Selasa, 16 Mei 2017

GO-JEK Bandarlampung

Aguy, akhirnya di KOTA TAPIS BERSERI ada ojek online. Walau, menurut kabar yang terdengar, bahwa pihak pemerintah kota Bandarlampung merasa pihak penyelenggara belum mengajukan izin operasi. Tapi, di jalan-jalan sekujur kota sudah banyak dijumpai driver ojek berjaket hijau bertulis GO-JEK di punggungnya, berseliweran baik dengan atau tanpa membawa penumpang.

Tapi, jauh sebelum GO-JEK masuk Bandarlampung, terlebih dahulu sudah ada MAS-OJEK yang didirikan pada 31 Agustus 2014. Hanya saja baru bisa diakses melalui website www.masojek.com atau pesan LINE, WA, SMS, belum didukung layanan berbasis aplikasi. Di Kabupaten Pringsewu malahan ada Brother Jek (BRO-JEK), malayani antar-jemput anak sekolah, pegawai dan karyawan. Menyusul kemudian OTO-JEK, SIGER-JEK, Bahkan akan masuk juga MANG-JEK hasil kreasi anak-anak Palembang.
Perkumpulan Ojek Kota Bandarlampung (POKBAL) melakukan sweeping terhadap driver GO-JEK, Sabtu (13/5/2017).
(foto: Arliyus Rahman/SKH LAMPUNG EKSPRES Plus)

Keberadaan GO-JEK ini tentu memunculkan dua opsi pendapat. Satu pihak memandangnya positif, karena akan memudahkan mobilitas. Cukup dengan masuk aplikasi dan melakukan order tanpa beranjak dari tempat berada, driver GO-JEK akan menyambangi ke tempat sesuai alamat yang diberikan. Tak harus capek-capek dan berpanasan berjalan ke tempat Tukang Ojek Pangkalan (TOP).

Satu pihak lain yang memandang negatif, terutama dari para TOP, bahwa keberadaan GO-JEK akan mengurangi minat penumpang terhadap mereka dan tentu hal ini akan mengurangi pemasukan mereka. Para TOP memandang kehadiran GO-JEK akan menggusur secara perlahan eksistensi mereka yang sudah menekuni profesi sebagai pengojek puluhan tahun.

Rezeki tak akan Tertukar

Aguy, barangkali mereka lupa atau tidak tahu sama sekali bahwa sesungguhnya rezeki itu sudah ada porsi bagiannya masing-masing. Kalau sudah rezeki tak akan tertukar kepada orang lain. Asumsi rezeki tak akan tertukar ini membutuhkan pemahaman dan penghayatan sungguh-sungguh. Hanya bagi orang yang mendalami ajaran agamalah, adagium tersebut bisa membuatnya legawa lillahita’ala.
Helm-helm driver GO-JEK diambil paksa begitu juga jaket, lalu dimusnahkan dalam jilatan api.
(foto: Arliyu Rahman/LE-Plus)

Bagi mereka yang tak paham apalagi menghayati, melihat kehadiran GO-JEK bagai sambaran petir di siang bolong. Bagi mereka, GO-JEK adalah pesaing yang harus ditentang. Karena itu terjadilah sweeping oleh TOP terhadap driver GO-JEK. Jaket dan helm diambil paksa dan dibakar di tempat mereka melakukan razia. Di Terminal Rajabasa, di beberapa tempat pangkalan mereka.

Apa yang terjadi sesungguhnya bukanlah sesuatu yang unpredictable. Semua sudah bisa ditebak. Sebab, kejadian penolakan terhadap moda transportasi berbasis aplikasi bukan hanya sekali ini, bukan hanya di Bandarlampung. Jauh hari sudah pernah terjadi di Jakarta. Driver taksi konvensional berdemo dan anarkis terhadap taksi online seperti Uber dan Grab Car.

