Sabtu, 16 Maret 2013

Mengharap yang Terbaik, Tapi…


Alkisah seorang pemuda yang usianya sudah kepala 3 mendatangi guru spiritual di suatu lembah. Tujuannya ingin menggali pemahaman tentang arti cinta sesungguhnya, yang sampai usianya berkepala 3 belum juga ditemukannya. Menempuh perjalanan yang jauh, sampailah dia di lembah yang hijau dan begitu meneduhkan. Seketika perasaannya disergap kenyamanan akan suasana di lembah itu.
Setelah bertemu sang guru dan mengemukakan maksud tujuannya datang ke sana, si pemuda diberi wejangan awal, yang intinya ada syarat-syarat tertentu yang harus dijunjung oleh siapa pun yang berguru kepadanya. Si pemuda sepakat untuk mengikuti aturan yang berlaku dan sanggup menjunjung tinggi persyaratan dimaksud. Oleh guru dia dikenalkan dengan orang-orang yang juga punya maksud dan tujuan  sama dengannya. Ada belasan pemuda dan pemudi yang tampak ganteng-ganteng dan cantik-cantik meski menampakkan cahaya usia yang beranjak menua.
Semua yang berguru di situ oleh sang guru dibuka kesempatan untuk saling mengenal lebih dekat, tujuannya siapa tahu antara satu sama lain saling tertarik untuk menjalin cinta dan berjodoh.
Sesi pengajaran yang harus ditempuh para pemuda dan pemudi di padepokan itu adalah selama 4 bulan. Materi ajar yang disiapkan guru untuk disimak baik-baik oleh para pemuda dan pemudi itu tentang pengendapan rohani, untuk menemukan makna cinta sejati.
Baru mengikuti pelajaran 1 bulan si pemuda tadi sudah tak tahan, mulai gelisah dan merasa tak nyaman di padepokan itu. Tak satu pun pemudi yang berguru di situ menarik hatinya untuk dikenal lebih dekat. Dia ingin segera menyelesaikan sesi pengajaran dan pergi meneruskan pencariannya di tempat lain.
“Baiklah anak muda, ikuti pelajaran 1 bulan lagi baru kamu akan saya uji,” kata sang guru. Dengan berat hati si pemuda bertahan, pikirnya kali saja ada pelajaran akhir yang akan membawa pencerahan padanya tentang hakikat cinta sejati yang bertahun-tahun dicarinya sampai usianya beranjak menua dan baru dia sadari.
Sadar usia menua namun jodoh yang dicari sesuai kriteria belum juga didapat, mendorongnya untuk “pulang” ke bilik rohani yang lama ditinggalkannya. Ditujunyalah padepokan di tempat sang guru mengajarkan pencerahan, yang diketahuinya dari banyak cerita telah berhasil membantu orang-orang yang berguru menemukan jodoh seketika kembali dari padepokan itu.
Sahdan, di akhir bulan ke 2, bersamaan dengan “murid” sang guru lainnya menempuh UTS (Ujian Tengah Sesi). Si pemuda diajak sang guru menelusuri lembah. Oleh sang guru si pemuda diberi tugas mencari putik kembang yang paling indah menurut hati nuraninya. Si pemuda pun berjalan dan terus berjalan menyusuri hamparan lembah yang sejauh mata memandang menampakkan putik-putik kembang aneka rupa dan warna yang semuanya indah.
“Pergilah cari yang menurut kamu kembang paling indah, kalau sudah ketemu bawa ke mari dan serahkan kepada saya,” kata sang guru sambil menunjuk ke arah sebuah bale bengong di tengah hamparan kembang, saya tunggu di situ.
Si pemuda pun berjalan menyusuri hamparan kembang, dari putik satu ke putik lain dilihatnya kembang-kembang itu indah semua. Sehingga tak ada yang dipetiknya dengan asumsi mungkin ada yang lebih indah, dan dia pun meneruskan pencariannya hingga akhirnya hari mulai gelap karena malam akan segera tiba. Di tengah kebingungan putik mana yang akan dipetik untuk diserahkan kepada sang guru, dia teruskan juga berjalan meski hari semakin gelap.
Rasa tanggung jawab yang mengharuskannya menemukan kembang yang paling indah seperti ditugaskan sang guru. Akhirnya di tengah keremangan alam menuju gelap, penglihatannya tertumbuk pada seputik kembang yang nampak indah karena tersamar semburat cahaya matahari yang akan tenggelam. Kembang itulah yang dia petik dan diserahkannya kepada sang guru.
Setelah menerima seputik kembang yang diserahkan si pemuda, guru itu memperhatikannya dengan seksama. Lalu berkata; “Tak ada yang spesial dari kembang yang kamu petik ini.” Pemuda itu pun mengakui bahwa banyak kembang indah-indah yang dijumpainya di tengah perjalanan, namun dia berpikir masih ada yang lebih indah sehingga tak satu pun kembang itu dipetiknya dengan harapan akan menemukan yang paling indah bila terus berjalan mencari. Hingga akhirnya gelap pun mengadangnya.

Sang guru pun tersenyum dan berkata bahwa itulah yang terjadi dalam kehidupan nyata yang kamu jalani. ”Putik kembang tak obahnya bagai gadis-gadis yang kamu temui. Banyak yang cantik tapi pikiranmu berpendapat masih ada yang lebih cantik. Sehingga kamu pun terus mencari yang paling cantik itu, namun susah kamu temukan hingga akhirnya usiamu beranjak tua. Hamparan kembang yang kamu susuri tak obahnya bagai perputaran waktu yang silih berganti dari siang ke malam dan siang kembali, Jadi, dalam kehidupan nyatamu telah terjadi apa yang kamu lakukan hanyalah menghabiskan waktu secara sia-sia. Mengharapkan yang terbaik, tapi yang kamu harapkan tak kesampaian. Waktu terbuang percuma, sedangkan waktu takkan berputar kembali ke masa lalu, sehingga kamu bisa mengulang kehidupan dari awal lagi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.