Jamak, sebelum rangkaian salat Idul Adha
dilaksanakan, panitia kurban atau takmir masjid mengumumkan jumlah perolehan
hewan kurban dan nama-nama pengurban. Alhamdulillah tahun ini di masjid Ikhlas
Al-Azhar dekat rumah tempat saya bermukim ada 4 ekor sapi dan 4 ekor kambing.
Ada peningkatan dari tahun sebelumnya. Tahun ini, saya sekeluarga masih
menyelesaikan pelunasan utang akikah untuk anak kedua, tahun lalu anak pertama
dilunasi. Setelah lunas alhamdulillah baru meluruskan niat untuk berkurban
mulai tahun depan, semoga Allah SWT meluruskan niat hambaNya ini, aamiin ya
robbal 'aalamiin.
Jumat pagi (26/10) jamaah masjid Raya Al Ittihad,
Tebet Barat, Jakarta Selatan, sudah berkumpul di masjid untuk melaksanakan
salat Idul Adha. Sebagaimana biasa, sebelum salat Id dilaksanakan pengurus
masjid mengumumkan hasil perolehan hewan qurban yang diterima panitia. Ada
sekitar 27 sapi dan kambing yang diterima oleh panitia.
“Perlu kami umumkan, kambing yang terbesar justru
diberikan oleh seorang yang pekerjaannya pemulung. Beliau biasa berkeliling di
sekitar Tebet sini,” ujar panitia qurban melalui pengeras suara masjid.
“Setiap hari, beliau pula yang memberi makan kambing
tersebut,” kata pembawa acara.
Hampir seluruh jamaah salat terkesima mendengar
pengumuman itu. Saat memimpin salat, suara imam pun bergetar seperti menahan
tangis. “Hebat. Subhanallah,” gumam jamaah.
Pemulung itu menyerahkan kambing beberapa hari lalu.
Dia bernama Yati (55 tahun), yang sudah menabung susah payah untuk berqurban.
Wanita yang berprofesi sebagai pemulung ini mengaku sempat ditertawakan saat
bercerita seputar niatnya untuk berqurban.
“Pada ketawa, bilang sudah pemulung, sudah tua,
nggembel ngapain qurban,” cerita Yati.
Tapi Yati bergeming. Dia tetap meneruskan niatnya
untuk membeli hewan kurban. Akhirnya setelah menabung tiga tahun, Yati bisa
berqurban tahun ini.
Yati dan suaminya Maman (35 tahun) sama-sama
berprofesi sebagai pemulung. Pendapatan mereka jika digabung cuma Rp 25 ribu
per hari. Kadang untuk menambah penghasilan, Maman ikut menarik sampah di
sekitar Tebet. Tapi akhirnya mereka bisa membeli dua ekor kambing.
Masing-masing berharga Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Dua kambing ini disumbangkan ke
masjid.
“Saya nabung tiga tahun untuk beli dua ekor kambing.
Yang besar itu saya beli Rp 2 juta, yang kecil Rp 1 juta,” kata Yati di
rumahnya.
“Penghasilan sehari tak tentu. Seringnya dapat Rp 25
ribu. Dihemat untuk hidup dan ditabung buat beli dua kambing itu,” kisah Yati.
Yati membeli dua kambing itu di Pancoran. Maman yang
mengambil dua kambing itu dengan Bajaj dan memberikannya ke panitia kurban di
Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan.
Pasangan suami istri ini tinggal di gubuk triplek
kecil di tempat sampah Tebet, Jakarta Selatan. Tak ada barang berharga di
pondok 3×4 meter itu. Sebuah televisi rongsokan berada di pojok ruangan. Sudah
bertahun-tahun TV itu tak menyala.
Wanita asal Madura ini bercerita soal mimpinya bisa
berkurban. Yati mengaku sudah seumur hidup ingin berkurban. Dia malu setiap
tahun harus mengantre meminta daging. Keinginan ini terus menguat, saat Bulan
Ramadan. Yati makin giat menabung.
“Saya ingin sekali saja, seumur hidup memberikan
daging kurban. Ada kepuasan, rasanya tebal sekali di dada. Harapan saya semoga
ini bukan yang terakhir,” jelasnya.
“Pada bilang: apa tidak sayang, mending uangnya untuk
yang lain. Tapi saya pikir sekali seumur hidup masa tidak pernah kurban. Malu
cuma nunggu daging qurban,” beber Yati.
Yati mengaku sudah lama tinggal di pondok itu. Dia tak
ingat sudah berapa lama membangun gubuk dari triplek di jalur hijau peninggalan
Gubernur Legendaris Ali Sadikin itu.
“Di sini ya tidak bayar. Mau bayar ke siapa? Ya
numpang hidup saja,” katanya ramah.
Setiap hari Yati mengelilingi kawasan Tebet hingga
Bukit Duri. Dia pernah kena asam urat sampai tak bisa jalan. Tapi Yati tetap
bekerja, dia tak mau jadi pengemis.
“Biar ngesot saya harus kerja. Waktu itu katanya saya
asam urat karena kelelahan kerja. Maklum sehari biasa jalan jauh. Ada kali
sepuluh kilo,” akunya.
Juanda yang menjaga masjid Al Ittihad terharu saat
Yati bercerita mimpi bisa berkurban lalu berusaha keras mengumpulkan uang
hingga akhirnya bisa membeli dua ekor kambing.
“Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan
berhasil,” gumamnya.
“Saya nangis, tidak kuat menahan haru,” ujar Juanda
(50), salah satu pengurus Masjid Al Ittihad. Juanda menceritakan, Selasa
(23/10), seorang pemulung bernama Maman datang ke Masjid Al Ittihad. Masjid
megah ini terletak di kawasan elite Tebet Mas, Jaksel.
“Bawanya pakai Bajaj. Dia kasih dua ekor kambing untuk
kurban. Dia bicara tegas, justru saya yang menerimanya tak kuat. Saya
menangis,” kata Juanda.
Dua kambing itu ada di halaman masjid. Ada yang
berwarna coklat dan putih. Kambing itu justru yang paling besar di antara
kambing-kambing lain.
Dia menceritakan pengurus lain pun terharu mendengar
cerita ini. Begitu juga jamaah shalat Idul Adha yang mendengar pengumuman lewat
pengeras suara sebelum shalat.
Kisah ini
menginspirasi bahwa sesepele apapun urusan kalau tidak diniatkan secara sungguh-sungguh
tidak akan pernah tercapai. Demikian halnya, semula tidak ketemu nalar
memikirkannya tersebab keterbatasan yang dimiliki, bila membulatkan niat dan diusahakan
dengan mengerahkan kemampuan yang terbatas itu, disertai tekad tentunya tentu
akan berhasil mewujudkannya. Pokoknya Man Jadda Wajada.
n merdeka.com,
Jumat (26/10).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.