Tak ada asap kalau tak ada api. Pemeo abadi ini tak bisa dikesampingkan pada kasus sweeping oleh TOP terhadap driver GO-JEK. Sebab, aksi yang POKBAL lakukan, menurut mereka, sebagai balasan atas pengrusakan pangkalan ojek yang dilakukan oleh para driver GO-JEK sebelumnya. Kalau memang benar, wajar mereka melakukan pembalasan. Tapi, tindakan anarkis tentu bukan suatu cara yang bisa dibenarkan.    
Polresta Bandarlampung memediasi perdamaian antara POKBAL dan driver OTO-JEK dan GO-JEK, Senin (15/5/2017), yang sempat terjadi insiden di beberapa titik. Dengan perdamaian ini diharapkan ke depan tercipta situasi kondusif demi kenyamana bersama dalam mengais rezeki. (foto: Arliyus Rahman/LE-Plus) 

Tergusurnya Bus DAMRI

Jauh sebelum adanya moda transportasi berbasis aplikasi GO-JEK, bahkan jika men-scroll waktu ke tahun 90an, alat transportasi bagi warga Bandarlampung adalah angkutan kota (angkot) dan Bus DAMRI. Ketika di Jakarta muncul TransJakarta juga di Yogyakarta dan kota besar lainnya, pemerintah Kota Bandarlampung ikut-ikutan mengizinkan beroperasinya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Bandarlampung.

Tak tanggung-tanggung, armada yang dikelola oleh Konsorsium PT Trans Bandarlampung (PT. TBL) yang merupakan gabungan 37 perusahaan angkutan di Bandarlampung. Mulai dioperasikan pada 14 November 2011 dengan 40 armada bus yang murni dibeli oleh konsorsium. Sama seperti TOP, hadirnya BRT membuat sopir angkot berdemo kepada Wali Kota Herman HN dan melakukan aksi anrkis dengan melempari kaca belakang BRT.
Inilah BRT Trans Bandarlampung yang keberadaannya tinggal sedikit dan kurang peminat, kebanyakan sepi penumpang dan menjenuhkan dalam menunggu kedatangannya. Maka, GO-JEK dianggap alternatif moda transportasi yang menjanjikan kenyamanan mobilitas warga kota TAPIS BERSERI. (foto: istimewa/net)

Seiring dengan mengadakan BRT, pemerintah Kota Bandarlampung juga menyetop izin trayek dan penambahan armada baru bagi angkot. Bus DAMRI yang ’berkawan’ dengan angkot pun ikut ’digusur’ keberadaannya. Sejalan pula kemudahan kredit sepeda motor oleh pihak leasing, membuat naiknya daya beli masyarakat sehingga terjadi peningkatan jumlah sepeda motor di jalanan.

Dengan luas wilayah  197,22 km persegi, dengan panjang jalan negara 65,04 km dan jalan provinsi 43,98 km. Upaya melebarkan jalan dengan menggusur trotoar, sementara penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan motor) yang meningkat drastis, menciptakan kemacetan luar biasa pada jam-jam sibuk pagi hari saat pergi ke kantor dan sekolah, dan petang hari saat pulang kantor dan sekolah.

Penyingkap Tabir Pengangguran

BRT di Kota Bandarlampung memang murni inisiatif swasta, tidak mendapat subsidi pemerintah. Pengadaan armadanya kerja sama konsorsium 37 perusahaan angkutan yang sudah sejak lama beroperasi. Dengan merencanakan pembukaan 14 koridor, harapan yang dituju dengan dioperasikannya BRT adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 1.500 orang, berupa sopir dan kru bus serta tenaga administrasi di kantor PT Trans Bandarlampung (PT. TBL).

Begitu juga GO-JEK di Bandarlampung. Bisa jadi pekerjaan sampingan bagi orang yang memiliki banyak waktu luang. Di sela-sela kesibukan atau mengambil waktu sesudah pulang bekerja kantoran, sejak petang hingga malam bisa menunggu orderan sebagai driver GO-JEK, toh fasilitas layanannya tidak melulu jemput dan antar penumpang, bisa juga melayani delivery makanan (GO-FOOD) dan belanja barang lainnya (GO-MART).

