Minggu, 10 Januari 2016

Si Astral itu Bikin Baper

Ibarat sepasang cowok dan cewek yang baru pertama ngedating, pasti akan ada rasa canggung di antara mereka. Pasti masing-masing akan lebih banyak berbicara menggunakan bahasa kalbu, akan berbicara dengan diri sendiri di dalam hati dan bermacam pikiran berkecamuk dalam benak. Maklum pertama berkencan, masih terkesan kaku. Sehingga lebih banyak diam dan asyik memainkan gadget masing-masing, kalau Android tentu bisa jadi berbeda merek. Atau paling tidak sama-sama BlackBerry.

Begitulah saat saya didatangi kali pertama oleh makhluk astral di tengah malam (Minggu malam Senin, 27/9/2015). Kira-kira pukul setengah 12 malam itu, tiba-tiba saya mencium aroma Kapur Barus, dekat sekali di sekitar tempat duduk, sementara pekerjaan layout koran masih satu halaman lagi. Berbicara dalam hati merapalkan Ayat Kursi, itu yang bisa saya lakukan. Habis, mau berdialog dengan si doi, gak kelihatan wujud rupanya, cewek cantik atau cowok gantengkah, jangan-jangan malah bencong dan wajahnya begitu mengerikan.

Bertahan dalam rasa kengerian hingga pekerjaan rampung. Itulah keterpaksaan yang tidak bisa saya hindarkan. Peristiwa alamiah dan ilmiah itu semula saya simpan di hati, hanya saya ceritakan kepada istri di rumah. Tetapi, ketika Minggu malam (4/10/2015) kembali lagi dia datang, masih agak sore sekitar pukul 21.00, kebetulan kerabat kerja masih ramai sehingga semua kami yang ada di situ (Zahdi Basran, Jamhari Ismanto, Herman Afrigal, kecuali Lutfi, karena lagi flu) bisa mencium.

Zahdi Basran sampai konfirmasi ke Bik Toy apakah lemari pakaian di dalam kamar menggunakan Kapur Barus? Nggak, jawab Bik Toy! Ah, mana mungkin lemari di dalam kamar yang jauh dari ruang kerja bisa tercium sementara itu bau Kapur Barus menyengat tajam sekali, kilah saya. Dan saya pun buka suara menceritakan kejadian pertama yang saya alami minggu lalu. Keesokannya Zahdi tanya lagi sama Lely apakah lemari pakaian ada Kapur Barus. Lalu cerita kalau ada bau kapur barus kemarin. Ah jangan buat gw sawan,” kata si Lely.

Senin (6/10) Wan H Nastul Wathon, paman di Kampung Baru wafat. Tetapi, rasanya aroma Kapur Barus Minggu malam kemarin bukanlah pertanda atau firasat akan berpulangnya almarhum, melainkan memang suasana kantor sehabis mati lampu beberapa jam sebelumnya membuat makhluk astral muncul gentayangan ingin menguji nyaliku. Ahai… sungguh aroma ”tubuhmu” bikin ’baper’ dan misteri dirimu tak terpecahkan oleh sunyi ruang kerja dan degub kencang di rongga dada.

Senin dini hari (24/11/2015) nongol lagi itu si bangkek. Kekira pukul 00.23. Ah dasar bangkek bener dia. Aromanya menyengat kuat sekali seakan begitu dekat. Tak ayal saya yang rada pemberani dibuat setengah takut juga. Karena kerja belum kelar mau tak mau bertahan, abis mau gimenong, masak mau lari ninggalin kerja yang masih setengah. Yo wis jalan terus sesambil baca Ayat Kursi dan rapalan a’uzubillahiminasy-syaithonirrojim dan nyebut (memanggil-manggil) Asma Allah.

Gak tahan, tangan buat status di fb; ”bangkek, datang lagi kuntilanak itu, gw karungin juga entar....”

Tidak jelas benar seperti apa sosoknya. Karena kita berada di alam yang berbeda, kita di alam dunia nyata mereka di alam gaib. Tetapi, menurut Herman (Redaktur Olahraga), kalau bau Kapur Barus itu berarti sosoknya Pocong, kalau baunya seperti Bawang Putih itu berarti Kuntilanak. Benar tidaknya pendapat Herman, wallahu’alam bish-shawab. Karena Herman tidak mendasarkan argumennya pada landasan yang kuat, misalnya mengutip pendapat ilmiah orang-orang yang paham betul tentang dunia gaib.

