Jumat, 30 Januari 2015

Keluarga Samara

Melanjutkan tulisan yang berjudul “Nikah di KUA atau di Rumah” yang telah diposting tanggal 20 Januari 2015, kali ini akan dibahas masalah kehidupan pasangan pengantin pascapernikahan, yaitu kehidupan berumah tangga. Ke mana bahtera rumah tangga akan dilayarkan? Jawabannya tergantung masing-masing pasangan pengantin. Ada yang menjawab, tentu ke arah kehidupan yang bahagia. Ada yang menjawab lebih spesifik lagi, yaitu membangun keluarga yang samara (sakinah, mawaddah, warahmah). Lalu, kalau ditanya bagaimana cara mencapai itu semua? Pada umumnya menjawab, akan menjaga kerukunan agar tidak terjadi konflik yang mengarah kepada perceraian.
Fungsi Perkawinan
Sebelum membahas masalah perceraian, ada baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai sisi kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang dibangun berlandaskan perkawinan, setidaknya harus memenuhi tiga fungsi pokok perkawinan:
1. Mengembangbiakkan jenis manusia, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wata’ala: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Q.S. An-Nisaa’ [4] : 1)
2. Membentuk kehidupan suami-istri dengan tenteram, lega, selaras, saling mengasihi dan penuh pengayoman, sebagaimana Allah nyatakan: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” (Q.S. Ar-Ruum [30] : 21)
3. Memperkuat ikatan keluarga dan memperkokoh hubungan kekeluargaan dan perbesanan, yang mana hubungan kekeluargaan ini menjadi sendi ikatan masyarakat yang sehat, sehingga tanggung jawab sosial dapat dilaksanakan dengan baik, sebagaimana Allah nyatakan: “…..Dan bertakwalah kepada Alloh yang menjadi tempat kamu saling memohon serta berhati-hatilah terhadap urusan keluarga.” (Q.S. An-Nisaa’ [4] : 1)
Dengan demikian perkawinan merupakan fungsi pokok untuk mengatur fitrah manusia yang saling tertarik antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana Allah nyatakan: “Mahasuci Allah yang telah menciptakan segala-galanya itu berpasangan, baik tumbuh-tumbuhan maupun manusia dan makhluk-makhluk lain yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Yaasiin [36] : 36)
Dasar Terjadinya Perkawinan
Kalau sudah diketahui perihal fungsi pokok perkawinan, maka dalam menyiapkan pernikahan hendaklah diperhatikan hal-hal berikut:
1.  Pernikahan dilakukan atas dasar suka sama suka dan bukan karena ada paksaan pihak lain. Tidak dibenarkan memaksa seorang laki-laki untuk menikah dengan seorang perempuan yang tidak disukainya, atau memaksa perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya.
Alloh Subhanahu wata’ala berfirman: “Ya ayyuhalladziina amanuu laayahillu lakum antaritsuun-nisaa-a karha (wahai orang-orang mukmin, tidak dihalalkan bagimu mewarisi perempuan secara paksa)” Q.S. An-Nisaa’ [4] : 19)
2. Ada wali nikah. Tidak dinyatakan sah suatu pernikahan tanpa adanya wali. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tak ada nikah tanpa wali.”
Kecocokan Pasangan