Penyelenggara GO-JEK Bandarlampung membuka pintu bagi TOP untuk bergabung asal memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Kalau hal ini dimanfaatkan, bisa saja dia tetap mangkal di tempat TOP sebagaimana biasanya, sambil melayani penumpang langganan sebagai pengojek konvensional juga untuk menunggu orderan GO-JEK lewat gawainya.

Apakah TOP atau pekerja paruh waktu, lebih-lebih yang lama menganggur karena mencari kerja tak dapat-dapat, mestinya hadirnya GO-JEK disikapi positif sebagai pembuka tabir gelap pengangguran yang madesu (masa depan suram), jangankan jodoh (bagi yang lajang) sedang uang untuk beli rokok saja tak punya, apalagi untuk bayar mahar si gadis pujaan.

Solusinya Peningkatan Pelayanan

Baru bulan Maret lalu, beredar kabar bahwa Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, akan melarang ojek aplikasi di Yogya. Tak pelak kabar ini menimbulkan kegusaran. Banyak warga Yogya yang mengeluhkan rencana tersebut. Para pengguna menganggap aturan tersebut akan menghambat mobilitas mereka. Padahal GO-JEK Indonesia resmi berekspansi di Yogya sejak 16 November 2015 dengan jumlah driver 200 orang. Dan saat ini keberadaan mereka konon telah mencapai 6.000 armada se-DIY.

Pada mulanya kehadiran GO-JEK di Yogya juga tidak diterima dengan ramah oleh TOP. Ini di luar kelaziman Wong Yukjo yang super ramah. Maka, untuk menghindari konflik, driver GO-JEK lebih memilih menjemput langsung pemesannya ke halaman rumah atau masuk kampus bila yang memesan mahasiswa/i. Karena bila menunggu di pinggir jalan mereka khawatir akan diserang oleh TOP.

Wacana pelarangan oleh Gubernur DIY karena makin maraknya keberadaan taksi dan ojek online yang berpotensi mematikan kendaran berpelat kuning. Larangan akan diberlakukan setelah mendapat izin dari Kementerian Perhubungan. Semua kendaraan berplat hitam seperti GO-JEK, Go-car, Grab car, Uber akan dilarang karena mereka tak berizin.

Rencana pelarangan taksi online akan diimbangi dengan meningkatkan jumlah TransJogja. Hal itu dilakukan agar masyarakat leluasa untuk berpergian di dalam kota. Tak hanya jumlah armada, pelayanan juga akan lebih ditingkatkan di antaranya dengan menambah 9 trayek baru pada April 2017 dan adanya kemudahan pembayaran TransJogja menggunakan kartu elektronik.

Trayek yang tadinya hanya 8 akan ditambah menjadi 17. Jumlah armada juga ditambah menjadi total 128 unit. Shelter pun ditambah. bayar TransJogja juga dipermnudah. Bisa bayar di atas bus. Dengan begitu, keberadaan taksi berplat hitam yang dianggap mengganggu kenyamanan TransJogja, berangsur-angsur akan dieliminasi dari jalanan Kota Gudeg.

Begitu juga di Kota bandarlampung, mungkin untuk menghambat kehadiran Go-Car, Grab-Car dan Uber. Walau sudah ada taksi online (Timbel Taksi), kini sudah makin sering dijumpai Trans Lampung, yaitu taksi baru yang menjadi alternatif pilihan bagi warga di samping Siger Taksi dan Taksi Puspa yang sudah lama beredar keliling-keliling kota, menambah sesaknya jalanan yang kian polusi. 

Dinamika Zaman yang Berubah

Begitulah, pro-kontra terhadap dinamika zaman yang berubah, tak bisa dihindarkan. Perubahan, apa pun itu, selalu akan terjadi, selalu akan berulang. Dibutuhkan kearifan dalam menyikapi, menerima dan menolak. Perubahan adalah suatu keniscayaan, tak mungkin dihindari. Kalau mau maju, mau tidak mau, harus menerima perubahan. Harus bergerak tak bisa berdiam diri.



