Hikmah
di Balik Musibah
“Siapa Menabur Angin, Akan Menuai Badai”
Kalimat kiasan ini sepertinya memberi penegasan, bahwa hukum “sebab akibat” itu
mutlak adanya. Kausa Prima. Siapa berbuat akan menanggung akibat dari apa yang
diperbuatnya. Jadi, tidak bisa dinafikan ada harga yang harus dibayar. Dan
seberapa murah atau mahal “harga” yang harus dibayar, terpulang pada seberapa
ringan dan berat akibat yang timbul dari apa yang diperbuat.
Demikianlah yang dirasakan warga Desa
Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Bermula
dari ‘canda dalam goda’ oleh bujang Balinuraga (beretnis Bali) terhadap gadis
desa Agom (beretnis Lampung) yang sedang nyore
ke Desa Balinuraga. Akibat digoda, kedua gadis yang berboncengan sepeda motor
itu tidak bisa menguasai liarnya kemudi sehingga terjatuh dan menimbulkan luka.
Seberapa parah luka dan seberapa dahsyat godaan itu? Entahlah! Yang jelas dari
sini ‘angin ditebar’ dan siapa menyana akan ‘menuai badai’ sebab tak tebersit
sedikit pun dalam pikiran ‘hanya’ oleh ‘canda dalam goda’ akan ada bencana
melanda.
Sesampai di desanya kembali, kedua gadis
itu melapor kepada pihak keluarga, bahwa tadi digoda bujang Balinuraga dan terjatuh sehingga luka. Berawal kisah melapor itulah, membuat emosi di hati
orang tua gadis tersebut mendidih. Sebagai orang Lampung yang memegang teguh 5
falsafah hidup, piil-nya terusik. Seberapa
lebay laporan itu? Entahlah! Yang
jelas akibat yang ditimbulkannya dahsyat luar biasa. Atas nama piil dan sakay sambayan, warga Desa Agom menyerang Desa Balinuraga. Jatuh
korban jiwa dan rumah hangus dibakar.
Dari banyak amatan, ‘canda dalam goda’
hanyalah peletik emosi yang telah lama mereka rawat. Emosi yang dipicu berbagai
sebab. Konon karena ada kecemburuan sosial dari suku Lampung terhadap suku Bali yang derajat
kesejahteraannya lebih tinggi dibanding mereka. Sementara suku Bali itu
hanyalah pendatang lewat program transmigrasi. Sedang mereka sebagai penduduk
pribumi di tiyuhni merasa tertinggal.
Cemburu pada pihak lain yang sukses
sah-sah saja, tapi hendaknya ditelusuri apa faktor yang menyebabkan mereka
sukses. Orang Bali itu jauh-jauh didatangkan, mana mungkin mereka hanya akan
berdiam diri. Dalam hati mereka tentu saja ada niat untuk sukses. Nah, jalan
yang harus ditempuh untuk menggapai sukses itu tak lain adalah harus dengan
cara bekerja keras. Terbukti suku Bali di mana pun mereka ditransmigrasikan,
tidak hanya di Lampung, di Kalimantan pun mereka sukses. Jadi, kesuksesan yang
mereka capai lewat kerja keras layakkah dicemburui?
Tetapi, hal yang tak bisa diabaikan adalah
selalu ada hikmah yang dibawa oleh musibah yang dialami. Atas musibah yang
melanda warga Bali di Desa Balinuraga, simpati datang dari mana-mana, berbagai
bantuan dihimpun untuk disalurkan. Lebih-lebih pemerintah Provinsi Bali dan
Kabupaten di mana warga Balinuraga itu berasal menghimpun kekuatan untuk
memberikan bantuan baik moril maupun materiil. Di Denpasar ada simpati lewat
unjukrasa yang digelar mengutuk kejadian amuk massa oleh warga Agom.
Di Salatiga, pada Minggu, 4 November 2012 Gereja Kristen Jawa (GKJ) Sidomukti bersama dengan GKI Salatiga melalui Paduan Suara Pisungsung Choir dan Paduan Suara Magnificiat bersama dengan Paduan Suara Anak SD Kristen III Salatiga, menyelenggarakan Konser Amal untuk membantu para pengungsi di Way Panji. Ibadah yang dipimpin oleh Ibu Pdt. Amalia Lalenoh, mengajak seluruh warga jemaat untuk terus peduli pada sesama yang sedang mengalami kesusahan.
