Aguy, akhirnya di
KOTA TAPIS BERSERI ada ojek online. Walau, menurut kabar yang terdengar, bahwa pihak
pemerintah kota Bandarlampung merasa pihak penyelenggara belum mengajukan izin
operasi. Tapi, di jalan-jalan sekujur kota sudah banyak dijumpai driver ojek
berjaket hijau bertulis GO-JEK di punggungnya, berseliweran baik dengan atau
tanpa membawa penumpang.
Tapi, jauh sebelum GO-JEK masuk Bandarlampung, terlebih dahulu sudah ada MAS-OJEK yang didirikan pada 31 Agustus 2014. Hanya saja baru bisa diakses melalui website www.masojek.com atau pesan LINE, WA, SMS, belum didukung layanan berbasis aplikasi. Di Kabupaten Pringsewu malahan ada Brother Jek (BRO-JEK), malayani antar-jemput anak sekolah, pegawai dan karyawan. Menyusul kemudian OTO-JEK, SIGER-JEK, Bahkan akan masuk juga MANG-JEK hasil kreasi anak-anak Palembang.
Tapi, jauh sebelum GO-JEK masuk Bandarlampung, terlebih dahulu sudah ada MAS-OJEK yang didirikan pada 31 Agustus 2014. Hanya saja baru bisa diakses melalui website www.masojek.com atau pesan LINE, WA, SMS, belum didukung layanan berbasis aplikasi. Di Kabupaten Pringsewu malahan ada Brother Jek (BRO-JEK), malayani antar-jemput anak sekolah, pegawai dan karyawan. Menyusul kemudian OTO-JEK, SIGER-JEK, Bahkan akan masuk juga MANG-JEK hasil kreasi anak-anak Palembang.
Perkumpulan Ojek Kota Bandarlampung (POKBAL) melakukan sweeping terhadap driver GO-JEK, Sabtu (13/5/2017). (foto: Arliyus Rahman/SKH LAMPUNG EKSPRES Plus) |
Keberadaan GO-JEK ini tentu memunculkan dua opsi pendapat. Satu
pihak memandangnya positif, karena akan memudahkan mobilitas. Cukup dengan
masuk aplikasi dan melakukan order tanpa beranjak dari tempat berada, driver
GO-JEK akan menyambangi ke tempat sesuai alamat yang diberikan. Tak harus
capek-capek dan berpanasan berjalan ke tempat Tukang Ojek Pangkalan (TOP).
Satu pihak lain yang memandang negatif, terutama dari para TOP,
bahwa keberadaan GO-JEK akan mengurangi minat penumpang terhadap mereka dan
tentu hal ini akan mengurangi pemasukan mereka. Para TOP memandang kehadiran
GO-JEK akan menggusur secara perlahan eksistensi mereka yang sudah menekuni
profesi sebagai pengojek puluhan tahun.
Rezeki tak akan Tertukar
Aguy, barangkali
mereka lupa atau tidak tahu sama sekali bahwa sesungguhnya rezeki itu sudah ada
porsi bagiannya masing-masing. Kalau sudah rezeki tak akan tertukar kepada
orang lain. Asumsi rezeki tak akan tertukar ini membutuhkan pemahaman dan penghayatan
sungguh-sungguh. Hanya bagi orang yang mendalami ajaran agamalah, adagium tersebut
bisa membuatnya legawa lillahita’ala.
Helm-helm driver GO-JEK diambil paksa begitu juga jaket, lalu dimusnahkan dalam jilatan api. (foto: Arliyu Rahman/LE-Plus) |
Bagi mereka yang tak paham apalagi menghayati, melihat kehadiran
GO-JEK bagai sambaran petir di siang bolong. Bagi mereka, GO-JEK adalah pesaing
yang harus ditentang. Karena itu terjadilah sweeping oleh TOP terhadap driver
GO-JEK. Jaket dan helm diambil paksa dan dibakar di tempat mereka melakukan
razia. Di Terminal Rajabasa, di beberapa tempat pangkalan mereka.