Sabtu, 13 Mei 2017

Masa Depan Hutan

Ah, hampir saja kelupaan kalau hari ini diperingati sebagai Hari Hutan Indonesia. Padahal dari beberapa hari lalu sudah siap ngetwit. Karena, di momen penting seperti ini tentu twitan akan ramai dengan tagar #hutan #jagahutan atau lainnya. Bahwa kepedulian untuk menyelamatkan masa depan hutan seyogianya dimiliki oleh siapa pun.

Eksploitasi hutan untuk dialihfungsikan ke peruntukan lain, kalau tidak dibatasi atau dihentikan sama sekali (moratorium), niscaya akan memperparah tingkat kerusakan hutan di masa depan. Jangankan pengusaha kelas kakap (yang duitnya tidak berseri), yang boleh jadi mengantongi izin HPH, para perambah pun sangat membahayakan bagi masa depan hutan di Indonesia.

Dari tahun ke tahun tingkat kerusakan hutan semakin luas. Sebagai contoh, lihat potret hutan Pulau Kalimantan di bawah ini (lihat foto). Posisi pada tahun 1950, seluas-luasnya Pulau Kalimantan masih tampak hijau (hampir) sempurna. Tahun 1985 sudah mulai terlihat penggundulan di bagian pesisir sebelah barat dan selatan.
kondisi hutan Pulau Kalimanatan sejak tahun 1950 hingga 2020 nanti

Daerah yang hutannya tereksploitasi mulai bertambah luas lagi pada tahun 2000 hingga 2005, ke arah sebelah timur. Kondisi hutan di Pulau Kalimantan kian tereduksi semakin parah pada tahun 2010. Saat ini kita berada di tahun 2017, sementara tiga tahun ke depan, atau pada tahun 2020, kondisi hutan di Pulau Kalimantan kian habis, hanya tersisa sedikit di bagian utara.

Kepedulian berbagai pihak terhadap pentingnya pelestarian hutan, ditunjukkan dengan berbagai cara. Di antaranya dengan menggerakkan petisi berupa aksi pengumpulan tandatangan melalui www.change.org Meski hanya tandatangan, itu sudah berarti bagi penyelamatan masa depan hutan Indonesia, sebagai identitas yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Meski hanya tandatangan, itu menunjukkan bahwa kita peduli. Mari #JagaHutan demi masa depan anak cucu kita. Mewariskan kelestarian hutan rasanya lebih bermanfaat ketimbang deposito di bank. Hari ini saja suhu sudah demikian panas, apalagi bila sudah tidak ada sama sekali hutan di Tanah Air kita ini. Untuk sedikit menyejukkan suasana lingkungan tempat tinggal kita, cukuplah diupayakan dengan menghijaukannya. Tanamlah walau satu batang pohon di pekarangan rumah.

Memperhatikan potret hutan di Pulau Kalimantan pada tahun 2020 nanti (seperti di foto), tentu betapa mengerikan. Terpikirkah kira-kira bencana apa yang akan terjadi sebagai akibat eksploitasi besar-besaran hutan di bagian hulu? Bisa jadi, dari hutan yang gundul akibat penebangan liar atau dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit, akan mengirim banjir dan menenggelamkan sebagian daerah (kabupaten) di sekitarnya. Sangat mungkin, kalau tidak diantisipasi dari sekarang.      




