Adanya indikasi
besaran tarif pegawai pembantu pencatat nikah (P3N) atau yang sering juga
disebut penghulu (na’ib) yang tidak seragam, membuat pemerintah mengeluarkan regulasi
(peraturan) untuk mengatur lebih lanjut besaran biaya nikah dan tata aturan
pelaksanaan nikah.
Sehingga, sejak
diberlakukannya peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 48 tahun
2014 tentang biaya nikah dan rujuk. Apabila pasangan mempelai melakukan
ijab kabul (nikah) di kantor urusan agama (KUA), maka tidak dipungut biaya
alias gratis. Sedang bila ijab kabul dilakukan di kediaman mempelai maka biaya
nikah harus dibayar di bank ke rekening Kementerian Agama (Kemenag).
Sontak PP 48/2014
ini membuat para na’ib gerah dan ’menjerit’ karena tidak menerima biaya nikah secara cash
and carry seusai mengijabkabulkan mempelai. Melainkan menunggu pembayaran
honor dari Kemenag secara berkala. Dampaknya apa? Terjadi kenaikan signifikan
pelaksanaan ijab kabul di kantor KUA. Seperti di KUA Kecamatan Bandarsurabaya,
Lampung Tengah. Pasangan mempelai yang menikah di balai nikah naik hingga 17,41
persen.
Pada semester I
tahun 2014 terjadi 185 peristiwa pernikahan. Jumlah mempelai yang nikah di balai
nikah sebanyak 5 pasang atau 27 persen. Sedangkan yang nikah di luar balai tercatat
180 pasang atau 97,3 persen. Pada semester II tahun 2014 tercatat 198 peristiwa
nikah, pasangan yang menikah di balai nikah sebanyak 93 (47 persen), sedangkan
105 pasangan atau 53 persen menikah di luar balai nikah.
Apa yang terjadi
di Kecamatan Bandarsurabaya itu tampaknya belum umum dilakukan di ibu kota
kabupaten atau kota lainnya. Persoalannya tentu faktor gengsi dari sahibul
hajat dan yang paling dihindarkan adalah tak mau ribet. Kita tahu, baik
mempelai maupun keluarganya akan dirias terlebih dahulu sebelum prosesi ijab
kabul dilaksanakan, tujuannya tentu demi paras yang rupawan dan penampilan busana
menawan, sebab akan diabadikan baik foto maupun video dari even organizer
yang sengaja dibayar.
Hal itu sangat lumrah,
sebab prosesi pernikahan adalah peristiwa sakral yang sedapat mungkin hanya
dilakukan sekali seumur hidup, karenanya perlu didokumentasikan. Bahkan
sebagian pasangan calon mempelai ada yang melakukannya jauh hari sebelum sah
sebagai suami istri melalui ijab kabul. Ya, itulah yang biasa disebut foto prewedding.
Karena sedapat
mungkin hanya dilakukan sekali seumur hidup, maka pasangan suami-istri sedapat
mungkin harus merawat ikatan tali perkawinan agar jangan sampai putus. Artinya,
ada prinsip-prinsip dasar perkawinan yang harus dipedomani, agar kehidupan
rumah tangga benar-benar sakinah-mawaddah-warohmah. Dengan demikian, tujuan
utama dilakukannya perkawinan adalah mencapai kebahagiaan dalam utuhnya rumah
tangga.
Bila kebahagiaan
sebagai sasaran utama dilakukannya perkawinan, harus ada kesungguh-sungguhan
kedua belah pihak menjaga keselarasan hubungan, menjauhkan hal-hal yang bakal menimbulkan
ketidakselarasan bahkan berpotensi memicu pertengkaran dan ujungnya lahir
saling gugat di Pengadilan Agama untuk mengakhiri perkawinan dengan perceraian.
Kalau sudah
begitu betapa sia-sianya prosesi ijab kabul nikah baik secara sederhana di
kantor KUA maupun di rumah. Begitu juga pesta walimah baik secara sederhana di
bawah tenda di pekarangan rumah maupun secara mewah di gedung serba guna,
melewati berbagai rangkaian acara bahkan dengan melibatkan adat budaya sebagai
simbol sesungguhnya betapa berbudayanya manusia.
Kesadaran masyarakat
Kecamatan Bandarsurabaya, Lampung Tengah, untuk melaksanakan pernikahan di balai
nikah itu patut diapresiasi. Terlepas urusan rias-merias yang dirasa menyandera
sehingga menjadi ribet, setidaknya bisa diatasi dengan cara lebih pagi
memulainya. Yang jelas, menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan menikah di balai
nikah, itu yang jadi pokok soal. Butuh kemauan yang keras agar faktor gengsi
bisa tereduksi.
Selain itu,
adanya peraturan pemerintah yang melarang para PNS menyelenggarakan pesta mewah
di gedung atau hotel, setidaknya memperkecil anggaran penyelenggaraan pesta
pernikahan bagi anak mereka bila digelar di rumah dengan hanya memasang tenda
”biru”. Larangan itu berdampak positif baik bagi kalangan keluarga yang berada
di strata sosial (kelas) menengah ke bawah, maupun menengah ke atas. Sebab tak
ada gap di antara keduanya yang biasanya ditandai dengan pesta mewah
saat mengawinkan anak.
Jadi, pilihan ingin menikah di KUA atau di rumah terpulang kepada kesepakatan pasangan calon mempelai dan keluarga kedua belah pihak. Pilih yang murah atau yang mewah, tergantung pada ketersediaan anggaran biaya untuk menggelar hajat perkawinan dari sejak ijab kabul sampai pesta walimah.
Jadi, pilihan ingin menikah di KUA atau di rumah terpulang kepada kesepakatan pasangan calon mempelai dan keluarga kedua belah pihak. Pilih yang murah atau yang mewah, tergantung pada ketersediaan anggaran biaya untuk menggelar hajat perkawinan dari sejak ijab kabul sampai pesta walimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.