Untuk tercapainya predikat samara (sakinah, mawaddah, warahmah) dalam suatu perkawinan, tentu harus memenuhi kriteria kecocokan pada pasangan suami-istri. Kecocokan ini meliputi wujud lahiriah berupa fisik dan batiniah berupa psikis (cantik lahir batin bagi perempuan). Cantik secara lahiriah bagi seorang perempuan bermakna: memiliki postur tubuh yang ideal dalam arti tidak terlalu kurus atau gemuk, sehingga mata suaminya akan senang memandangnya. Bila bertutur kata lemah lembut, sehingga enak mendengarnya. Keadaan demikian itu akan mendatangkan kesenangan dan ketentraman. Begitu juga bagi si laki-laki, memiliki wajah yang rupawan meski tidak ganteng-ganteng amat, namun memiliki perilaku santun dan sikap mengayomi. Sehingga cenderung memberi perlindungan bagi pasangannya. Dengan demikian, apa yang digambarkan dalam firman Allah dalam Q.S. Ar-Ruum [30] : 21) yang telah disebutkan di atas, benar-benar terwujud.
Sedangkan makna cantik secara batiniah adalah: perempuan yang memiliki kesempurnaan agama dan budi pekerti (taat beribadah dan berkarakter). Ketika ada sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, tentang perempuan yang baik, beliau menjawab: “Yaitu perempuan yang ketika dipandang menyenangkan hati suaminya, ketika diperintah ia taat kepadanya, dan tidak pernah menyalahi suami dalam menjaga dirinya sendiri dan harta suami, dengan melakukan sesuatu yang tidak disukai suaminya.”                
Perceraian
Perceraian? Kata ini senantiasa menjadi momok menakutkan bagi semua pasangan suami-istri tanpa kecuali. Ya, perceraian yang di dalam hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan: “Bahwa perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”
Walaupun nenurut hukum talak itu makruh dilakukan namun pada kenyataannya banyak yang melakukannya. Walaupun menjadi momok yang ditakuti semua pasangan suami-istri akan tetapi tak ada yang kuasa menghindar darinya. Manakala terjadi perceraian, maka sirnalah semua tujuan baik tentang dibangunnya mahligai rumah tangga, dan putuslah tali ikatan keluarga kedua belah pihak suami dan istri, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa’ [4] : 1.  
Tak bisa dipungkiri, kalau ada peristiwa pernikahan, niscaya akan ada peristiwa perceraian.
Perceraian biasanya terjadi bila:
1.    Manakala kesakralan perkawinan tidak lagi dirasakan oleh satu pasangan suami-istri.
2.  Bahtera rumah tangga tidak lagi dipandang pantas untuk dikayuh berdua dalam mengarungi  kehidupan.
3.    Ada keinginan kuat dari salah satunya (suami atau istri) untuk lepas dari ikatan perkawinan.
4.    Tidak ada lagi penghormatan atau pemuliaan dari salah satunya (suami atau istri).
5.    Terdapat kesenjangan penghasilan di antara keduanya.
6.    Faktor belum mendapatkan keturunan juga sering jadi penyebab terjadinya perceraian.
Terlepas apa persoalan pemicunya, kalau tercapai kesepakatan bahwa bahtera rumah tangga tidak bisa lagi dilarungkan bersama, satu-satunya jalan yang sebaiknya ditempuh adalah bercerai.
Kuat tidaknya keputusan cerai diambil, akan dipengaruhi oleh beberapa hal:
1. Kematangan berpikiran pasangan suami-istri yang dirundung masalah perkawinan. Semakin matang pola pikir keduanya atau salah satunya dalam mempertimbangkan baik tidak (positif negatif) melakukan perceraian, maka semakin kecil kemungkinannya bercerai.

