Selasa, 26 November 2013

Rolling Guru Penting Agar Siswa tak Bosan

Hingga saat ini, masih banyak anak usia sekolah di pelosok Indonesia yang belum merasakan pendidikan. Penyebabnya, fasilitas yang minim dan ketiadaan guru.
Ketidaknyamanan tinggal di daerah terpencil menjadi alasan utama mengapa guru-guru Indonesia tidak berminat mengajar di pelosok Tanah Air. Padahal, anak Indonesia di daerah tersebut memiliki hak yang sama dengan siswa Indonesia lainnya.
Menurut Rektor Universitas negeri Jakarta (UNJ) Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, persebaran guru di Indonesia memang tidak merata. Guru berlebih di wilayah perkotaan. Sementara di pedesaan, jumlah guru masih kurang.
“Ketika kita ingin memeratakan persebaran ini dengan memindahkan guru di kota ke desa, banyak tantangan. Banyak guru kota yang tidak siap hidup di desa. Termasuk soal kesejahteraan,” kata Bedjo.
Bedjo menilai, hal terpenting dalam urusan pemerataan guru di Indonesia adalah kesiapan pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan guru. Masalah ini lalu dicoba diselesaikan pemerintah melalui kebijakan tunjangan sertifikasi bagi guru-guru PNS maupun swasta yang yang tersertifikasi. Besar tunjangan sertifikasi ini adalah sama dengan gaji pokok sebulan.
“Saya pikir, kalau kesejahteraan guru baik, mereka akan siap ditempatkan di mana saja,” tambahnya.
Ke depan, ujarnya, pemerintah harus bisa memeratakan persebaran guru ini dengan rolling. Konsep rolling ini bisa berupa penugasan lima tahun di satu daerah, lalu lima tahun berikutnya di daerah lain.
“Rolling guru ini juga penting bagi anak didik sehingga perkembangan mereka lebih dinamis dan tidak menghadapi guru yang itu-itu saja,” ungkap peraih gelar Doktor Manajemen Pendidikan dari UNJ ini.
Lalu daerah-daerah yang kekurangan guru diatasi dengan program Sarjana Mengajar di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Program ini mengirim guru-guru yang baru lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ke daerah-daerah pelosok Tanah Air.
Selama setahun, para guru SM-3T mengajar di daerah tersebut. Kemudian, dua minggu sebelum masa penugasan usai, mereka ditarik untuk diganti guru baru. Skema ini terus digilir sehingga kekurangan guru di daerah terpencil bisa teratasi.
“UNJ mengirim guru-guru di antaranya ke perbatasan Timor Timur, Sangirta Laud, perbatasan Filipina dan Nunukan,” imbuh Bedjo.
Para guru SM-3T ini juga mendapat gaji yang layak. Setelah masa tugas satu tahun usai, mereka mendapat sertifikat dan bisa mengajar di daerah mana pun yang mereka inginkan.
Mendidik calon pendidik tidaklah mudah. Perlu sistem pendidikan yang tepat agar para calon pencetak generasi muda bangsa menjadi manusia cerdas dan berkepribadian.
Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone | Senin, 25 November 2013 | 20:14 wib |