Minggu, 07 Mei 2017

Dress Code


Sebagai rangkaian acara memperingati HUT ke-335 Kota Bandarlampung, (versi saya menulisnya disambung, ada juga yang biasa menulis dipisah, Bandar Lampung), Minggu tadi pagi Pemkot menggelar jalan sehat. Ribuan masyarakat tumpah ruah di jalan protokol kota TAPIS BERSERI ini, sejak start di depan Hotel Whiz Prime (Jl. Ahmad Yani) hingga finish di Bundaran Tugu Adipura atau dikenal juga dengan sebutan Tugu Gajah.
Garis Start, depan Whiz Hotel Bandarlampung

Yang menarik, adalah ditentukannya dress code berwarna merah, khusus untuk kalangan instansi, terutama para guru, mengikuti seragam yang dipakai oleh pasangan Pak dan Ibu Walikota beserta beberapa anggota uspida dan DPRD yang berkesempatan hadir. Sehingga kerumunan massa peserta jalan sehat dominan merah, terutama ibu-ibu guru SD dan SMP yang juga melengkapinya dengan kerudung (hijab) merah. Tak hanya dress code, balon yang hendak dilepasterbangkan juga warnanya hanya merah, bukan warna-warni sebagaimana lazimnya ada di arena party.
Kerumunan massa di seputaran Tugu Gajah

Meski tidak semua merah karena ada juga guru-guru yang kecele. Kadung sudah mengenakan warna biru lalu berangkat sepagi mungkin dan tidak sempat membaca WA pemberitahuan dari wakil kepala sekolah kalau ada perubahan dress code. Sehingga sejauh mata memandang, warna merah memang dominan. Apapun bentuk fashion yang dikenakan. Tapi, setelah berbaur dengan kalangan masyarakat, semarak warna pun menambah keragaman. Ah, betapa indahnya perpaduan bermacam warna.
Kerumunan massa di depan panggung dekat Tugu Gajah

Yang menarik perhatian, di antara dress code yang ditentukan berwarna merah itu, akhirnya yang jadi perhatian utama adalah warnanya bukan bentuk fashion-nya. Sehingga, dari bentuk fashion yang beraneka macam bisa memperlihatkan fashion sense seseorang. Di area seramai itu punya kemampuan sungguh luar biasa untuk mengungkapkan selera busana paling dasar dari setiap individu.
Panggung tempat Walikota Herman HN menekan sirine melepas peserta jalan sehat

Jangankan di acara party yang ada red carpet atau di tempat clubbing paling happening. Di event akbar semacam jalan sehat, semua orang pasti berusaha setengah mati untuk terlihat sempurna. 
Lebih-lebih bila ditentukan dress code warna merah, maka yang harus jadi perhatian, di acara yang akan berpanas-panasan kemudian mandi keringat itu, bahwa baju yang dipakai tidaklah harus fashionable melainkan yang bisa menyerap keringat dan tidak menimbulkan rasa gerah.

Fashionable atau Buta Gaya

Mengamat-amati (cieee... pengamat nih ye...), secara umum paserta jalan sehat HUT Kota Bandarlampung, tadi pagi, busana yang dikenakan adalah setelan baju olahraga, kaus dan celana training spak atau kaus T-Shirt dengan celana training spak atau celana legging (bagi wanita) atau celana kargo selutut atau celana kotak-kotak (bagi pria).

Karena ini adalah acara yang dihelat Pemkot dan bersifat masal, bukan di arena gym yang privat, sehingga tidak dijumpai peserta wanita yang mengenakan busana paduan tank top lengkap dengan sport bra dengan celana legging. Atau jenis crop top, jumpsuit dan track pants. Tapi ada satu dua yang memakai celana short super pendek dari bahan jeans dan atasan kaus yang agak ketat.

Tidak juga ada lelaki yang mengenakan kaus belel atau tank top yang sebenarnya adalah singlet dalaman yang dipadukan dengan celana olahraga alakadarnya. Tapi sempat saya berjumpa dengan satu cowok yang berkaus ala binaragawan lengkap dengan tulisan di bagian punggungnya, dan bawahan celana berbahan kaus yang gombrong dan terlihat nyaman digunakan untuk bergerak.
Peserta jalan sehat mulai menyususri jalan protokol setelah dilepas Walikota

Acara jalan sehat memang bukanlah area untuk mempertontonkan gaya busana yang stylish dan trendi. ’Nyaman nomor satu dan gaya nomor dua’ adalah kecenderungan yang dianut para peserta. Apa pun busana yang mereka pakai, yang penting nyaman melenggang. Dan, niat awalnya untuk berpartisipasi memeriahkan HUT kota kesayangan.