2. Ada tidaknya campur tangan pihak ketiga yang memprovokasi atau mempersuasi. Pihak ketiga bisa datang dari lingkungan keluarga keduanya atau dari luar misalnya teman di tempat bekerja atau teman berkencan (selingkuhan). Yang memprovokasi tentu mengarah kepada anjuran untuk memutuskan bercerai, dan yang mempersuasi arahnya pastilah menganjurkan untuk jangan bercerai.
3. Pertimbangan lain, misalnya psikologis anak (bagi pasangan yang telah memiliki buah hati). Biasanya, keberadaan anak akan menciptakan situasi sulit satu pasangan suami-istri untuk memutuskan bercerai. Dan, demi anak juga kadangkala justru membuat suatu keputusan bercerai makin bulat diambil. Artinya, tergantung dari sudut mana kedua pasangan suami-istri memandang baik tidaknya perceraian bagi si buah hati.

4. Model, yaitu individu atau pasangan tertentu yang dipandang layak menjadi contoh. Dalam melakukan perceraian, satu pasangan suami-istri  akan terpengaruh lingkungan di mana mereka lahir dan dibesarkan. Kalau datang dari keluarga yang utuh akan memberi dampak positif bagi keutuhan rumah tangga keduanya. Sebaliknya, bila berasal dari keluarga broken home juga bisa memberi pengaruh kuat menciptakan keluarga yang pecah berantakan.

5. Tim penengah, yaitu pihak ketiga yang memediasi. Dalam hal ini biasanya dilakukan pihak Pengadilan Agama bersama pihak keluarga kedua belah pihak (suami-istri). Biasanya, sebelum perkara perceraian disidangkan, lembaga pengadilan akan melakukan mediasi agar kedua belah pihak mengurungkan niatnya bercerai. Bila usaha mediasi berhasil, perkara perceraian akan berakhir damai atau rujuk kembali.

Selasa, 20 Januari 2015

Nikah di KUA atau di Rumah

Adanya indikasi besaran tarif pegawai pembantu pencatat nikah (P3N) atau yang sering juga disebut penghulu (naib) yang tidak seragam, membuat pemerintah mengeluarkan regulasi (peraturan) untuk mengatur lebih lanjut besaran biaya nikah dan tata aturan pelaksanaan nikah.
Sehingga, sejak diberlakukannya peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 48 tahun 2014 tentang biaya nikah dan rujuk. Apabila pasangan mempelai melakukan ijab kabul (nikah) di kantor urusan agama (KUA), maka tidak dipungut biaya alias gratis. Sedang bila ijab kabul dilakukan di kediaman mempelai maka biaya nikah harus dibayar di bank ke rekening Kementerian Agama (Kemenag).
Sontak PP 48/2014 ini membuat para naib gerah dan ’menjerit’ karena tidak menerima biaya nikah secara cash and carry seusai mengijabkabulkan mempelai. Melainkan menunggu pembayaran honor dari Kemenag secara berkala. Dampaknya apa? Terjadi kenaikan signifikan pelaksanaan ijab kabul di kantor KUA. Seperti di KUA Kecamatan Bandarsurabaya, Lampung Tengah. Pasangan mempelai yang menikah di balai nikah naik hingga 17,41 persen.
Pada semester I tahun 2014 terjadi 185 peristiwa pernikahan. Jumlah mempelai yang nikah di balai nikah sebanyak 5 pasang atau 27 persen. Sedangkan yang nikah di luar balai tercatat 180 pasang atau 97,3 persen. Pada semester II tahun 2014 tercatat 198 peristiwa nikah, pasangan yang menikah di balai nikah sebanyak 93 (47 persen), sedangkan 105 pasangan atau 53 persen menikah di luar balai nikah.