Puji-pujian yang dipersiapkan sangat apik dan serius ini membuat yang hadir turut merasakan kuasa kehadiran Tuhan nyata di tengah-tengah jemaat. Ibadah penutup Persekutuan keluarga di Bulan Keluarga GKJ Sidomukti yang biasa disebut dengan purnama tersebut diakhiri dengan jamuan kasih sederhana di halaman gedung gereja. Inilah wujud kepedulian dan solidaritas dari kalangan jemaat gereja.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama Ibu Lis Purnomo Yusgiantoro memberikan bantuan kepada masyarakat Lampung Selatan pascakonflik sosial yang terjadi pada bulan Oktober yang lalu. Bantuan ini diharapkan dapat memberikan semangat dan motivasi bagi warga masyarakat Kabupaten Lampung Selatan khususnya Kecamatan Way Panji.
Puji-pujian yang dipersiapkan sangat apik dan serius ini membuat yang hadir turut merasakan kuasa kehadiran Tuhan nyata di tengah-tengah jemaat. Ibadah penutup Persekutuan keluarga di Bulan Keluarga GKJ Sidomukti yang biasa disebut dengan purnama tersebut diakhiri dengan jamuan kasih sederhana di halaman gedung gereja. Inilah wujud kepedulian dan solidaritas dari kalangan jemaat gereja.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama Ibu Lis Purnomo Yusgiantoro memberikan bantuan kepada masyarakat Lampung Selatan pascakonflik sosial yang terjadi pada bulan Oktober yang lalu. Bantuan ini diharapkan dapat memberikan semangat dan motivasi bagi warga masyarakat Kabupaten Lampung Selatan khususnya Kecamatan Way Panji.
Pemberian bantuan dan kunjungan Menhan
ke Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan tersebut merupakan bagian dari
rangkaian kegiatan bhakti sosial Kemhan bersama Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhannas) dan Alumni Kursus Reguler Angkatan XXV Lemhannas serta Panitia Natal
Nasional 2012.
Bhakti sosial ini diselenggarakan dalam
rangka hari Bela Negara Tahun 2012 yang diperingati setiap tanggal 19 Desember.
Selain itu kegiatan bhakti sosial Kemhan tersebut juga dilaksanakan bersamaan
dengan kegiatan bhakti sosial Panitia Natal Nasional 2012.
Menurut Purnomo Yusgiantoro, hari Bela
Negara diperingati setiap tahunnya pada tanggal 19 Desember dimaksudkan
untuk menggugah setiap insan di tanah air Indonesia untuk mencintai tanah
airnya dan tetap bersama-sama hidup dalam keanekaragaman baik keanekaragaman
suku, agama, ras dan golongan.
“Kebersamaan dalam keanekaragaman suku,
agama, ras dan golongan di Indonesia sudah berjalan berpuluh-puluh tahun dan
itu harus dipertahankan. Sungguh indah kehidupan di tanah air Indonesia
tercinta apabila Bhineka Tunggal Ika bisa tetap dijalankan bersama–sama seluruh
masyarakat di Indonesia,” ujar Purnomo.
Lebih lanjut Purnomo Yusgiantoro
mengajak warga Lampung Selatan untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang
harmonis. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu yaitu dengan memupuk rasa
persatuan dan kesatuan bangsa, serta rasa nasionalisme.
Dengan banyaknya bantuan yang mengalir
ke warga Balinuraga sebagai korban konflik, baik yang diberikan pemerintah
Provinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan maupun oleh para pihak yang
bersimpati, lebih-lebih oleh pemerintah Provinsi Bali, maka yang paling
diuntungkan sesungguhnya warga Balinuraga.
Kehilangan harta benda akibat rumah dibakar membuat
mereka syok dan trauma berat. Tetapi, berkat dorongan moril dan materiil dari
masyarakat Bali yang ada di Lampung dan di Pulau Dewata, membuat mereka
terdongkrak semangatnya untuk meneruskan kehidupan di desa yang telah porak poranda.