Tentu, semua itu tak juga bisa dilepaskan dari niat sampingan atau keinginan tersembunyi. Sebab acara yang melibatkan banyak sponsor ini, menyediakan puluhan hadiah berupa kipas angin, dispenser, mesin cuci, lemari es, sepeda gunung, LED TV, hingga satu unit mobil. Siapa dong yang nggak rela berpanas-panasan dan sampai sore menunggu pengumuman penarikan kupon undian yang sudah dicemplungkan ke kotak yang telah disediakan panitia. Siapa tahu beruntung, pulang bawa mobil. 
DAAAAN, yang beruntung memboyong hadiah utama, mobil Ayla adalah nenek Susaptarinawati (64), warga Kemiling. Diserahkan langsung oleh Wali Kota Herman HN didamping Ketua Tim Penggerak PKK Eva Dwiana
dan Komandan KODIM 0410/Bandarlampung, Letnan Kolonel Armed Didik H.
(foto: istimewa) 

Tapi, ada juga segelintir peserta yang kiblat fashionnya ’gaya nomor satu nyaman nomor dua’ Bagi golongan manusia seperti ini, apa pun aktivitas yang dikerjakan, yang penting penampilannya terlihat trendi. Mereka ini, seperti yang sudah disinggung di atas, seperti yang mengenakan celana kargo atau celana pendek kotak-kotak, yang sejatinya bukanlah pakaian olahraga tapi membuat mereka terlihat keren. 
Peserta jalan sehat meyusuri Jalan Ahmad Yani

Pasangan (atasan) dari celana kargo atau kotak-kotak itu bisa tank top yang menyembulkan logo brand tertentu di bagian dada kiri atau berupa kaus vintage yang biasanya ’mahal punya’. Atau kalau mau lebih ekstrem, adalah polo shirt. Sedangkan sepatu yang dipakai bukanlah khusus untuk olahraga. Misalnya, converse atau sneakers. Terlepas nyaman atau tidak, yang penting bisa terlihat gaya. Yah, semua tergantung niat awal tadi. Bisa saja pinginnya fashionable tapi justru terlihat ’buta gaya’. Dan, niat saya juga hanya penggembira, tak sepanjang jalur saya telusuri. Saya ambil jalan pintas alias potong kompas. Usai pelepasan balon ke udara, ngacir pulang. Bodo amat hadiah-hadiah itu.
Sebagian Guru dari salah satu SMPN di Bandarlampung yang mengikuti jalan sehat. (foto: istimewa)


Rabu, 03 Mei 2017

Hardiknas Ternoda

”Setiap orang bisa menjadi guru, terutama Ibu di rumah, 
karena guru utama adalah seorang Ibu. 
Setiap rumah bisa menjadi sekolah, 
karena pendidikan dini berawal dari rumah”

Itu yang saya tulis di Instgram, menadai peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017

*****
Tapi peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kali ini ternoda oleh perilaku siswa/siswi SMA yang menerima pengumam kelulusan. Raung iring-iringan motor anak-anak SMA dengan seragam yang sudah penuh coretan pilox, tiba-tiba melesak memasuki jalan dua jalur Perumahan Bukit Kemiling Permai (BKP). Saya hanya terkesima melihatnya dari halaman SMPN 28 Bandarlampung.

Sepertinya rombongan, yang tidak jelas dari SMA mana, itu tidaklah bermaksud menjadikan jalan dua jalur Perum BKP sebagai rute konvoi mereka. Karena selintas terdengar raung sirene mobil patroli polisi, seperti melintas di jalan Imam Bonjol (gerbang perumahan) atas.