Saya katakan peristiwa yang saya alami alamiah karena proses kehadirannya tiba-tiba tanpa bahasa dan gejala, hanya ada aroma. Sementara dikatakan ilmiah karena mereka memang bagian dari makhluk halus sebangsa Jin atau Syetan. Dalam Al-Quran memang disebutkan bahwa makhluk Allah terdiri atas golongan Manusia, Jin, dan Syetan. Jin ada yang Islam dan ada yang Kafir, sedangkan Syetan pembangkang perintah Allah (tidak mau taat) dan penggoda keimanan anak-cucu Adam hingga kiamat.

Sebenarnya sudah ada obrolan teman-teman tentang adanya makhluk astral di kantor itu, beberapa orang bahkan sudah pernah ditampakkan sosoknya. Budi Gondrong, misalnya. Konon, katanya, pernah melihat sosok perempuan berdiri di dekat pintu ruang jetpump bawah tangga ke lantai dua. Kemudian Rifki Marfuzi pernah dicolek tengkuknya ketika masuk ruang gelap gulita yang dulu dijadikan studio musik, kemudian jadi gudang dan tak terurus.

Bahkan, Prinisa Mariam Ananta, pernah secara refleks menunjukkan kengerian sebagai reaksi atas interaksi yang terjadi antara dirinya dengan si makhluk astral di rumah itu. Sehingga putri sulung Fajar Thomas Agatha (keponakan), itu serasa tak nyaman setiap kali dibawa silaturahmi ke situ. Namanya anak kecil yang masih bersih hati dan rohaninya, biasanya bisa melihat dengan ’mata gaib’ atau ’indera keenam’ ada sosok-sosok mengerikan atau tidak di suatu ruang.
    
Peristiwa Kedua

Sebenarnya peristiwa yang saya alami di rumah yang dijadikan kantor atau kantor yang dijadikan rumah, di jalan Oerip Sumohardjo itu adalah peristiwa kedua. Yang pertama saya alami terjadi pada tahun 2001 di kantor Jalan Pangeran Diponegoro, Telukbetung. Waktu itu memang saya selalu menginap menunggu pagi baru pulang ke rumah karena letaknya jauh dari kantor. Dari malam ke malam, hari ke hari, tak ada apa-apa sampai suatu malam dia datang menggoda.

Seusai salat Isya dan hendak merebahkan tubuh untuk berangkat tidur, tiba-tiba di ruang sebelah yang tersekat kaca terdengar seperti ada yang menyeret/memindahkan kursi. Saya kembali bangkit dan melongok ke sebelah, jelas saja tak terlihat apa-apa, sayapun kembali merebahkan tubuh. Lalu terdengar suara derit pintu besi yang ke arah ruang terbuka balkon belakang. Wah, ini nggak main-main, pikir saya. Serius ini, saya pun tak mau berpikir lama-lama, langsung turun terbirit-birit dari lantai tiga itu.

”Kenapa, Bang,” tanya si Icin, penjaga malam di lantai dasar. ”Ada seperti suara bla-bla-bla… saya bercerita.” Mendengar itu dia langsung ngakak. Jiancuk, tengik juga si anak buah. Ketika saya cerita, mereka pun buka suara bahwa memang sejak lama mereka sudah merasakan nuansa mistik di gedung kantor tiga lantai itu. Tetapi, mereka tak mau cerita karena takut membuat saya tak berani lagi menginap. Mereka tunggu sampai saya mengalaminya sendiri. Oh, tau diri banget.

Sejak kejadian itu, tak ada lagi acara menginap di kantor sampai pagi baru pulang ke rumah. Usai kerja langsung pulang, kadang diantar teman-teman (Nico, Fadhil, Iyan) ke rumah pakai Kijang kantor, kadang naik angkot hingga depan Arthomoro (Tanjungkarang Plaza, sekarang Central Plaza) lalu nyambung angkot ke Terminal Rajabasa dan naik ojek sampai rumah. Sampai-sampai tukang ojek terminal hapal di luar kepala saking setiap malamnya. ”Tuh, BKP,” celoteh mereka ngasih kode ke siapa yang seharusnya giliran narik. Sungguh, antrean yang rapi jali. Berdasar azas pemerataan. 




          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.