saya sekeluarga masih menyelesaikan pelunasan utang akikah untuk anak kedua, tahun lalu anak pertama dilunasi. Setelah lunas alhamdulillah baru meluruskan niat untuk berkurban mulai tahun depan, semoga Allah SWT meluruskan niat hambaNya ini, aamiin ya robbal 'aalamiin.
Jumat pagi (26/10) jamaah masjid Raya Al Ittihad, Tebet Barat, Jakarta Selatan, sudah berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat Idul Adha. Sebagaimana biasa, sebelum salat Id dilaksanakan pengurus masjid mengumumkan hasil perolehan hewan qurban yang diterima panitia. Ada sekitar 27 sapi dan kambing yang diterima oleh panitia.
“Perlu kami umumkan, kambing yang terbesar justru diberikan oleh seorang yang pekerjaannya pemulung. Beliau biasa berkeliling di sekitar Tebet sini,” ujar panitia qurban melalui pengeras suara masjid.
“Setiap hari, beliau pula yang memberi makan kambing tersebut,” kata pembawa acara.
Hampir seluruh jamaah salat terkesima mendengar pengumuman itu. Saat memimpin salat, suara imam pun bergetar seperti menahan tangis. “Hebat. Subhanallah,” gumam jamaah.
Pemulung itu menyerahkan kambing beberapa hari lalu. Dia bernama Yati (55 tahun), yang sudah menabung susah payah untuk berqurban. Wanita yang berprofesi sebagai pemulung ini mengaku sempat ditertawakan saat bercerita seputar niatnya untuk berqurban.
“Pada ketawa, bilang sudah pemulung, sudah tua, nggembel ngapain qurban,” cerita Yati.
Tapi Yati bergeming. Dia tetap meneruskan niatnya untuk membeli hewan kurban. Akhirnya setelah menabung tiga tahun, Yati bisa berqurban tahun ini.
Yati dan suaminya Maman (35 tahun) sama-sama berprofesi sebagai pemulung. Pendapatan mereka jika digabung cuma Rp 25 ribu per hari. Kadang untuk menambah penghasilan, Maman ikut menarik sampah di sekitar Tebet. Tapi akhirnya mereka bisa membeli dua ekor kambing. Masing-masing berharga Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Dua kambing ini disumbangkan ke masjid.
“Saya nabung tiga tahun untuk beli dua ekor kambing. Yang besar itu saya beli Rp 2 juta, yang kecil Rp 1 juta,” kata Yati di rumahnya.
“Penghasilan sehari tak tentu. Seringnya dapat Rp 25 ribu. Dihemat untuk hidup dan ditabung buat beli dua kambing itu,” kisah Yati.
Yati membeli dua kambing itu di Pancoran. Maman yang mengambil dua kambing itu dengan Bajaj dan memberikannya ke panitia kurban di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan.
Pasangan suami istri ini tinggal di gubuk triplek kecil di tempat sampah Tebet, Jakarta Selatan. Tak ada barang berharga di pondok 3×4 meter itu. Sebuah televisi rongsokan berada di pojok ruangan. Sudah bertahun-tahun TV itu tak menyala.
Wanita asal Madura ini bercerita soal mimpinya bisa berkurban. Yati mengaku sudah seumur hidup ingin berkurban. Dia malu setiap tahun harus mengantre meminta daging. Keinginan ini terus menguat, saat Bulan Ramadan. Yati makin giat menabung.
“Saya ingin sekali saja, seumur hidup memberikan daging kurban. Ada kepuasan, rasanya tebal sekali di dada. Harapan saya semoga ini bukan yang terakhir,” jelasnya.
“Pada bilang: apa tidak sayang, mending uangnya untuk yang lain. Tapi saya pikir sekali seumur hidup masa tidak pernah kurban. Malu cuma nunggu daging qurban,” beber Yati.
Yati mengaku sudah lama tinggal di pondok itu. Dia tak ingat sudah berapa lama membangun gubuk dari triplek di jalur hijau peninggalan Gubernur Legendaris Ali Sadikin itu.
“Di sini ya tidak bayar. Mau bayar ke siapa? Ya numpang hidup saja,” katanya ramah.
Setiap hari Yati mengelilingi kawasan Tebet hingga Bukit Duri. Dia pernah kena asam urat sampai tak bisa jalan. Tapi Yati tetap bekerja, dia tak mau jadi pengemis.
“Biar ngesot saya harus kerja. Waktu itu katanya saya asam urat karena kelelahan kerja. Maklum sehari biasa jalan jauh. Ada kali sepuluh kilo,” akunya.
Juanda yang menjaga masjid Al Ittihad terharu saat Yati bercerita mimpi bisa berkurban lalu berusaha keras mengumpulkan uang hingga akhirnya bisa membeli dua ekor kambing.
“Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil,” gumamnya.
“Saya nangis, tidak kuat menahan haru,” ujar Juanda (50), salah satu pengurus Masjid Al Ittihad. Juanda menceritakan, Selasa (23/10), seorang pemulung bernama Maman datang ke Masjid Al Ittihad. Masjid megah ini terletak di kawasan elite Tebet Mas, Jaksel.
“Bawanya pakai Bajaj. Dia kasih dua ekor kambing untuk kurban. Dia bicara tegas, justru saya yang menerimanya tak kuat. Saya menangis,” kata Juanda.
Dua kambing itu ada di halaman masjid. Ada yang berwarna coklat dan putih. Kambing itu justru yang paling besar di antara kambing-kambing lain.
Dia menceritakan pengurus lain pun terharu mendengar cerita ini. Begitu juga jamaah shalat Idul Adha yang mendengar pengumuman lewat pengeras suara sebelum shalat.
Kisah ini menginspirasi bahwa sesepele apapun urusan kalau tidak diniatkan secara sungguh-sungguh tidak akan pernah tercapai. Demikian halnya, semula tidak ketemu nalar memikirkannya tersebab keterbatasan yang dimiliki, bila membulatkan niat dan diusahakan dengan mengerahkan kemampuan yang terbatas itu, disertai tekad tentunya tentu akan berhasil mewujudkannya. Pokoknya Man Jadda Wajada.  
n merdeka.com, Jumat (26/10).