Selasa, 20 Januari 2015

Nikah di KUA atau di Rumah

Adanya indikasi besaran tarif pegawai pembantu pencatat nikah (P3N) atau yang sering juga disebut penghulu (naib) yang tidak seragam, membuat pemerintah mengeluarkan regulasi (peraturan) untuk mengatur lebih lanjut besaran biaya nikah dan tata aturan pelaksanaan nikah.
Sehingga, sejak diberlakukannya peraturan pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 48 tahun 2014 tentang biaya nikah dan rujuk. Apabila pasangan mempelai melakukan ijab kabul (nikah) di kantor urusan agama (KUA), maka tidak dipungut biaya alias gratis. Sedang bila ijab kabul dilakukan di kediaman mempelai maka biaya nikah harus dibayar di bank ke rekening Kementerian Agama (Kemenag).
Sontak PP 48/2014 ini membuat para naib gerah dan ’menjerit’ karena tidak menerima biaya nikah secara cash and carry seusai mengijabkabulkan mempelai. Melainkan menunggu pembayaran honor dari Kemenag secara berkala. Dampaknya apa? Terjadi kenaikan signifikan pelaksanaan ijab kabul di kantor KUA. Seperti di KUA Kecamatan Bandarsurabaya, Lampung Tengah. Pasangan mempelai yang menikah di balai nikah naik hingga 17,41 persen.
Pada semester I tahun 2014 terjadi 185 peristiwa pernikahan. Jumlah mempelai yang nikah di balai nikah sebanyak 5 pasang atau 27 persen. Sedangkan yang nikah di luar balai tercatat 180 pasang atau 97,3 persen. Pada semester II tahun 2014 tercatat 198 peristiwa nikah, pasangan yang menikah di balai nikah sebanyak 93 (47 persen), sedangkan 105 pasangan atau 53 persen menikah di luar balai nikah.
Apa yang terjadi di Kecamatan Bandarsurabaya itu tampaknya belum umum dilakukan di ibu kota kabupaten atau kota lainnya. Persoalannya tentu faktor gengsi dari sahibul hajat dan yang paling dihindarkan adalah tak mau ribet. Kita tahu, baik mempelai maupun keluarganya akan dirias terlebih dahulu sebelum prosesi ijab kabul dilaksanakan, tujuannya tentu demi paras yang rupawan dan penampilan busana menawan, sebab akan diabadikan baik foto maupun video dari even organizer yang sengaja dibayar.
Hal itu sangat lumrah, sebab prosesi pernikahan adalah peristiwa sakral yang sedapat mungkin hanya dilakukan sekali seumur hidup, karenanya perlu didokumentasikan. Bahkan sebagian pasangan calon mempelai ada yang melakukannya jauh hari sebelum sah sebagai suami istri melalui ijab kabul. Ya, itulah yang biasa disebut foto prewedding.
Karena sedapat mungkin hanya dilakukan sekali seumur hidup, maka pasangan suami-istri sedapat mungkin harus merawat ikatan tali perkawinan agar jangan sampai putus. Artinya, ada prinsip-prinsip dasar perkawinan yang harus dipedomani, agar kehidupan rumah tangga benar-benar sakinah-mawaddah-warohmah. Dengan demikian, tujuan utama dilakukannya perkawinan adalah mencapai kebahagiaan dalam utuhnya rumah tangga.
Bila kebahagiaan sebagai sasaran utama dilakukannya perkawinan, harus ada kesungguh-sungguhan kedua belah pihak menjaga keselarasan hubungan, menjauhkan hal-hal yang bakal menimbulkan ketidakselarasan bahkan berpotensi memicu pertengkaran dan ujungnya lahir saling gugat di Pengadilan Agama untuk mengakhiri perkawinan dengan perceraian.
Kalau sudah begitu betapa sia-sianya prosesi ijab kabul nikah baik secara sederhana di kantor KUA maupun di rumah. Begitu juga pesta walimah baik secara sederhana di bawah tenda di pekarangan rumah maupun secara mewah di gedung serba guna, melewati berbagai rangkaian acara bahkan dengan melibatkan adat budaya sebagai simbol sesungguhnya betapa berbudayanya manusia.
Kesadaran masyarakat Kecamatan Bandarsurabaya, Lampung Tengah, untuk melaksanakan pernikahan di balai nikah itu patut diapresiasi. Terlepas urusan rias-merias yang dirasa menyandera sehingga menjadi ribet, setidaknya bisa diatasi dengan cara lebih pagi memulainya. Yang jelas, menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan menikah di balai nikah, itu yang jadi pokok soal. Butuh kemauan yang keras agar faktor gengsi bisa tereduksi.
Selain itu, adanya peraturan pemerintah yang melarang para PNS menyelenggarakan pesta mewah di gedung atau hotel, setidaknya memperkecil anggaran penyelenggaraan pesta pernikahan bagi anak mereka bila digelar di rumah dengan hanya memasang tenda ”biru”. Larangan itu berdampak positif baik bagi kalangan keluarga yang berada di strata sosial (kelas) menengah ke bawah, maupun menengah ke atas. Sebab tak ada gap di antara keduanya yang biasanya ditandai dengan pesta mewah saat mengawinkan anak.

Jadi, pilihan ingin menikah di KUA atau di rumah terpulang kepada kesepakatan pasangan calon mempelai dan keluarga kedua belah pihak. Pilih yang murah atau yang mewah, tergantung pada ketersediaan anggaran biaya untuk menggelar hajat perkawinan dari sejak ijab kabul sampai pesta walimah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.