Apa yang terjadi di Kecamatan Bandarsurabaya itu tampaknya belum umum dilakukan di ibu kota kabupaten atau kota lainnya. Persoalannya tentu faktor gengsi dari sahibul hajat dan yang paling dihindarkan adalah tak mau ribet. Kita tahu, baik mempelai maupun keluarganya akan dirias terlebih dahulu sebelum prosesi ijab kabul dilaksanakan, tujuannya tentu demi paras yang rupawan dan penampilan busana menawan, sebab akan diabadikan baik foto maupun video dari even organizer yang sengaja dibayar.
Hal itu sangat lumrah, sebab prosesi pernikahan adalah peristiwa sakral yang sedapat mungkin hanya dilakukan sekali seumur hidup, karenanya perlu didokumentasikan. Bahkan sebagian pasangan calon mempelai ada yang melakukannya jauh hari sebelum sah sebagai suami istri melalui ijab kabul. Ya, itulah yang biasa disebut foto prewedding.
Karena sedapat mungkin hanya dilakukan sekali seumur hidup, maka pasangan suami-istri sedapat mungkin harus merawat ikatan tali perkawinan agar jangan sampai putus. Artinya, ada prinsip-prinsip dasar perkawinan yang harus dipedomani, agar kehidupan rumah tangga benar-benar sakinah-mawaddah-warohmah. Dengan demikian, tujuan utama dilakukannya perkawinan adalah mencapai kebahagiaan dalam utuhnya rumah tangga.
Bila kebahagiaan sebagai sasaran utama dilakukannya perkawinan, harus ada kesungguh-sungguhan kedua belah pihak menjaga keselarasan hubungan, menjauhkan hal-hal yang bakal menimbulkan ketidakselarasan bahkan berpotensi memicu pertengkaran dan ujungnya lahir saling gugat di Pengadilan Agama untuk mengakhiri perkawinan dengan perceraian.
Kalau sudah begitu betapa sia-sianya prosesi ijab kabul nikah baik secara sederhana di kantor KUA maupun di rumah. Begitu juga pesta walimah baik secara sederhana di bawah tenda di pekarangan rumah maupun secara mewah di gedung serba guna, melewati berbagai rangkaian acara bahkan dengan melibatkan adat budaya sebagai simbol sesungguhnya betapa berbudayanya manusia.
Kesadaran masyarakat Kecamatan Bandarsurabaya, Lampung Tengah, untuk melaksanakan pernikahan di balai nikah itu patut diapresiasi. Terlepas urusan rias-merias yang dirasa menyandera sehingga menjadi ribet, setidaknya bisa diatasi dengan cara lebih pagi memulainya. Yang jelas, menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan menikah di balai nikah, itu yang jadi pokok soal. Butuh kemauan yang keras agar faktor gengsi bisa tereduksi.
Selain itu, adanya peraturan pemerintah yang melarang para PNS menyelenggarakan pesta mewah di gedung atau hotel, setidaknya memperkecil anggaran penyelenggaraan pesta pernikahan bagi anak mereka bila digelar di rumah dengan hanya memasang tenda ”biru”. Larangan itu berdampak positif baik bagi kalangan keluarga yang berada di strata sosial (kelas) menengah ke bawah, maupun menengah ke atas. Sebab tak ada gap di antara keduanya yang biasanya ditandai dengan pesta mewah saat mengawinkan anak.

