”Setiap orang bisa
menjadi guru, terutama Ibu di rumah,
karena guru utama adalah seorang Ibu.
Setiap
rumah bisa menjadi sekolah,
karena pendidikan dini berawal dari rumah”
Itu yang saya tulis di Instgram,
menadai peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017
*****
Tapi peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kali
ini ternoda oleh perilaku siswa/siswi SMA yang menerima pengumam kelulusan. Raung
iring-iringan motor anak-anak SMA dengan seragam yang sudah penuh coretan pilox,
tiba-tiba melesak memasuki jalan dua jalur Perumahan Bukit Kemiling Permai
(BKP). Saya hanya terkesima melihatnya dari halaman SMPN 28 Bandarlampung.
Sepertinya rombongan, yang tidak jelas dari SMA mana, itu
tidaklah bermaksud menjadikan jalan dua jalur Perum BKP sebagai rute konvoi
mereka. Karena selintas terdengar raung sirene mobil patroli polisi, seperti
melintas di jalan Imam Bonjol (gerbang perumahan) atas.
Saya menduga, segelintir iringan motor itu sengaja
memisahkan diri dari rombongan lainnya yang barangkali dikejar mobil patroli
polisi tersebut. Dan daripada tertangkap, mereka lebih baik mencari aman dengan
memasuki komplek Perum BKP.
Aksi corat-coret baju seragam kemudian konvoi sepeda motor
di jalan, sepertinya sudah jadi acara ”wajib” bagi anak-anak SMA
pascapengumuman kelulusan. Celakanya, ada di antara pemotor itu yang tidak mengenakan
helm penlindung kepala dengan alasan yang tidak jelas.
Di antara alasan para pemotor yang tidak mengenakan helm
pelindung kepala, misalnya, di jalan yang mereka lalui tidak akan bertemu
polisi yang melakukan penertiban. Tidak hanya jalan yang memang relatif sepi
karena berada di pelosok. Di tengah kota sekali pun banyak pemotor yang
melakukan hal yang sama.
Alasan ”tidak ada polisi” sama sekali tidak nalar. Seolah-olah
peruntukan helm hanya demi terhindar dari tilang oleh aparat kepolisian yang
sedang melakukan razia penertiban. Enggan mengenakan adalah cerminan miskinnya
kesadaran akan pentingnya tertib berlalu-lintas. Dan yang lebih penting, kegunaan helm adalah untuk melindungi kepala dari benturan hebat bila terjadi kecelakaan.
Helm adalah kelengkapan wajib bagi para pengguna kendaraan bermotor roda dua, sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Jadi, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi jalanan ada atau tida ada polisi.
Helm adalah kelengkapan wajib bagi para pengguna kendaraan bermotor roda dua, sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Jadi, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi jalanan ada atau tida ada polisi.
Dalam UU di atas, diatur jelas tentang ketentuan kewajiban
mengenakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI). Disebutkan, ”Tidak mengenakan
helm SNI Pasal 291 (1) jo Pasal 106 (8) dikenakan denda Rp.250.000. Sedang bagi
penumpang (orang yang dibonceng), diatur Pasa 291 (2) jo Pasal 106 (8) dengan
besaran denda yang sama.
***
Pengumuman kelulusan bertepatan dengan peringatan Hardiknas 2
Mei 2017, yang diwarnai aksi corat-coret dengan pilox, spidol, atau pulpen pada
seragam, terjadi di berbagai pelosok negeri. Mulai dari ujung utara Pulau
Sumatera hingga ujung timur Pulau jawa.
Di Kota Jambi konvoi dilakukan hingga larut malam. Selasa
(2/5) malam, mobil patroli polisi menghalau ratusan lulusan SMA Negeri 6 yang
konvoi dan memacetkan jalan. Setelah dihalau petugas, ratusan anak tersebut
berkumpul di Taman Remaja. Mereka melanjutkan aksi konvoi keliling kota bergabung
dengan lulusan sekolah lain hingga pukul 22.00 WIB.
Kecelakaan
Sebuah video diunggah ke Facebook yang kemudian viral karena
aksi konvoi anak SMA tersebut. Dalam video tersebut tampak sebuah motor yang
terbakar. Seorang pelajar yang memakai helm berusaha untuk memadamkan motor
tersebut.
seorang siswa berusaha memadamkan api yang membakar motor RX-King, namun api tetap membesar (foto dari facebook) |
Namun apa daya api sudah menyala begitu besar. Berkali-kali
motor itu disiram dengan air tapi tidak bisa padam apinya. Aksi heroik
dilakukan pelajar lain yang juga memakai seragam dicorat-coret kemudian ikut
membantu memadamkan motor RX-King tersebut.
Akibat perilaku siswa/siswi yang konvoi dengan memacu gas kendara
dengan kecepatan tinggi jadi fatal. Ada sejumlah
peserta konvoi yang mengalami kecelakaan. Seperti yang terjadi di Lampung Selatan, dua siswi SMA yang merayakan
kelulusan, dilarikan ke RSU Bob Bazar, Kalianda. Keduanya terlibat kecelakaan
lalu lintas di jalan utama Kalianda, Selasa (2/5/2017).