Jadi Guru itu Bisa Sejahtera

Orang bilang, jadi guru itu enggak enak. Gaji kecil, kesejahteraan minim. Tapi itu dulu. Memilih profesi guru di zaman sekarang sebenarnya cukup menjanjikan. Betapa tidak. Ditilik dari penghasilan, seorang guru bisa membawa pulang belasan juta rupiah dalam sebulan. Jadi, enggak ada lagi istilah gaji guru kecil dan kesejahteraannya minim.
Hal itu diungkapkan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Bedjo Sujanto M.Pd kepada Okezone. Menurut Bedjo, profesi guru kini kian banyak dilirik anak muda. Dia mengilustrasikan, ada lebih dari 35 ribu pemilih UNJ pada SNMPTN dan SBMPTN lalu. Padahal, yang diterima hanya 5.500 orang, 4.000 orang di antaranya adalah para mahasiswa calon guru.
“Salah satu faktor pendorongnya adalah janji pemerintah untuk memberikan tunjangan sertifikasi guru untuk guru negeri maupun swasta. Ke depan, profesi ini masih menjanjikan. Kaya mungkin tidak, tapi cukup,” ujar Bedjo.
Sertifikasi guru memang menjadi salah satu cara pemerintah meningkatkan kualitas tenaga pendidik Indonesia. Target pemerintah, tiga juta guru di seluruh Indonesia tersertifikasi. Kemudian, para guru yang tersertifikasi itu lah yang berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi. Besarnya senilai gaji pokok setiap bulan. Pria asli Yogyakarta itu mengimbuhkan, jumlah tunjangan sertifikasi yang digelontorkan pemerintah ini juga cukup besar, hingga triliunan rupiah.
"Dari tiga juta guru Indonesia, yang tersertifikasi dan mendapatkan tunjangan sertifikasi guru baru separuh. Memang prosesnya masih panjang. Pemerintah sendiri menargetkan proses ini rampung pada 2015. Tapi setelah kami hitung lagi, baru pada 2019 hal itu bisa terwujud," tutur Bedjo.
Nah, tunjangan sertifikasi guru sudah disiapkan pemerintah pusat. Kemudian, ujar Bedjo, pemerintah daerah boleh menambahi tunjangan tersebut. Besarannya disesuaikan kemampuan masing-masing daerah. Tetapi yang wajib adalah gaji dan tunjangan sertifikasi guru.
DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Riau adalah contoh daerah yang menambahi tunjangan untuk guru di luar gaji pokok dan tunjangan sertifikasi. Di DKI Jakarta misalnya, besaran tunjangan kesejahteraan daerah untuk guru PNS sekira Rp4 juta.
“Itu tambahan saja. Kalau gaji pokoknya Rp3,5 juta ditambah tunjangan sertifikasi Rp3,5 juta, maka guru PNS DKI sudah bisa bawa pulang Rp11 juta,” tutur nakhoda UNJ selama dua periode itu.
Hitung-hitungan ini bisa berbeda di tiap daerah karena perlu mempertimbangkan kemampuan masing-masing. Bedjo berujar, misalnya guru di suatu daerah hanya mendapat Rp6 juta meliputi gaji pokok dan tunjangan sertifikasi guru. Karena pemerintah daerah tersebut tidak mampu menambahi tunjangan, maka Rp6 juta itulah yang dibawa pulang sang guru setiap bulan. Angka ini, kata Bedjo, juga sudah dapat mencukupi kebutuhan biaya hidup di daerah.
“Saya pikir, kalau kesejahteraan guru sudah baik, mereka akan siap ditempatkan di mana saja,” tambahnya.
Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone | Senin, 25 November 2013 | 11:01 wib

Senin, 25 November 2013

Perkembangan TIK Makin tak Terkejar

Perguruan tinggi semakin tidak mampu mengejar perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat pesat, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika Aizirman Djusan.
“Sebenarnya 250 program studi di perguruan tinggi di Indonesia meluluskan 300 ribu tenaga TIK per tahun sehingga secara kuantitatif cukup,” kata Aizirman di sela penutupan program Telecom Seeds for the Future di Kantor Pusat pabrik Huawei di Shenzhen, China.
Namun secara kualitatif, menurut dia, kurang, karena perkembangan TIK sangat pesat dan cepat berubah, sementara untuk mengubah dan menambah kurikulum dan program studi dalam rangka mengikuti perkembangan tersebut cukup lamban.
“TIK berkembang makin pesat beberapa tahun terakhir ini dan sulit dikejar oleh perguruan tinggi. Karena itulah program semacam yang dilakukan Huawei ini bisa membantu lulusan dan mahasiswa kita jadi semakin paham perkembangan baru TIK sebelum memasuki dunia kerja,” katanya.
CSR
Program beasiswa  pelatihan di Kantor Pusat Huawei di Shenzhen, China, selama satu minggu yang merupakan CSR (Corporate Social Responsibility = tanggung jawab sosial perusahaan) dari Huawei itu diikuti 15 peserta dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Telkom (ITT). 
Aizirman berharap, dengan pelatihan semacam ini lulusan universitas akan lebih siap, apalagi pada 2015 Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga mereka harus bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya mengisi pasar kerja di dalam negeri dan ditantang untuk juga mengisi pasar ASEAN.
“Saya harap perusahaan-perusahaan TIK lainnya yang berinvestasi di Indonesia mengikuti jejak Huawei yang memiliki fokus program pada pengembangan SDM TIK. Produk peralatan TIK Huawei memang digunakan 50-60 persen operator telepon di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, salah seorang peserta dari ITB Satrio Danuasmo mengatakan ilmunya tentang TIK semakin bertambah, khususnya karena di kantor pusat Huawei ia bisa melihat langsung pabriknya dan labnya yang memiliki peralatan lengkap.
“Sebenarnya pelajarannya mirip dengan yang diajarkan di kampus, tapi saya bisa lebih melihat praktek langsung tentang teknologi LTE, networking, optik, dan lain-lain. Sayangnya terlalu singkat sehingga banyak topik yang dilompati,” katanya.
Ia juga menyatakan sangat terkesan dengan budaya China dan iklim kerja di Huawei, seperti prinsip kerja keras, efisien, konsisten dan berorientasi pada kepuasan pelanggan.
“Perusahaan ini baru berdiri pada 1988 oleh enam orang dengan modal 1.500 dolar AS, tapi sekarang pendapatannya sudah 11.000 kalinya, dengan karyawan sekitar 150.000 orang. Ini bisa menjadi bekal semangat bagi saya,” katanya.
Dewanti L | Jumat, 21-11-2013 |