Melimpahnya bantuan dan simpati, ‘mengundang’ kecemburuan dari warga Desa Agom
yang sebenarnya bisa juga dikatakan sebagai “korban” dari konflik yang terjadi.Warga desa Agom dengan menunggang truk akan melakukan penyerangan terhadap warga desa Balinuraga. |
Warga desa Balinuraga dengan membawa golok dan senjata lainnya siap menyerang warga desa Agom. |
Soempah Batoe
Ampai rani Minggu pagi
nambi “Soempah Pemoeda” tibaca luwot
Tengah bingi kaban
sanak ngura rik ragah injukni keliwat marah
Derap langkahnya menderu, di genggaman mereka terkepal batu
Wajah memerah memendam amarah, menahan “sumpah serapah”
Di pinggang terselip klewang, parang, pedang, siap ditebaskan
Riuh suara rapal caci maki, di tangan terhunus belati siap
melukai
Bambu runcing dan payan-payan teracung siap dihunjamkan
Karom, ribuan jalma jak pekon Agom nyerang pekonni
jalma Bali
Andah tesinggung, piil pesenggirini mak dihargai ulun
Balinuraga
Way Panji, menjelma ladang persemaian laga mengetam nyawa
Balinuraga, menjelma lautan api, melahap habis apa yang
dijilatinya
Luluh-lantah rata, apa daya air mata tak kuasa memadamkannya
Sedu sedan merasa kehilangan, semua hasil usaha menjelma
bara
Tak ada yang tersisa, pakaian pun tinggal yang melekat di
badan
Aguy, alang mahalni rega harus tibayar negakkon
piil pesenggiri
Piil, ya piil, apike dilom ngejunjungni kuti harus jadi pembunuh?
Ada kesenjangan tak disadari pemimpin, melahirkan
kecemburuan
Ada dendam terperam, terpicu hasutan, lalu pecahlah
pertikaian
Konflik yang terakumulasi, coba diselesaikan lewat amuk
massa
Nyawa badan, nyawa rohani seperti tak ada harga, mati
sia-sia
Amis darah dan bau jasad terbakar menyengat mencekam suasana
Ki aga tilapahi, mak pira biak ngejunjung rasa “saling ngehargai”
Kuncini paham adat
ulun, hormati rik pegung jadi adat
hurik jejama
Bukankah nenek moyang kita mewariskan jimat dan
mewanti-wanti
Agar jimat itu dipakai: “di mana bumi dipijak, di situ
langit dijunjung”
Hendaklah memahami pentingnya hidup rukun, bersama
berdampingan
Saling menghormati, adat istiadat dijaga, jangan sekali
dipermainkan
Itulah keniscayaan kalau hendak merasakan nikmatnya
kehidupan
Ana kerusuhan radu
terjadi. Biak rik sakik rasa ki haga
nyandangni
Kidang payu, ana gawi radu. Kantu dacok jadi pelajaranan introspeksi
Perdamaian dan islah, itu pilihan jalan yang paling baik
untuk ditempuh
Dan, mereka yang bertikailah sesungguhnya paling patut menempuhnya
Bukan tokoh apapun, yang tidak tahu persis apa persoalan
sebenarnya
Kalau tokoh yang berdamai, tak akan menyentuh esensi
sesungguhnya
Terlihat damai di atas tapi di bawah sana masih setia
merawat kesumat
Ganta perdamaian
tegakko rik tilapahi. Sapa juga dang
mungker lagi
Laju jak seno, dang nihan mudah tikena jama hasutan jak
kanan-kiri
Bahwa, “damai itu indah” siapa pun tahu. Tapi, hakikatnya
seperti apa
Kita memercayai ajaran Tuhan, menyuruh hamba-Nya saling
mengasihi
Tuhan yang kita puja sama, tapi kita namai Dia dengan
sebutan berbeda