Jadi, pilihan ingin menikah di KUA atau di rumah terpulang kepada kesepakatan pasangan calon mempelai dan keluarga kedua belah pihak. Pilih yang murah atau yang mewah, tergantung pada ketersediaan anggaran biaya untuk menggelar hajat perkawinan dari sejak ijab kabul sampai pesta walimah.




Selasa, 13 Januari 2015

Rezeki Dipatok Ayam

Hari Sabtu (21/12/14) anakku ikut ujian teori untuk kepemilikan SIM, tes tertulis lulus namun prakteknya gagal. Disuruh kembali untuk mengulang lagi ujian praktek pada tanggal 24, namun berhubung tanggal 23 dia bersama ibunya akan berangkat ke Jogja untuk liburan semester, maka tanggal 22 kami kembali lagi ke Polresta untuk mengajukan dispensasi dengan dibantu teman. Ditolak, disuruh melewati dulu batas tanggal yang ditentukan.
Sepulang dari Jogja, baru tanggal 10 /1/15 kami rencanakan kembali ke Polresta. Saya sudah janjian dengan teman yang akan membantu untuk bertemu pada pukul 11.00. Tapi karena diserang kantuk yang amat berat, saya putuskan tidur dari pukul 07 pagi dengan maksud bangun sekira pukul 09 untuk mandi kemudian salat dhuha. Rupanya prediksi bisa bangun pada waktu tersebut tak terjadi, saya baru dibangunkan anakku saat ada telepon dari teman yang akan membantu, yakni tepat pukul 11.30.
Sial saya rasakan hari itu. Kesialan itu tak lain karena anakku tak membangunkan padahal sudah saya beritahu sebelumnya untuk kembali ke Polresta. Dan padahal juga, sebenarnya dia tahu kebiasaan saya mendawamkan salat dhuha. Gelo rasanya kenapa dia tidak membangunkan saya, dan kenapa pula saya alpa menyetel alarm hp untuk membangunkan pada pukul 08-an. Ternyata tidur saya benar-benar pulas dan akhirnya baru bangun pukul 11.30, dengan mandi secara kilat dan berganti pakaian lalu memacu motor ke arah Polresta. Sial, ternyata pelayanan sudah ditutup setengah hari kerja karena hari Sabtu (akhir pekan). Kembali saya cek hp ternyata pada pukul 11.09.21 ada SMS dari teman bertanya “Dmna pak”. Olala, rezeki dipatok ayam…
Tidak Baik Tidur di Pagi Hari   
Ada orangtua yang menganjurkan agar anak-anaknya ’cepat bangun dan bekerja agar rezeki tidak dipatok ayam’. Benarkah begitu? Karena, nasehat bijak ini seakan menjadi pemeo yang hidup turun temurun di kalangan masyarakat kebanyakan, apapun etnis atau ras dan budayanya.
Bila kita memperhatikan seksama perilaku kehidupan ayam. Hewan berkaki dua ini, yang jantan sejak pagi buta (waktu subuh) telah melengkingkan kokoknya untuk membangunkan sesamanya. Lalu mereka bertebaran mencari makan dengan mematok apa yang mereka ketemukan.
Dengan kokok ayam jantan itu, manusia bisa terjaga dari pulas tidurnya yang panjang semalaman. Lalu, bagi orang yang bersyukur atas nikmat dihidupkan kembali setelah dimatikan sementara oleh Alloh Azza Wajalla, dengan sukacita menyegerakan bangkit dari peraduan dan bergegas mengambil air wudlu kemudian ke masjid untuk salat Subuh berjamaah. Namun, bagi yang malas bangun meski kokok ayam sambung menyambung menggedor gendang telinganya, dia akan tetap saja enggan beranjak dari tempat tidur.
Yang tadi habis salat Subuh berjamaah di masjid, ada yang kembali tidur mungkin untuk sekadar menghangatkan badan atau melanjutkan mimpi semalam yang terputus karena terbangun oleh kokok ayam. Sesungguhnya, tidur kembali seusai salat Subuh inilah yang sebaiknya tidak dilakukan apalagi dilanggengkan. Sebab, bila tidur kembali setelah salat Subuh dikhawatirkan akan bangun kesiangan dan terlambat berangkat ke kantor bagi yang berprofesi pegawai kantoran, terlambat membuka lapak dagangan di pasar bagi pedagang dan malas ke sawah atau ladang bagi petani karena telanjur sudah siang.