Saya menduga, segelintir iringan motor itu sengaja memisahkan diri dari rombongan lainnya yang barangkali dikejar mobil patroli polisi tersebut. Dan daripada tertangkap, mereka lebih baik mencari aman dengan memasuki komplek Perum BKP.

Aksi corat-coret baju seragam kemudian konvoi sepeda motor di jalan, sepertinya sudah jadi acara ”wajib” bagi anak-anak SMA pascapengumuman kelulusan. Celakanya, ada di antara pemotor itu yang tidak mengenakan helm penlindung kepala dengan alasan yang tidak jelas.

Di antara alasan para pemotor yang tidak mengenakan helm pelindung kepala, misalnya, di jalan yang mereka lalui tidak akan bertemu polisi yang melakukan penertiban. Tidak hanya jalan yang memang relatif sepi karena berada di pelosok. Di tengah kota sekali pun banyak pemotor yang melakukan hal yang sama.

Alasan ”tidak ada polisi” sama sekali tidak nalar. Seolah-olah peruntukan helm hanya demi terhindar dari tilang oleh aparat kepolisian yang sedang melakukan razia penertiban. Enggan mengenakan adalah cerminan miskinnya kesadaran akan pentingnya tertib berlalu-lintas. Dan yang lebih penting, kegunaan helm adalah untuk melindungi kepala dari benturan hebat bila terjadi kecelakaan.

Helm adalah kelengkapan wajib bagi para pengguna kendaraan bermotor roda dua, sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Jadi, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi jalanan ada atau tida ada polisi.

Dalam UU di atas, diatur jelas tentang ketentuan kewajiban mengenakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI). Disebutkan, ”Tidak mengenakan helm SNI Pasal 291 (1) jo Pasal 106 (8) dikenakan denda Rp.250.000. Sedang bagi penumpang (orang yang dibonceng), diatur Pasa 291 (2) jo Pasal 106 (8) dengan besaran denda yang sama.

***
Pengumuman kelulusan bertepatan dengan peringatan Hardiknas 2 Mei 2017, yang diwarnai aksi corat-coret dengan pilox, spidol, atau pulpen pada seragam, terjadi di berbagai pelosok negeri. Mulai dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung timur Pulau jawa.

Di Kota Jambi konvoi dilakukan hingga larut malam. Selasa (2/5) malam, mobil patroli polisi menghalau ratusan lulusan SMA Negeri 6 yang konvoi dan memacetkan jalan. Setelah dihalau petugas, ratusan anak tersebut berkumpul di Taman Remaja. Mereka melanjutkan aksi konvoi keliling kota bergabung dengan lulusan sekolah lain hingga pukul 22.00 WIB.

Kecelakaan

Sebuah video diunggah ke Facebook yang kemudian viral karena aksi konvoi anak SMA tersebut. Dalam video tersebut tampak sebuah motor yang terbakar. Seorang pelajar yang memakai helm berusaha untuk memadamkan motor tersebut.
seorang siswa berusaha memadamkan api yang membakar motor RX-King, namun api tetap membesar
(foto dari facebook)

Namun apa daya api sudah menyala begitu besar. Berkali-kali motor itu disiram dengan air tapi tidak bisa padam apinya. Aksi heroik dilakukan pelajar lain yang juga memakai seragam dicorat-coret kemudian ikut membantu memadamkan motor RX-King tersebut.

Akibat perilaku siswa/siswi yang konvoi dengan memacu gas kendara dengan kecepatan tinggi jadi fatal.  Ada sejumlah peserta konvoi yang mengalami kecelakaan. Seperti yang terjadi di Lampung  Selatan, dua siswi SMA yang merayakan kelulusan, dilarikan ke RSU Bob Bazar, Kalianda. Keduanya terlibat kecelakaan lalu lintas di jalan utama Kalianda, Selasa (2/5/2017).