Kita duduk sama rendah di hadapan-Nya, tapi karena ego yang
berbeda
Jadilah ada garis yang hilang di antara kita, memutus rantai
persaudaraan
Sai ngerasa salah
lapang hati kilu mahap. Bujanji mak
ngulang kesalahan
Sai dikilui mahap
ikhlas ngemahapko tian, dang
ngehambat perdamaian
Saling memaafkan, itulah kunci pembuka pintu utama rumah
kedamaian
Tak bisa memaksakan kehendak menjatuhkan tuduh pada satu
pihak
Bahwa benar dan salah berbeda tipis, karenanya perlu kacamata
tebal
Agar bisa menatap dan menyimpulkannya dengan adil, tanpa
prasangka
Ini penting untuk menata kehidupan ke depan, sebab itu yang
utama
Saling ngemahapko
kesalahan rik tokko jaoh hasut dingki jak lom hati
Kelajuni, lapah beguai jejama ngelanjutko kehurikan sai lebeh betik
Puing-puing kesalahan mari kita singkirkan, jangan lagi
dipelihara
Kalau masih bersemayam di hati, tak ubahnya bagai bara dalam
sekam
Suatu waktu bila ditiup provokator akan membesar menyulut
prahara
Seperti yang terjadi kemarin, sebenarnya adalah kesalahan
bersama
Jadi, tak ada satu pihak pun yang paling berhak menetapkan
klaim
Aguy, alang sakikni punyandangan. Seragam sekula rik buku mutung
Padahal seno sarana
ngelanggarko martabat. Sanak miwang
lom hati
Kalau otak sudah mampat, siapa yang bisa berhitung secara
tepat
Harta atau nyawa, bukan merupakan pilihan berdasar hasil
kalkulasi
Apapun jalan hitungannya, tak peduli diutak-atik jalan
mencongak
Tabiat congkaklah yang muncul, membuat tatapan nanar segala
mata
Lalu terjadilah malapetaka, entah harta entah nyawa tak lagi
berharga
Sai haga ratong, mak ngidok cara barehni selain ngenjaga
kesepakatan
Sesungguhni ram ji
muari, jak sai apak sai kelabai: Adam rik Siti Hawa
Hanya dibedakan suku, itu menyangkut di mana kita dilahirkan
belaka
Bukan semata-mata karena berbeda suku, sah bagi kita
memusuhinya
Justru berbeda itu membuat makin eratnya jalinan tali
persaudaraan
Bukan mengkotak-kotakkan, bukan memicu tercabiknya kerukunan
Di situlah indahnya Indonesia, dianugerahi etnis yang
beragam rupa
Lapah ram jejama
budu’a bukilu jama Tuhan niakko berkah jama ram
Ram Muslim basuh culuk
sai telanjor kamak kena rah, lapah
mit masjid
Mari kita tersungkur sujud, akui kesalahan telah menumpahkan
darah
Sungguh Allah sangat murka terhadap hamba-Nya yang berbuat
dosa
Tapi, atas kemurah-hatian-Nya, ampunan senantiasa Dia hamparkan
Istighosah qubro. Perbanyak istighfar, mohon dibuka pintu ampunan
Bersihkan hati yang dicemari karat hasut dengki dan iri
mencemburui
Larunglah kesalahan,
ngilu Tuhan nuntun hati dilom hening
(embang)
Umat Hindu mit
Pura-Pura, tunggai Tuhan Sang Hyang
kilu ampunan
Mari pulanglah ke Pura, cari vibrasi kesejatian dari Parama
Shanti
Betapapun mereka nyama
selam, tak usah membuat sakit dipendam
Nanti mereka kembali lagi pada pemahaman, tak ada guna
bertikai
Dan menyadari, sebenarnya banyak berkah dari keberadaan
orang Bali
Bagini jalma Bali,
kekerasan lain nihan pakaianni tian
serani-rani
Cuba luleh wisatawan
sai ratong mit Bali, api kidah sai
disepok tian?