Minggu, 24 November 2013

Guru, Sang Manusia Pembelajar


Kita mengenal guru sebagai orang yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Mulai dari mengenal huruf, hingga kita terampil merangkai kata dan berlogika.
Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd.

Tetapi di luar tugasnya mengajar, guru juga punya misi mulia yakni mendidik dan menyiapkan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang cerdas dan berkepribadian. Bagi Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Bedjo Sujanto, inilah esensi dari menjadi guru.
“Guru tidak cukup hanya pandai, tapi juga berkepribadian sesuai nilai-nilai Indonesia,” kata Bedjo.
Sayangnya, dunia pendidikan Indonesia belum sepenuhnya disokong tenaga pendidik yang mumpuni. Penyebabnya, belum terciptanya iklim akademis di antara para guru. Dan kultur inilah yang harus dibangun di tataran guru Indonesia.
Sebab, guru sangatlah bersifat akademis. Guru, kata Bedjo, adalah manusia pembelajar. Dengan kata lain, guru tidak hanya mengajar, tetapi juga terus belajar dan mengembangkan diri.
“Guru senantiasa mengembangkan dirinya, menambah ilmu, menambah keterampilan dan pengalaman dari waktu ke waktu,” imbuh Bedjo.
Pria yang mengajar sejak 1971 ini meyakini, meski sempat turun pamor, profesi guru masih sangat menjanjikan dan cukup populer di kalangan anak muda. Menurutnya, orang-orang yang sanggup mengembangkan dirinyalah yang paling tepat menjadi guru. Selain itu, di mata Bedjo, guru seharusnya tidak pernah berhenti belajar karena dia punya kesempatan belajar yang sangat luas.
“Kalau guru tidak belajar, maka dia akan ketinggalan dari murid-muridnya,” tutur Bedjo.
Ayah tiga anak itu meyakini, profesi guru masih akan populer di kalangan anak muda. Bahkan, Bedjo bercerita, dulu guru merupakan profesi yang sangat populer. Tetapi popularitasnya sempat turun  seiring kian berkembangnya banyak profesi lain. Kebanggaan menjadi guru pun lambat laun memudar; apalagi jika mengingat kecilnya gaji dan minimnya kesejahteraan.
Sekarang, profesi guru mulai dilirik lagi oleh anak muda. Salah satu faktor pendorongnya adalah janji pemerintah untuk memberikan tunjangan sertifikasi guru untuk guru negeri maupun swasta. Bedjo mengilustrasikan, ada lebih dari 35 ribu pemilih UNJ pada SNMPTN dan SBMPTN lalu. Padahal, yang diterima hanya 5.500 orang, 4.000 orang di antaranya adalah para mahasiswa calon guru.
“Ke depan, profesi ini masih menjanjikan. Layak mungkin tidak, tapi cukup,” ujarnya.
Malang melintang di dunia pendidikan Tanah Air membuat Prof. Bedjo Sujanto memiliki pandangan yang luas tentang pendidikan Indonesia.
 | Okezone | Jumat, 22-11-2013 | 