Apa yang terjadi sesungguhnya bukanlah sesuatu yang
unpredictable. Semua sudah bisa ditebak. Sebab, kejadian penolakan terhadap
moda transportasi berbasis aplikasi bukan hanya sekali ini, bukan hanya di
Bandarlampung. Jauh hari sudah pernah terjadi di Jakarta. Driver taksi
konvensional berdemo dan anarkis terhadap taksi online seperti Uber dan Grab Car.
Tak ada asap kalau tak ada api. Pemeo abadi ini tak bisa dikesampingkan pada kasus sweeping oleh TOP terhadap driver GO-JEK. Sebab, aksi yang POKBAL lakukan, menurut mereka, sebagai balasan atas pengrusakan pangkalan ojek yang dilakukan oleh para driver GO-JEK sebelumnya. Kalau memang benar, wajar mereka melakukan pembalasan. Tapi, tindakan anarkis tentu bukan suatu cara yang bisa dibenarkan.
Tak ada asap kalau tak ada api. Pemeo abadi ini tak bisa dikesampingkan pada kasus sweeping oleh TOP terhadap driver GO-JEK. Sebab, aksi yang POKBAL lakukan, menurut mereka, sebagai balasan atas pengrusakan pangkalan ojek yang dilakukan oleh para driver GO-JEK sebelumnya. Kalau memang benar, wajar mereka melakukan pembalasan. Tapi, tindakan anarkis tentu bukan suatu cara yang bisa dibenarkan.
Tergusurnya Bus DAMRI
Jauh sebelum adanya moda transportasi berbasis aplikasi
GO-JEK, bahkan jika men-scroll waktu
ke tahun 90an, alat transportasi bagi warga Bandarlampung adalah angkutan kota
(angkot) dan Bus DAMRI. Ketika di Jakarta muncul TransJakarta juga di Yogyakarta
dan kota besar lainnya, pemerintah Kota Bandarlampung ikut-ikutan mengizinkan
beroperasinya Bus Rapid Transit (BRT)
Trans Bandarlampung.
Tak tanggung-tanggung, armada yang dikelola oleh Konsorsium
PT Trans Bandarlampung (PT. TBL) yang merupakan gabungan 37 perusahaan angkutan
di Bandarlampung. Mulai dioperasikan pada 14 November 2011 dengan 40 armada bus
yang murni dibeli oleh konsorsium. Sama seperti TOP, hadirnya BRT membuat sopir
angkot berdemo kepada Wali Kota Herman HN dan melakukan aksi anrkis dengan
melempari kaca belakang BRT.
Seiring dengan mengadakan BRT, pemerintah Kota Bandarlampung
juga menyetop izin trayek dan penambahan armada baru bagi angkot. Bus DAMRI
yang ’berkawan’ dengan angkot pun ikut ’digusur’ keberadaannya. Sejalan pula
kemudahan kredit sepeda motor oleh pihak leasing,
membuat naiknya daya beli masyarakat sehingga terjadi peningkatan jumlah sepeda
motor di jalanan.
Dengan luas wilayah 197,22 km persegi, dengan panjang jalan negara 65,04 km dan jalan provinsi 43,98 km. Upaya melebarkan jalan dengan
menggusur trotoar, sementara penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan motor)
yang meningkat drastis, menciptakan kemacetan luar biasa pada jam-jam sibuk
pagi hari saat pergi ke kantor dan sekolah, dan petang hari saat pulang kantor
dan sekolah.
Penyingkap Tabir Pengangguran
BRT di Kota Bandarlampung memang murni inisiatif swasta,
tidak mendapat subsidi pemerintah. Pengadaan armadanya kerja sama konsorsium 37
perusahaan angkutan yang sudah sejak lama beroperasi. Dengan merencanakan pembukaan
14 koridor, harapan yang dituju dengan dioperasikannya BRT adalah untuk
menciptakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 1.500 orang, berupa sopir dan kru
bus serta tenaga administrasi di kantor PT Trans Bandarlampung (PT. TBL).
Begitu juga GO-JEK di Bandarlampung. Bisa jadi pekerjaan
sampingan bagi orang yang memiliki banyak waktu luang. Di sela-sela kesibukan
atau mengambil waktu sesudah pulang bekerja kantoran, sejak petang hingga malam
bisa menunggu orderan sebagai driver GO-JEK, toh fasilitas layanannya tidak
melulu jemput dan antar penumpang, bisa juga melayani delivery makanan (GO-FOOD) dan belanja barang lainnya (GO-MART).