Betapa Bali dikagumi dunia karena terjaganya kultur
kedamaian
Ketika bom teroris meledak, dunia menatap kagum ke Pulau
Bali
Bukan karena batu yang dilemparkan ke rumah ibadah orang
lain
Tapi, karena keluasan pandangan dan kedalaman sikap orang
Bali
Kasih sayang lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan hawa
nafsu
Ram hurik pagun salah,
sebab manusia. Induh ki radu jadi Malaikat
Sungguh mak patut
ngaku benor tenggalan, ulun bareh
salah unyin
Dualitas: benar-salah, baik-buruk, bersih-kotor,
pribumi-pendatang
Janganlah dibuat sebagai pengukur dalam meletakkan landasan
moral
Itulah sebab orang mencari pembenaran dalam melakukan
kesalahan
Perbedaan itu rahmat Tuhan, maka jadikanlah kekuatan
menerangi
Demikian halnya kejahatan, dia pembanding bagi indahnya
kebajikan
Ngapi ngeba kesalahan
sepele, sampai ngelebonko harta rik
nyawa
Bulajar arif ngeliak
persoalan jak hati rik rasa, dang
liwat emosi
Tak salah tetua di Jawa sejak ribuan tahun lampau telah
meramalkan
Kelak akan datang zaman di mana kekerasan jadi suatu hal
yang biasa
Sesungguhnya itu kekhawatiran nenek moyang terhadap
keturunannya
Bahwa kekerasan itu begitu menakutkan, akan menghantui siapa
saja
Apakah dia miskin atau kaya, apakah dalih kekuasaan ataupun
agama
Bandar Lampung, Senin, 29 Oktober
2012 | 20:28
Terpublikasi di LAMPUNG EKSPRES plus | Sabtu, 24 November
2012 |
Semangat yang Tersisa
Kusesui-sesui dipa
nihan salahni nunda tian Agom nyerang warga Bali
Rupani anjak laporanni
sanak muli Agom diguda meranai Balinuraga
Sanak ngura rik ragah
pekon Agom ngatur rencana ngelakukon serangan
Kanjak dibi rencaka
tisepakati, “kanah bingi ram bugerak
barong bukaban”
Usung api ya juga sai
wat di lamban, api ke cembatuk, pedang, samurai
Ki mak wat usahako
nginjam, pokokni ngusung senjata
ngasi kipak batu
“Itulah kisah terjadinya amuk massa, bentrok antardesa Way
Panji”
Repa cerita, angkah tiguda meranai kok muli ruwa sina
jadi ngelapor?
Ruwa sanak muli pekon
Agom manjau midang mit pekon Balinuraga
Biasalah sanak remaja
ganta, kok dibi-dibi tian midor cakak
motor
Waktu teliyu di repong
meranai, muli ruwano diguda oleh
meranai sia
Induh repa, apike gugup sehingga tian ruwa tehumbak tiak
jak motor
Sampai lamban tian
ruwa cerita bahwa, jeno diguda
meranai Balinuraga
“Beranjak dari sini cerita lalu menyebar dengan berbagai
versi”
Nyak tanda tanya, sepa cerita sai paling benor. Versini bumacom-macom
Ruwa sanak mulino
diguda sehingga gugup motorni oleng tian ruwa tiak
Sanak muli ruwano
tehumbak, ratong meranai Balinuraga
haga nulung
Halok semula memang
temon niat haga nulung, kidang wat
kesempatan
Jadi niat tulus
berubah jadi kesempatan nyulik rik nowel-nowel cutik
Atau sebenorni angkah
kesenggol mak senghaja, dianggap tian
pelecehan
“Begitulah kisah yang memicu amuk massa, dan menuai nyawa”
Kusesui-sesui api
kelajuanni seradu jak bentrok antardesa di Way Panji
Mati karom, sanak
ngura rik ragah Agom nyuwah pekon Balinuraga
Pira lamban hangus
jadi hambua, pira jasad tipanggang
hurik-hurik
Pira muneh jalma
sekadar katan ngutahko rah betebaran di rang laya
Ngerasa rabai bentrok
susulan, pekon Balinuraga tikosongko
Sunyin wargani tiatot
ngungsi mit Sekula Pelisi Negara di Kemiling
“Dahsyatnya amuk massa, penguasa dibuat tak berdaya”
Kusesui-sesui di Way
Panji sai kutunggai mangi injuk pekon mati
Sunyin warga ngungsi
ngehindar kantu ratong serangan lebeh parah
Kuliak tian di
pengungsian. Aguy, aguy, alang malang nasibni badan
Hilian way mata radu
bela, hiwang radu leju, angkah tinggal buatui
Mati sakik ngeliak
pekon tibangun butahun-tahun, bela
mutung sia-sia
Gara-gara persoalan
sepele sampai nelon kurban harta rik nyawa
“Kalau cara pandang dan sikap telah rusak oleh kedunguan”
Ruka sinji alangke
mudahni ulun numpokko kemarahan
Bumula anjak cerita
sai versini bukembang, nyimpang jak
sebenorni
Titambah-tambahi atau
tikurangi. Wat nambah, wat muneh lebon
Bahko informasi kung
jelas nihan, marah randu mena
memuncak
Reno mula marah mak
kenyin padom ki makkung tilampiasko
Ngelampiasko marah sai
memuncak rupani bumacom muneh carani
“Masihkah ada: hati boleh panas, tapi kepala tetap dingin!?”