Risiko dari keterlambatan bangun seperti di atas, bagi pegawai akan mendapat teguran atasan karena dianggap berkinerja buruk. Bagi pedagang bila telat membuka lapak dagangan tentu akan kehilangan pembeli. Begitu juga bagi petani, kalau kesiangan ke sawah atau ladang niscaya hasil kerjanya tidak maksimal karena baru bekerja setengah hari tahu-tahu matahari sudah surut ke ufuk barat.
Tidak maksimalnya hasil kerja itulah yang dikiaskan sebagai ”rezeki dipatok ayam”.
Dalam sebuah haditsnya Rasululloh Shallallahu ’alaihiwasallam melarang umatnya untuk tidur kembali setelah salat Subuh. Bunyi haditsnya adalah:   
اذا صليتم الفجرا فلا تنموا
Jika kalian telah salat Fajar (Subuh) maka janganlah tidur.
Dalam Islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu juga tidur. Dalam Alquran dan Sunnah Rasul pun disebutkan tentang anjuran untuk tidur. Kecuali ada tiga waktu tidur yang tidak dibolehkan (dilarang) oleh Rasululloh Shallallahu ’alaihiwasallam, yakni:
1.    Tidur di pagi hari setelah salat Subuh (antara pukul 05 sampai 12 siang).
Dari Sakr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallahu ’anhu, bahwasanya Nabi Shllallahu ’alaihiwasallam bersabda:
”Ya Alloh berkahilah bagi umatku pada pagi harinya” (HR. Abu Dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad sahih).
Ibnu Qayyim berkisah tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur. beliau berkata: ”Termasuk hal yang makruh bagi mereka –yaitu orang shaleh– adalah tidur antara salat Subuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Itu adalah awal bergulirnya hari, di waktu itu terjadi pergantian shipt Malaikat yang bertugas malam kepada yang bertugas siang, di saat itu waktu diturunkannya rezeki dengan pembagian dan keberkahannya. Maka seyogianya tidak tidur di waktu tersebut itu.
2.    Tidur setelah salat Ashar (antara pukul 16.30 sampai maghrib).
3.    Tidur sebelum salat Isya’ (antara ba’da maghrib sampai pukul 20.00).
Diriwayatkan dari Abu Barzah radliyallahu ’anhu: ”Bahwasanya Rasulullahi Shallallahu ’ailaihiwasallam membenci tidur sebelum salat Isya’ dan mengobrol setelahnya (begadang semalaman sampai waktu Subuh tiba)” (HR Bukhari 568 dan Muslim 647).      
Alloh Maha Pengatur
Alloh Subhanahuwata’ala sudah mengatur rezeki untuk semua makhluk-Nya. Sehingga bila hari gini masih ada yang bilang ”Ayo bangun, sudah siang. Nanti rezekinya dipatok ayam” maka tak usah terlalu dipikirkan. Secara akal sehat rezeki manusia tidak akan tertukar karena Alloh sudah mengatur rezeki semua makhluk-Nya. Perhatikan firman Alloh di dalam Al-Quranul Karim ini:
ضَرَبَ لَكُم مَّثَلاً مِّنْ أَنْفُسِكُمْ هَل لَّكُم مِّن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُم مِّن شُرَكَآءَ فِى مَارَزَقْنَكُمْ فَأَنْتُمْ
 فِيهِ سَوَآءٌ تَخَا فُو نَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ كَذَالِكَ نُفَصِّلُ الْأَيَتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
”Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. apakah ada di antara hamba sahayamu yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan padamu; maka kamu sama dengan mereka dalam dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut pada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal”  (Q.S Ar-Ruum : 28).
Dan Rasululloh Shallallahu ’alaihiwasallam bersabda yang artinya: ”Tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang rezekinya akan tertukar karena Alloh sudah mengatur rezeki masing-masing makhluk-Nya” (HR Abu Dawud).
Jadi bagi kita yang berakal sehat bersyukur karena akal sehat itu juga rezeki dari Alloh  jadi seluruh makhluk yang ada di dunia rezekinya Insya Alloh bakal tidak tertukar selama Alloh masih mengatur rezeki untuk semuanya. Ubaidillah Ibn Umar pernah menasehati salah seorang sahabatnya dengan berkata “Alloh itu Maha Adil jadi rezeki yang kita dapatkan hari ini adalah bukti Kemahaadilan Alloh dan Alloh tidak akan menukar rezeki semua makhluk-Nya”.

