Pulang. Kata ini tidak semata menerjemahkan pengertian kembalinya seseorang (atau kita) yang habis bepergian ke tempat asal keberangkatannya. Pulang tidak juga hanya untuk menyatakan kembalinya seseorang (atau kita) ke tempat kita dilahirkan (kampung halaman).
Pulang, bisa juga untuk membahasakan
kembalinya seseorang (atau kita) ke asal muasal kehidupan, yaitu ke haribaan
Allah swt. Pulang di sini menyimbolkan kematian. Dan, yang namanya kematian
tidak ada satu orang pun di muka bumi ini bisa menentukan atau sekadar menebak
kapan ia akan datang menghampiri seseorang (atau kita). Tak terkecuali
Rasulullah Muhammad saw pun tak memiliki ilmu pengetahuan tentang kematian. Hanya
Allah swt Yang Maha Tahu.
Tapi, datangnya ajal atau kematian senantiasa
dilingkupi berbagai fenomena. Ada orang yang begitu mengharapkan kematian
segera datang menjelangnya karena sudah tak ketahanan menanggungkan sakit yang
berkepanjangan, dan merasa begitu bersalah telah menyusahkan keluarganya. Ternyata
Allah swt pemilik kekuasaan berekehendak lain, umurnya dipanjangkan. Ini terjadi
karena Allah swt sengaja memberi ujian kepada orang-orang yang sesungguhnya
dicintai Allah swt. Diberikan cobaan berupa sakit, dengan tujuan memberi
kesempatan kepadanya untuk bertobat mengakui segala kesalahan dan memohon
ampunan-Nya. Diberikan rasa sakit untuk mengikis dosa-dosa yang pernah
diperbuatnya.
Ada orang yang begitu dibutuhkan tenaga dan
pikirannya untuk kemaslahatan umat. Begitu dibutuhkan ide-ide segar dan
cemerlangnya untuk kemajuan pembangunan dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga dapat mengejar ketinggalan. Ternyata Allah swt pemilik hak mutlak
kehidupan berkehendak lain, tiba-tiba tersiar kabar orang ini meninggal dunia
dalam usia yang masih muda.
Pulang. Inilah perjalanan panjang yang
senantiasa kami sekeluarga lakukan saban
tahun seusai menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ritual ini dilakukan oleh kebanyakan orang. Mudik atau
pulang kampung, demikian dia dijuluki. Dilakukan baik oleh perorangan dengan
kendaraan pribadi atau moda transportasi umum (bus, kereta api, pesawat
terbang). Juga dilakukan secara berkelompok berdasar kesamaan profesi, berdasar
asal atau tempat tujuan yang sama. Para bakul
jamu di Jakarta mudik bareng ke kampung
asal mereka Wonogiri difasilitasi oleh perusahaan jamu dengan bus secara
gratis. Ini fenomena yang belakangan banyak diikuti oleh berbagai perusahaan
untuk membantu kelancaran mudik para karyawannya. Bagi perusahaan besar tidak
akan membuat kerugian, malah sebaliknya mendatangkan keuntungan dari sisi lain,
yaitu sisi sosial kemasyarakatan. Apalagi perusahaan-perusahaan besar punya
program CSR (Corporate Social
Responsibility), tanggung jawab sosial yang harus diejawantahkan dalam wujud nyata
berupa kepedulian terhadap sesama secara umum dan masyarakat sekitar perusahaan
secara khusus.
Pulang kampung tidak hanya berdampak langsung
pada jalinan silaturahmi dengan sanak saudara sendiri, tapi juga dengan para
tetangga baik dekat maupun jauh. Demi menyampaikan sembah sungkem kepada
orangtua yang sudah sepuh di kampung asal (suami atau istri), orangtua kandung
atau mertua. Kebanyakan orang rela menempuhnya dengan berpanas-panas dalam bus kelas
ekonomi yang terjebak kemacetan berpuluh-puluh kilometer dan berjam-jam. Atau kereta
api kelas ekonomi walaupun lancar dalam menempuh perjalanan tapi sempat
merasakan susah payahnya perjuangan mendapatkan tiket dengan antre berdesakan
berjam-jam pula.
Tanggal 29 Agustus pukul 19:18:49 saya dapat
SMS dari Ghofur di Jogja mengabarkan bahwa ibunda Kotni Rosyidi (teman SMP saya)
meninggal dunia pukul 03 Rabu pagi. Padahal Kotni ini baru saja tiba di Jogja
Selasa siang sehabis pulang kampung menengok ibunda tercintanya tersebut. Terpaksa
(otomatis tentunya) Kotni berangkat kembali pada Rabu pagi itu. Betapa sedihnya
sahabat saya itu, suasana arus balik yang padat untuk memperoleh tiket bus pun
sulit apalagi pesawat. Dengan terpaksa perjalanan darat ditempuhnya entah pukul
berapa berangkat dari Jogja, Kamis sore posisinya baru sampai terminal
Rajabasa, dan masih butuh waktu sekitar 6 jam lagi baru nyampai kampung
halaman.
Fainna
ma’al ‘usri
yusro. Inna ma’al ‘usri
yusro (karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan). Demikian Allah swt menegaskan dalam Q.S.
Alam Nasyrah [94] : 5-6. Dalam keadaan genting demikian yakinlah Allah swt
tidak akan membiarkan hamba-Nya keleleran
di jalan. Niscaya akan diulurkan-Nya kemudahan dalam bentuk bantuan melalui orang
lain. Peristiwa seperti ini pernah kami alami tahun 1995 saat bapak mertua
wafat, kami sekeluarga masih mukim di Pesisir Utara Lampung Barat. Kabar kami
terima malam hari, besok pagi baru berangkat dari Krui sampai Rajabasa sore
langsung ada bus siap berangkat ke Bakauheni begitu kami naik langsung
berangkat gak pake ngetem lagi. Sampai
Bakauheni langsung naik kapal dan berangkat. Di Merak naik bus Sahabat ke
Cirebon langsung berangkat dan ngebut sekali, sempat mampir di Bitung Tangerang
hanya berhenti sebentar (biasanya ngetem berjam-jam). Sampai di Cirebon transit
ke Semarang, dan lanjut ke Solo. Alhasil lancar sampai Pacitan keesokan
sorenya. Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Demikianlah cara Allah swt menolong
hamba-Nya yang ditimpa musibah, dilancarkan jalan.
Saya tidak tahu persis apakah sebelum (saat) berpamit
dengan ibundanya untuk kembali ke Jogja, Kotni menangkap firasat atau
tanda-tanda alam bahwa ibundanya memang sudah akan pulang ke haribaan Allah
swt.
Kalau saya pribadi
saat berpamitan dengan ayahanda tercinta menangkap firasat bahwa ayah sudah
akan pulang. (baca postingan “Mengenang Ayah
Tercinta”). Inilah fenomena lain tentang kematian. Betapa misterinya,
tak satu orang pun tahu persis kapan akan datang, hanya orang-orang tertentu
saja yang akan mendapat firasat atau tanda-tanda.