Nayah ulun lebon rasa
belas kasihni andah ego sai nyadang
Cara ngeliak, cara bupiker rik ngakuk sikap injuk jalma
buyan
Ngeba buyan, andah ngerasa benor diwik sai bareh salah
unyin
Penyakik ngerasa
paling pintor, paling kuasa, paling
bijaksana
Sehingga ngeliak
persoalan gegoh kuda sai tipakaiyi kacamata
Alhasil persoalan
lunik tibalak-balakko, sai balak
tisepeleko
“Sikap menggampangkan jadi budaya baru di masyarakat”
Repa pai cara kenyin
ego sai wat lom hati ram dapok tilunikko
Jak awal dang pernah
naganko ia tuwoh sampai akhirni mubalak
Lebeh-lebeh tipupuk
pakai rasa cemburu, dingki, rik busuk hati
Dang muneh titaganko
ke wat ulun bareh aga nyiramko hasutan
Ki rajin ngelunikko
ego sampai akhirni lebon jadi rasa balak hati
Ampai ram dapok nuwohko
rasa kasih sayang jama ulun sebareh
“Begitulah cara membawa pencerahan yang didambakan”
Ulun sai ngerasa
tercerahkan, cutik ia mak ngerasa
kalah
Kipak dihantam
serangan amuk massa rik tikalahko
Sebab di lom hati
lunikni radu saka bersemayam ruh kebajikan
Kipak sakik badan
kidang lapang dada nerima api sai dialami
Senolah sai kuliak di
pancaran mata jalma Bali di pengungsian
Lalang waya, gurau rik rasa optimis akan kehurikan
selanjutni
“Betapa mengagumkan kedalaman sikap yang mereka punya”
Jalma Bali sai ngedok
jiwa seni tinggi, panjak nihan di
sikapni
Dilom ngukir patung,
seolah-olah tian memaksa kayu jadi kalah
Padahal sai diguwaiko
tian angkah ngebentuk rik ngehalusko
Akhirni di balik
kekalahan kayu, menjelma karya
bernilai seni
Renolah, segala gerak
hurikni tian mak tilepas jak landasan seni
Dilom nerima kekalahan
goh tian mengedepankan kebesaran jiwa
“Memang diperlukan seni dalam menghidangkan kemuliaan”
Falsafah perang bagini
jalma Bali, mak lain tekad sampai
menang
“Pantang mulang ki
makkung menang,” patokan kuat
dipegung tian
Kidang perang lom reti
sesungguhni. Sehadap-hadapan secara
bakas
Apilagi ke masalahni
mempertahanko harga diri. Tekadni
tian bulat
Liak Tari Legong. Sai nyeritako sejarah perang ngelawan
penjajah
Saking jiwa senini
tian tinggi, perang diekspresiko
dilom bentuk tari
“Tapi, kalau diserang secara tiba-tiba. Siapapun pasti akan
kalah”
Di jaman ganta ulun
hiruk pikuk nyepok cara repa kenyin menang
Mak peduli jalan api
ya juga sai ditempuh mencapai kemenangan
Segung kanan, tampar kiri, jujun tiakko, ilik di bah,
belak di atas
Mati liyom ki sampai
kalah, apilagi ki sampai ngegadaiko
harta
Bagini jalma Bali,
mak api lamban mutung asal kebun maseh
wat
Retini harta benda
maseh dapok tisepok, maseh wat
peluang pulih
“Namun, selama masih tersisa semangat, kehidupan akan cerah”
Kacah sakik hatini
tian, bela harta benda andah lamban
kena suwah
Kidang semangat sai
maseh tersisa ditambah keguyub-rukunan tian
Warga Balinuraga balak
kehaga ngulohko kejayaan ekonomi sai bela
Sarana tisedia: wat
kebun rik sabah. Tinggal ngerasko
niat rik usaha
Mak ngidok guna
tegambuy lom hiwang. Meratapi sakikni
penderitaan
Anakni tian butuh
biaya untuk sekula, sebab pengetahuan
lebeh buguna
“Optimis menatap masa depan. Itulah obat mujarab penyembuh
luka”
Balak kehaga rik keras
niat buusaha aga ngulohko kejayaan ekonomi
Senolah nunda tian mak
aga saka-saka buhinip tinggal di pengungsian
Repa juga pokokni
mulang mit pekon. Gageluk aga
ngerubah nasib
Kipak pekon
porak-poranda, lamban-lamban mutung, barang
hancor
Rasa kahut jama anak
umpu. Seno jadi pemompa semangat
berubah
Kipak sarana belajarni
tian bela. Kericop matani tian tajom
berbinar
“Bahwa di tatapan mata anak-anak itu mereka melihat sinar
kekuatan”
Bandar Lampung, Senin, 29 Oktober
2012 | 21:14
Terpublikasi di LAMPUNG EKSPRES plus | Sabtu, 1 Desember
2012 |
Dalam Keluasan Pandang
Sesungguhnya siapa yang jadi korban amuk massa Way Panji?