Kecelakaan melibatkan sepeda motor Yamaha Mio BE 3793 DD, dan sepeda motor Yamaha Jupiter MX BE 4756 RS. ”Satu luka berat dan satu luka ringan. Sedangkan, pengendara yang ditabrak hanya mengalami luka lecet,” ujar Kasat Lantas Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Mubiarto Banu Kristanto, kepada LAMPUNG EKSPRES-Plus.com.
Siswa yang diamankan di Mapolres Lampung Selatan

(foto: LE-Plus)
Sementara, puluhan siswa SMA yang merayakan kelulusan berhasil dijaring polisi dan diamankan di Mapolres Lampung Selatan. Para pelajar tersebut dianggap mengganggu kelancaran arus lalu lintas, karena merayakan kelulusan dengan konvoi di jalan utama Kota Kalianda.

Di media sosial Instagram beredar video siswa/siswi yang melakukan konvoi dan tertangkap polisi diamankan di Mapolsek Kedungwuni, Pekalongan. Di halaman markas kepolisian tersebut, siswa disuruh jongkok dekat motor yang diparkirkan dalam keadaan mesinnya dihidupkan. Aparat polisi lalu mengegas motor untuk memperdengarkannya kepada siswa/siswi tersebut bagaimana rasanya mendengar suara knalpot digeber dari dekat.

Kekecualian

Tapi, ada kekecualian sebagai cerita menyejukkan dari ritual pengumuman kelulusan ini. Seperti diberitakan Detik.com, puluhan ribu pelajar di Kabupaten Sragen berjanji tidak akan menggelar konvoi dan corat-coret seragam saat lulusan sekolah nanti. Hal tersebut diungkapkan dalam Deklarasi Pelajar Cinta Damai.
Suasana Deklarasi Pelajar Cinta Damai di GOR Diponegoro, Sragen (Jawa Tengah)
(foto: Detik.com)

Polres Sragen mengadakan acara tersebut untuk memberikan motivasi sekaligus pembinaan kepada para pelajar dalam menghadapi ujian nasional. Kapolres Sragen, AKBP Cahyo Widiarso, mengatakan, kelulusan sekolah tidak perlu diisi dengan hura-hura, apalagi jika diwarnai aksi kekerasan, mengonsumsi minuman keras, bahkan narkoba.

”Pelajar adalah aset bangsa di kemudian hari. Tugas pelajar adalah belajar dengan baik. Tidak boleh hura-hura, anarkis, apalagi mengkonsumsi zat terlarang karena itu bisa merusak masa depan kalian,” kata Cahyo saat memimpin deklarasi di GOR Diponegoro Sragen, Rabu (29/3/2017).

Di Yogyakarta, sebanyak 2.000 nasi bungkus dan 3.000 susu dibagikan oleh siswa/siswi kepada masyarakat di jalanan, seperti tukang becak, pemulung, gelandangan dan pengemis. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk kepedulian dan pengisi acara ”Sungkeman 2017”, yang mengambil titik kumpul di Masjid Gede Kauman, sebagai tanda kelulusan siswa/siswi.

Kekcualian juga terjadi di Kabupaten Merauke, Papua. Untuk menghindari adanya konvoi dan aksi corat-coret seragam, pengumuman hasil UN di SMA YPK Merauke diberikan langsung kepada para orang tua atau wali siswa. Apalagi kelulusan siswa/siswi di sekolah itu hanya sebesar 87,5 persen. Tidak mencapai kelulusan 100 persen karena dari 137 siswa terdaftar sebagai peserta ujian. Namun hanya 122 yang ikuti UN. Sisanya, tidak mengikuti UN. Tapi dari jumlah 122 siswa/siswi tersebut semuanya lulus.

”Siswa yang datang tidak diwajibkan pakai seragam, melainkan pakai pakaian bebas rapi. Supaya mereka tidak melakukan aksi negatif. Tetapi mengungkapkan kebahagiaannya dengan bersyukur dan berdoa,” ujar Kepala Sekolah SMA YPK Merauke, Soleman Jambormias, kepada MetroMerauke, Selasa (2/5/2017).