Kecelakaan melibatkan sepeda motor Yamaha Mio BE 3793 DD,
dan sepeda motor Yamaha Jupiter MX BE 4756 RS. ”Satu luka berat dan satu luka
ringan. Sedangkan, pengendara yang ditabrak hanya mengalami luka lecet,” ujar
Kasat Lantas Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Mubiarto Banu Kristanto,
kepada LAMPUNG
EKSPRES-Plus.com.
Sementara, puluhan siswa SMA yang merayakan kelulusan berhasil
dijaring polisi dan diamankan di Mapolres Lampung Selatan. Para pelajar
tersebut dianggap mengganggu kelancaran arus lalu lintas, karena merayakan
kelulusan dengan konvoi di jalan utama Kota Kalianda.
Di media sosial Instagram beredar video siswa/siswi yang melakukan konvoi dan tertangkap polisi diamankan di Mapolsek Kedungwuni, Pekalongan. Di halaman markas kepolisian tersebut, siswa disuruh jongkok dekat motor yang diparkirkan dalam keadaan mesinnya dihidupkan. Aparat polisi lalu mengegas motor untuk memperdengarkannya kepada siswa/siswi tersebut bagaimana rasanya mendengar suara knalpot digeber dari dekat.
Di media sosial Instagram beredar video siswa/siswi yang melakukan konvoi dan tertangkap polisi diamankan di Mapolsek Kedungwuni, Pekalongan. Di halaman markas kepolisian tersebut, siswa disuruh jongkok dekat motor yang diparkirkan dalam keadaan mesinnya dihidupkan. Aparat polisi lalu mengegas motor untuk memperdengarkannya kepada siswa/siswi tersebut bagaimana rasanya mendengar suara knalpot digeber dari dekat.
Kekecualian
Tapi, ada kekecualian sebagai cerita menyejukkan dari ritual
pengumuman kelulusan ini. Seperti diberitakan Detik.com, puluhan ribu pelajar di
Kabupaten Sragen berjanji tidak akan menggelar konvoi dan corat-coret seragam
saat lulusan sekolah nanti. Hal tersebut diungkapkan dalam Deklarasi Pelajar
Cinta Damai.
Suasana Deklarasi Pelajar Cinta Damai di GOR Diponegoro, Sragen (Jawa Tengah) (foto: Detik.com) |
Polres Sragen mengadakan acara tersebut untuk memberikan
motivasi sekaligus pembinaan kepada para pelajar dalam menghadapi ujian
nasional. Kapolres Sragen, AKBP Cahyo Widiarso, mengatakan, kelulusan sekolah
tidak perlu diisi dengan hura-hura, apalagi jika diwarnai aksi kekerasan,
mengonsumsi minuman keras, bahkan narkoba.
”Pelajar adalah aset bangsa di kemudian hari. Tugas pelajar
adalah belajar dengan baik. Tidak boleh hura-hura, anarkis, apalagi
mengkonsumsi zat terlarang karena itu bisa merusak masa depan kalian,” kata
Cahyo saat memimpin deklarasi di GOR Diponegoro Sragen, Rabu (29/3/2017).
Di Yogyakarta, sebanyak 2.000 nasi bungkus dan 3.000 susu dibagikan oleh siswa/siswi kepada masyarakat di jalanan, seperti tukang becak, pemulung, gelandangan dan pengemis. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk kepedulian dan pengisi acara ”Sungkeman 2017”, yang mengambil titik kumpul di Masjid Gede Kauman, sebagai tanda kelulusan siswa/siswi.
Kekcualian juga terjadi di Kabupaten Merauke, Papua. Untuk menghindari adanya konvoi dan aksi corat-coret seragam, pengumuman hasil UN di SMA YPK Merauke diberikan langsung kepada para orang tua atau wali siswa. Apalagi kelulusan siswa/siswi di sekolah itu hanya sebesar 87,5 persen. Tidak mencapai kelulusan 100 persen karena dari 137 siswa terdaftar sebagai peserta ujian. Namun hanya 122 yang ikuti UN. Sisanya, tidak mengikuti UN. Tapi dari jumlah 122 siswa/siswi tersebut semuanya lulus.
Kekcualian juga terjadi di Kabupaten Merauke, Papua. Untuk menghindari adanya konvoi dan aksi corat-coret seragam, pengumuman hasil UN di SMA YPK Merauke diberikan langsung kepada para orang tua atau wali siswa. Apalagi kelulusan siswa/siswi di sekolah itu hanya sebesar 87,5 persen. Tidak mencapai kelulusan 100 persen karena dari 137 siswa terdaftar sebagai peserta ujian. Namun hanya 122 yang ikuti UN. Sisanya, tidak mengikuti UN. Tapi dari jumlah 122 siswa/siswi tersebut semuanya lulus.
”Siswa yang datang tidak diwajibkan pakai seragam, melainkan
pakai pakaian bebas rapi. Supaya mereka tidak melakukan aksi negatif. Tetapi
mengungkapkan kebahagiaannya dengan bersyukur dan berdoa,” ujar Kepala Sekolah
SMA YPK Merauke, Soleman Jambormias, kepada MetroMerauke, Selasa (2/5/2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.