Semua korban. Warga Agom korban, warga Balinuraga korban
Begitu. Kalau mau memandang konflik dari sisi kemanusiaan
Tapi, apakah para pejabat dan tokoh yang hilir mudik di sana
Tahu persis tentang ini. Atau sekadar hiruk-pikuk
kebingungan
Tak tahu banyak persoalan, tak juga tahu mesti berbuat apa
Sesungguhnya apa yang jadi pangkal soal terjadinya konflik?
Banyak soal. Bukan hanya kecemburuan sosial, bukan SARA
Begitu. Soal itu terakumulasi dari konflik-konflik
sebelumnya
Karena tatanan sosial tidak dikelola menjadi lebih produktif
Membuahkan potensi konflik yang aktual. Siap pecah kapan
saja
Bila mengalami eskalasi, terjadilah konflik baru yang lebih
seru
Siapa korban. Sesungguhnya, ini yang perlu dilacak ke
akarnya
Agar ketemu sumber masalah sebenarnya. Bukan dikaburkan
Bahwa warga Agom korban. Warga Balinuraga juga korban
Tidak bisa dinafikan. Sebab merekalah yang berkonflik
Karena itu, merekalah yang seharusnya menegakkan perdamaian
Penguasa dan tokoh cukup jadi mediator. Harus berlaku adil
Ide besar tentang perdamaian. Ditempuh dengan rekonsiliasi
Warga Agom, warga Balinuraga, keluarga korban, dan uspida
Duduk sama-sama menjalankan proses rekonsiliasi tersebut
Tak ada pilihan jalan lain selain berdamai, dan kembali
rukun
Rasa kemanusiaan kedua belah pihak harus dipulihkan segera
Uspida harus
menjamin adanya kesamaan di kemudian hari
Mungkin ada rasa “diperlakukan tidak sama” yang mengganjal
Baik dalam perasaan warga Agom, maupun warga Balinuraga
Hendaknya dipunah-habiskan. Agar kecemburuan terhapus
“Jiwa yang terluka” akibat traumatis berat yang mereka alami
Terutama oleh anak-anak dan kaum perempuan. Pulihkan!
Jangan dibiarkan terlalu lama mereka menanggungkannya
Kerugian material yang diakibatkan prahara membabi buta
Baik secara swadana maupun ditanggung renteng bersama
Adalah tugas pemerintah untuk mengupayakan fasilitasinya
Mobilisasi dana dari parapihak hendaknya tersalur
seluas-luasnya
Demi kembali tegaknya rumah-rumah yang hangus dibakar
Tak lain tujuannya demi kelangsungan hidup selanjutnya
Dalam keluasan pandang kita melihat konflik dari sudut
manapun
Yang terlihat adalah para korban dengan segala penderitaannya
Lalu siapa yang rugi? Semua yang terlibat ternyata
mengalaminya
Korban menderita kerugian secara material itu sudah barang
tentu
Yang melakukan penyerangan pun tak serta merta merasa menang
Sesungguhnya dalam hati kecilnya terselip “perasaan bersalah”
Perasaan bersalah itu akan jadi kenangan pahit sepanjang
hidupnya
Hanya saja, terkadang orang keblinger oleh hiruk-pikuk hasut massa
Sesungguhnya tak tahu persoalan sebenarnya, ikut-ikutan
histeria
Dalih piil,
kesukuan, agama, kebersamaan, atau entah apa namanya
Padahal semua itu absurd.
Tata nilai yang dibuat hilang, itu sejatinya
Karena Pancasila telah dipendam dalam-dalam dan tak lagi
diziarahi
Bandar Lampung, Selasa, 30
Oktober 2012 | 08:48
Terpublikasi di LAMPUNG EKSPRES plus | Sabtu, 8 Desember
2012 |
Lubang Hitam Tragedi
Siapa keluar sebagai korban dalam setiap tragedi?