Lalu, masihkah kita percaya dengan pemeo yang hidup di masyarakat turun temurun yang mengatakan ”cepat bangun, sudah siang. Nanti rezekinya dipatok ayam” sebab secara akal sehat rezeki manusia dan hewan sudah diatur oleh Alloh, kita tinggal berikhtiar mencarinya. so good luck and yakinlah pada ketentuan (takdir) Alloh Subhanahuwata’ala. Wallohu ’alam bishshawab.

Rabu, 07 Januari 2015

Nafsu dan Akal

Ada hal yang mungkin jadi misteri yang seolah tak butuh dipecahkan. Ini menyangkut perempuan dan lelaki. Dua kaum yang ditahbiskan untuk hidup berpasang-pasangan dengan membawa karakternya masing-masing untuk dicocok-padupadankan. Di mana kelebihan yang ada pada satu pihak dibutuhkan untuk menutupi kekurangan pihak lainnya, sehingga mendekati kesempurnaan.  
Penahbisan untuk hidup berpasang-pasangan itu memang sudah digariskan sebagai Sunnatullah. Hal itu sebagaimana telah difirmankan Alloh Subhanahuwata’ala dalam kitab suci Al-Quranul Kariim. Ada beberapa Surah dalam Al-Quran yang menerangkan bahwa Alloh menciptakan semua hal berpasang-pasangan.
Seperti, Surah Adz-Dzaariyaat (Angin yang Menerbangkan) : 49. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Alloh.” Pada Surah Yaasiin : 36, disebutkan “Maha suci Alloh yang telah menciptakan berpasang-pasangan semuanya, baik dari yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." Serta Surah An-Naba’ : 8, “Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.”
Awal mula Alloh Subhanahuwata’ala hanya menciptakan manusia Adam alaihissalam. Dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, Adam alaihissalam kemudian dihadapkan pada persoalan rasa sepi yang merundungnya. Lalu Adam alaihissalam memohon kepada Alloh Subhanahuwata’ala untuk diberi pendamping hidup agar tidak lagi kesepian.
Alloh Subhanahuwata’ala lalu menciptakan Siti Hawa, manusia berjenis perempuan, dari satu ruas tulang rusuk Adam alaihissalam. Keduanya lalu hidup berdampingan di dalam Surga setelah melakukan pernikahan. Keduanya dianugerahi nafsu dan syahwat. Perasaan inilah yang menjadikan keduanya memiliki rasa cinta dan kasih sayang, jadi pembuka hasrat melakukan hubungan biologis sehingga terciptalah manusia-manusia lainnya sebagai anak cucu (keturunan) mereka.
Di samping nafsu, manusia juga dianugerahi akal. Akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya seperti hewan. Untuk membentuk ikatan dalam berpasang-pasangan, manusia harus mengikuti aturan khusus, yaitu melalui pernikahan yang sah sesuai syari’at agama Islam bagi yang muslim, sebagaimana yang telah diperbuat Adam alaihissalam dan Siti Hawa. Dan/atau menurut tata cara agama lain bagi pemeluknya.
Persekongkolan Nafsu dan Akal
Pada kenyataannya, antara perempuan dan lelaki terdapat perbedaan mendasar dalam hal porsi nafsu dan akal. Di mana perempuan memiliki nafsu lebih besar daripada akalnya, sedang lelaki kebalikannya. Sehingga perempuan sering lebih mengedepankan nafsu dibanding akal, sementara lelaki lebih mengedepankan akal daripada nafsu. Karena itu, dalam memutuskan sesuatu, perempuan sering terburu nafsu. Sedangkan lelaki penuh pertimbangan sehingga terkesan ragu-ragu.
Sahdan perbandingan antara nafsu dan akal yang dimiliki perempuan adalah 9:1. Pengertiannya, nafsunya 9 dan akalnya hanya 1. Sebaliknya lelaki, akalnya yang 9 dan nafsunya hanya 1. Faktanya, perempuan bila ada maunya langsung dipenuhi tanpa berpikir panjang. Itulah sebab kebanyakan kaum perempuan memiliki sifat konsumtif. Apa yang dinilai bagus terlepas penting tidak peruntukannya pkoknya dibeli. Sehingga, dalam hal koleksi busana kaum perempuan mengalahkan lelaki.