Sabtu, 02 November 2013

Keutamaan Salat Subuh, Ashar dan Isya

Dari lima waktu salat, hanya salat Subuh yang dipakai Allah Swt untuk bersumpah. Dalam QS. Al-Fajr [89] : 1, “Wal fajri” (dan demi fajar), pada QS. At-takwir [81] : 18, “Washshubhi idza tanaffasa” (dan demi Subuh apabila fajarnya mulai menyingsing), lalu pada QS. Al-Mudatstsir [74] : 34, “Washshubhi idza asfar” (dan demi Subuh apabila mulai terang). Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Subuh dijadikan Allah Swt sebagai permulaan hari. Sementara waktu ‘Isya adalah sebagai penutup hari.
MAU DONG YA... 
Sehingga untuk meraih kebaikan pada hari itu seyogianya seorang hamba Allah Swt mengawalinya dengan ibadah salat Subuh dan mengakhirinya dengan salat Isya. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang mengerti tentang ini sehingga kebanyakan dari mereka lalai mengerjakan kedua salat ini.
Siti ‘Aisyah ra, menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Seandainya manusia mengetahui (apa yang bisa diperoleh dari) salat Subuh dan ‘Isya, niscaya mereka akan melaksanakan kedua salat itu (secara berjamaah) sekalipun harus merangkak.”
Dari Abdullah bin Bisr berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang membuka (mengawali) harinya dengan kebaikan (ibadah) dan mengakhirinya dengan kebaikan, maka Allah Swt berfirman kepada malaikat-malaikat-Nya biarkanlah jangan kalian catat sebagian dosa-dosa (dosa kecil) hamba-Ku antara awal dan akhir hari yang telah dilakukannya.” (HR. Al-Baihaki)
Tentang keistimewaan salat Subuh, diceritakan Fadhalah bin Abdullah al-Laitsi; dahulu saat aku datang menemui Rasulullah Saw kemudian aku masuk Islam, beliau mengajariku salat lima waktu beserta kapan waktu salat itu harus dikerjakan. Kemudian aku berkata kepada beliau, waktu-waktu tersebut adalah saat di mana aku sedang sibuk, maka beritahulah aku yang bisa mencakup semuanya, Rasulullah Saw kemudian berkata: “jika kamu sangat sibuk, maka jangan sampai kamu meninggalkan al-‘ashrain.” Kemudian aku bertanya, apakah al-‘ashrain itu? Beliau menjawab, “Salat Subuh dan Ashar.” (HR. Ibnu Hiban)
Hadits di atas jangan ditafsirkan bahwa salat Subuh dan Ashar dapat mewakili salat lima waktu secara keseluruhan. Hadits di atas hanya menegaskan keutamaan salat Subuh dan Ashar dibanding dengan salat-salat fardlu yang lainnya.
Dan, hadits Rasulullah Saw itu dimaksudkan sebagai nasihat kepada Fadhalah bin Abdullah al-Laitsi (yang kala itu baru masuk Islam alias muallaf), dengan tujuan agar tidak merasa terbebani oleh perintah salat lima waktu yang wajib ditegakkan, sementara yang bersangkut punya kesibukan dan belum bisa bagaimana menyiasati meluangkan waktu agar salatnya tidak hilang.
Di dalam hadits yang lain dijelaskan, dari Abu ‘Abidah bin al-Jarah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya salat fardlu yang paling utama adalah salat Subuh berjamaah pada hari Jumat,” (HR. Al-Bazaar)
Selanjutnya, salat Subuh seolah diciptakan untuk meraih keberkahan sempurna hingga membuat Rasulullah Saw pun sampai mendoakan umatnya yang bersemangat dalam melaksanakannya.
Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits: “Annabiyi sollallahu ‘alaihi wasallama qola Allahumma barikli ummati fi bukurihaa” (Rasulullah Saw bersabda, “Yaa Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun Subuh.” (HR. Tirmidzi).
Dikisahkan bahwa sepanjang hari kehidupanm manusia, tak lepas dari pengawalan malaikat-malaikat Allah swt yang bertugas bergantian pada siang dan malam hari. Dan malaikat-malaikat itu berkumpul pada waktu salat Subuh dan Ashar. Setelah itu, malaikat yang semalaman menjaga kalian naik ke langit, lalu Allah Swt bertanya kepada mereka –padahal Dia lebih tahu tentang hamba-Nya–, “Bagaimana kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka menjawab, “Kami meninggalkan mereka dalam keadaan sedang salat, dan kami datang kepada mereka ketika mereka sedang salat.” (HR Bukhari)
Berdasar hadits di atas, betapa Allah Swt hendak memuliakan hamba-hamba-Nya dengan menetapkan berkumpulnya malaikat-malaikat untuk bergantian tugas pada saat salat Subuh dan Ashar, agar malaikat-malaikat itu menyaksikan hamba-hamba Allah Swt yang sedang menjalankan kedua salat itu. Betapa Allah Swt hendak memuliakan hamba-hamba-Nya dengan bertanya kepada malaikat sedang apa mereka saat malaikat pergi meninggalkannya. Ini sekaligus menegaskan bahwa salat Subuh dan Ashar itu disaksikan malaikat. Dalam sebuah ayat Allah berfirman mengenai keutamaan subuh bahwa shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat: “Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Q.S. Al-Isra’ [17] : 78)