Air mata siapa paling mengalir di barak pengungsi?
Anak-anak dan kaum perempuan, kalian tak sadari!
Karena energi kalian habis mengumbar caci-maki
Akal pikiran waras kalian mampet tersumbat emosi
Hawa nafsu kalian pun silau oleh tajamnya belati
Untuk secepatnya membuat lubang-lubang misteri
Di tubuh-tubuh musuh yang tak satu pun menyadari
Bahwa tubuhnyalah yang kemudian dituju sang belati
Mungkin bayi-bayi masih bisa menghibur diri sendiri
Dengan racau suaranya yang tak seorangpun memahami
Meski di lubang susu ibunya hanya tertinggal ASI basi
Tersebab ransum makan jatah konsumsi hampir basi
Tak lagi memenuhi standar gizi, karena hanya mi
Yang tak mengerti, tak juga menghendaki tragedi
Hanya pasrah menerima apa yang tak bisa dihindari
Sambil mencatat dalam ingatan dan imajinasi
Apa yang kelak akan jadi lubang hitam dalam hati
Lubang hitam di hati, melahirkan perih begitu ngeri
Setiap kali mata melihat lagi bekas hunjaman belati
Ingatan terngiang ulang deru langkah orang berlari
Mengejar mimpi menjadi seorang paling gagah berani
Bila berhasil menikam musuh dengan sadis tak terperi
Sebab amis darah baginya wangi bagai kembang melati
Itulah sebab jenazah dikalungi dengan roncean melati
Hanya sekedar menyegarkan amis darah tak terciumi
Para pengantar di tempat upacara pemakaman nanti
Bandar Lampung, Selasa, 30
Oktober 2012 | 09:18
Terpublikasi di LAMPUNG EKSPRES plus | Sabtu, 8 Desember
2012 |
Kredibilitas itu Mahal, Coy!
Jangan pernah menduga hanya korban konflik yang paling
merugi
Pemimpin Daerah pun merasa rugi. Secara politis dan material
Secara politis, dia dipandang tidak berhasil mengelola hajat
hidup
Bahwa keragaman yang ada di lapisan bawah masyarakatnya
Sumber kekuatan bagi kepemimpinannya. Bila tahu tentang itu
Dan penuh kemauan mengelolanya secara sungguh-sungguh
Bisa juga sumber kelemahan. Bila tak tahu, dan tak pula mau
tahu
Begitu saja mengabaikannya dengan rasa seperti tak ada beban
Hanya bekerja seperti tanpa program dan skala prioritas yang
tepat
Yang terjadi, apa yang dia perbuat seperti tak membawa
manfaat
Karena tak terlihat jejaknya secara nyata wujud dan peruntukannya
Tak juga dinikmati masyarakat, sehingga mereka merasa
bahagia
Jangan pula menduga rakyat hanya diam menerima apa adanya
Dalam hati mereka menyimpan azimat mantra mandraguna
Lalu memberikan nilai untuknya: “telah gagal dalam
memerintah”
Secara material, apapun bentuk kerugian yang diderita korban
Harus diselesaikan dengan ketersediaan anggaran ekstra besar
Artinya harus memperbesar nilai rupiah dalam APBD Perubahan
Harus memancing kebesaran hati mereka yang bersafari dan
berdasi
Yang mendakwa dirinya “wakil rakyat” tapi hanya sebutan
belaka
Sejatinya hanya mewakili “diri sendiri, anak-istri, dan para
kroni”
Dengan mereka harus diperjuangkan posisi tawar yang ruwet
Bargaining mulur mungkeret dalam rapat agar APBD-P disetujui
Baru dana bisa dicairkan untuk kepentingan rekonstruksi
kerugian
Harus pula menyentuh keseluruhan korban secara adil dan merata
Demi menghindari peluang timbulnya kecemburuan sosial baru
Yang akan melahirkan sumber konflik berpotensi lebih dahsyat
Karenanya, keniscayaan dalam menegakkan sebuah pemerintahan
Harus pandai-pandai mendudukkan persoalan dan menyikapinya
Memang mahal tarif sebuah “kredibilitas dalam kepemimpinan”
Bandar Lampung, Selasa, 30
Oktober 2012 | 10:22
Terpublikasi di LAMPUNG EKSPRES plus | Sabtu, 8 Desember
2012 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.