Lalu, apa yang terjadi dengan lelaki yang memiliki 9 akal dan 1 nafsu? Dalam hal belanja bisa jadi lelaki tak asal beli melainkan penuh pertimbangan barang itu penting atau tidak. Bukan tak punya hasrat untuk membelinya tapi dilihat dari segi manfaatnya terlebih dahulu. Sehingga dalam hal penampilan acapkali lelaki terkesan kurang modis. Dan kepemilikian koleksi busanapun kalah jauh dibanding perempuan. Walaupun ada sih lelaki yang terlihat perlente dan dandy.
Dengan nafsu yang 9 itu, kira-kira bagaimana cara kaum perempuan memuaskannya. Di era kesetaraan gender kini, banyak kaum perempuan tak hanya jadi ibu rumah tangga tapi memiliki pekerjaan dan karir yang baik bahkan jabatan yang hebat, atau menjalankan bisnis sebagai pengusaha. Sehingga kebutuhan keuangannya bisa terpenuhi melalui gaji atau hasil berusaha. Karena itu, tak aneh kiranya kalau ada perempuan yang justru berpenghasilan lebih besar dibanding lelaki.
Akan halnya bagi ibu rumah tangga yang hanya mengurus anak di rumah, ternyata bisa juga memenuhi keinginan belanjanya dari uang gaji suaminya. Kalaupun sekadar mengandalkan gaji dirasa tidak cukup, maka dia bujuk suaminya untuk korupsi. Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa banyak koruptor di negeri ini, jawabnya karena terbujuk nafsu istrinya di rumah, atau mungkin juga istri simpanan di rumah lainnya. Sehingga, perbuatan korupsi adalah hasil persekongkolan jahat antara nafsu perempuan dan akal lelaki yang sama-sama besar.
Lantas, akal lelaki yang 9, kira-kira dimanfaatkan buat apa. Dengan mempunyai pekerjaan mapan bahkan jabatan mentereng, memberi peluang kepada lelaki untuk melakukan apa saja demi nafsunya yang hanya 1 itu. Mungkin cukup hanya dengan nafsu sebanyak itu tapi akal yang besar, seorang lelaki bisa beristri lebih dari satu. Faktanya banyak lelaki memiliki istri simpanan atau sekadar pacar yang bisa dikencani kapanpun. Lalu, bagaimana agar tidak ketahuan istri sahnya. Di sinilah letak fungsi akal yang 9 tadi.
Dengan akal yang 9 itu justru berbagai alasan bisa dikemukakan. Ini juga bisa dikatakan hasil konspirasi jelek antara akal yang 9 dan nafsu yang Cuma 1. Dengan porsi akal yang besar menjadikan lelaki bisa mengarang berbagai alasan. Intinya, bisa ”ngakali”. Semua hal diakal-akali. Jabatan diperoleh karena hasil “ngakali”, proyek diakali agar menghasilkan fee yang banyak, dana anggaran diakali agar bisa dikorupsi sebahagiannya. Pokoknya apapun diakali agar mendatangkan keuntungan.
Menciptakan Keseimbangan
Tapi harap dicamkan, persekongkolan jahat antara nafsu perempuan dan akal lelaki yang sama-sama besar. Juga nafsu yang kecil tapi akal yang besar atau sebaliknya, hanya berlaku bagi perempuan dan lelaki yang nakal. Tidak berlaku bagi perempuan dan lelaki baik-baik, perempuan dan lelaki yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Alloh Subhanahuwata’ala, perempuan dan lelaki yang menjunjung tinggi kesetiaan pada pasangan masing-masing dan memiliki kasih sayang pada anak-anaknya, perempuan dan lelaki yang menciptakan keteladanan bagi anak-anaknya.
Karena terdapat perbedaan mendasar antara kepemilikan nafsu dan akal itulah, sehingga Alloh Subhanahuwata’ala menciptakan perempuan dan lelaki agar hidup berdampingan, untuk menciptakan keseimbangan di antara keduanya. Keseimbangan itu akan tercapai sejauh ada ruang bagi kelenturan. Yaitu tidak ada pemaksaan dari salah satu pihak. Dengan demikian tidak ada ruang bagi kekerasan yang acapkali menjadi pemicu tidak tercapainya kesepakatan. Perempuan dan lelaki yang menciptakan keseimbangan antara nafsu dan akal serta keseimbangan antara dunia dan akhirat, akan selamat dari melakukan tindakan koruptif atau manipulatif. Sebab nafsu cenderung menyesatkan. Sebagaimana Firman Alloh Subhanahuwata’ala berikut ini:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

“Karena sesunguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (QS. Yusuf : 54)