Penyelenggara GO-JEK Bandarlampung membuka pintu bagi TOP
untuk bergabung asal memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Kalau hal ini
dimanfaatkan, bisa saja dia tetap mangkal di tempat TOP sebagaimana biasanya,
sambil melayani penumpang langganan sebagai pengojek konvensional juga untuk
menunggu orderan GO-JEK lewat gawainya.
Apakah TOP atau pekerja paruh waktu, lebih-lebih yang lama
menganggur karena mencari kerja tak dapat-dapat, mestinya hadirnya GO-JEK
disikapi positif sebagai pembuka tabir gelap pengangguran yang madesu (masa
depan suram), jangankan jodoh (bagi yang lajang) sedang uang untuk beli rokok saja
tak punya, apalagi untuk bayar mahar si gadis pujaan.
Solusinya Peningkatan Pelayanan
Baru bulan Maret lalu, beredar kabar bahwa Gubernur DIY, Sri
Sultan Hamengkubuwono X, akan melarang ojek aplikasi di Yogya. Tak pelak kabar
ini menimbulkan kegusaran. Banyak warga Yogya yang mengeluhkan rencana tersebut.
Para pengguna menganggap aturan tersebut akan menghambat mobilitas mereka.
Padahal GO-JEK Indonesia resmi berekspansi di Yogya sejak 16 November 2015
dengan jumlah driver 200 orang. Dan saat ini keberadaan mereka konon telah
mencapai 6.000 armada se-DIY.
Pada mulanya kehadiran GO-JEK di Yogya juga tidak diterima
dengan ramah oleh TOP. Ini di luar kelaziman Wong Yukjo yang super ramah. Maka, untuk menghindari konflik,
driver GO-JEK lebih memilih menjemput langsung pemesannya ke halaman rumah atau
masuk kampus bila yang memesan mahasiswa/i. Karena bila menunggu di pinggir
jalan mereka khawatir akan diserang oleh TOP.
Wacana pelarangan oleh Gubernur DIY karena makin maraknya
keberadaan taksi dan ojek online yang
berpotensi mematikan kendaran berpelat kuning. Larangan akan diberlakukan setelah
mendapat izin dari Kementerian Perhubungan. Semua kendaraan berplat hitam
seperti GO-JEK, Go-car, Grab car, Uber akan dilarang karena mereka tak berizin.
Rencana pelarangan taksi online
akan diimbangi dengan meningkatkan jumlah TransJogja. Hal itu dilakukan agar
masyarakat leluasa untuk berpergian di dalam kota. Tak hanya jumlah armada, pelayanan
juga akan lebih ditingkatkan di antaranya dengan menambah 9 trayek baru pada
April 2017 dan adanya kemudahan pembayaran TransJogja menggunakan kartu
elektronik.
Trayek yang tadinya hanya 8 akan ditambah menjadi 17. Jumlah armada juga ditambah menjadi total 128 unit. Shelter pun ditambah. bayar TransJogja juga dipermnudah. Bisa bayar di atas bus. Dengan begitu, keberadaan taksi berplat hitam yang dianggap mengganggu kenyamanan TransJogja, berangsur-angsur akan dieliminasi dari jalanan Kota Gudeg.
Begitu juga di Kota bandarlampung, mungkin untuk menghambat kehadiran Go-Car, Grab-Car dan Uber. Walau sudah ada taksi online (Timbel Taksi), kini sudah makin sering dijumpai Trans Lampung, yaitu taksi baru yang menjadi alternatif pilihan bagi warga di samping Siger Taksi dan Taksi Puspa yang sudah lama beredar keliling-keliling kota, menambah sesaknya jalanan yang kian polusi.
Dinamika Zaman yang Berubah
Begitulah, pro-kontra terhadap dinamika zaman yang berubah,
tak bisa dihindarkan. Perubahan, apa pun itu, selalu akan terjadi, selalu akan
berulang. Dibutuhkan kearifan dalam menyikapi, menerima dan menolak. Perubahan adalah
suatu keniscayaan, tak mungkin dihindari. Kalau mau maju, mau tidak mau, harus
menerima perubahan. Harus bergerak tak bisa berdiam diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.