Jumat, 31 Agustus 2012

1000 Fenomena Edisi 2


Pulang. Kata ini tidak semata menerjemahkan pengertian kembalinya seseorang (atau kita) yang habis bepergian ke tempat asal keberangkatannya. Pulang tidak juga hanya untuk menyatakan kembalinya seseorang (atau kita) ke tempat kita dilahirkan (kampung halaman).
Pulang, bisa juga untuk membahasakan kembalinya seseorang (atau kita) ke asal muasal kehidupan, yaitu ke haribaan Allah swt. Pulang di sini menyimbolkan kematian. Dan, yang namanya kematian tidak ada satu orang pun di muka bumi ini bisa menentukan atau sekadar menebak kapan ia akan datang menghampiri seseorang (atau kita). Tak terkecuali Rasulullah Muhammad saw pun tak memiliki ilmu pengetahuan tentang kematian. Hanya Allah swt Yang Maha Tahu.
Tapi, datangnya ajal atau kematian senantiasa dilingkupi berbagai fenomena. Ada orang yang begitu mengharapkan kematian segera datang menjelangnya karena sudah tak ketahanan menanggungkan sakit yang berkepanjangan, dan merasa begitu bersalah telah menyusahkan keluarganya. Ternyata Allah swt pemilik kekuasaan berekehendak lain, umurnya dipanjangkan. Ini terjadi karena Allah swt sengaja memberi ujian kepada orang-orang yang sesungguhnya dicintai Allah swt. Diberikan cobaan berupa sakit, dengan tujuan memberi kesempatan kepadanya untuk bertobat mengakui segala kesalahan dan memohon ampunan-Nya. Diberikan rasa sakit untuk mengikis dosa-dosa yang pernah diperbuatnya.
Ada orang yang begitu dibutuhkan tenaga dan pikirannya untuk kemaslahatan umat. Begitu dibutuhkan ide-ide segar dan cemerlangnya untuk kemajuan pembangunan dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga dapat mengejar ketinggalan. Ternyata Allah swt pemilik hak mutlak kehidupan berkehendak lain, tiba-tiba tersiar kabar orang ini meninggal dunia dalam usia yang masih muda.
Pulang. Inilah perjalanan panjang yang senantiasa kami sekeluarga lakukan saban tahun seusai menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ritual ini  dilakukan oleh kebanyakan orang. Mudik atau pulang kampung, demikian dia dijuluki. Dilakukan baik oleh perorangan dengan kendaraan pribadi atau moda transportasi umum (bus, kereta api, pesawat terbang). Juga dilakukan secara berkelompok berdasar kesamaan profesi, berdasar asal atau tempat tujuan yang sama. Para bakul jamu di Jakarta mudik bareng ke kampung asal mereka Wonogiri difasilitasi oleh perusahaan jamu dengan bus secara gratis. Ini fenomena yang belakangan banyak diikuti oleh berbagai perusahaan untuk membantu kelancaran mudik para karyawannya. Bagi perusahaan besar tidak akan membuat kerugian, malah sebaliknya mendatangkan keuntungan dari sisi lain, yaitu sisi sosial kemasyarakatan. Apalagi perusahaan-perusahaan besar punya program CSR (Corporate Social Responsibility), tanggung jawab sosial  yang harus diejawantahkan dalam wujud nyata berupa kepedulian terhadap sesama secara umum dan masyarakat sekitar perusahaan secara khusus.
Pulang kampung tidak hanya berdampak langsung pada jalinan silaturahmi dengan sanak saudara sendiri, tapi juga dengan para tetangga baik dekat maupun jauh. Demi menyampaikan sembah sungkem kepada orangtua yang sudah sepuh di kampung asal (suami atau istri), orangtua kandung atau mertua. Kebanyakan orang rela menempuhnya dengan berpanas-panas dalam bus kelas ekonomi yang terjebak kemacetan berpuluh-puluh kilometer dan berjam-jam. Atau kereta api kelas ekonomi walaupun lancar dalam menempuh perjalanan tapi sempat merasakan susah payahnya perjuangan mendapatkan tiket dengan antre berdesakan berjam-jam pula.
Tanggal 29 Agustus pukul 19:18:49 saya dapat SMS dari Ghofur di Jogja mengabarkan bahwa ibunda Kotni Rosyidi (teman SMP saya) meninggal dunia pukul 03 Rabu pagi. Padahal Kotni ini baru saja tiba di Jogja Selasa siang sehabis pulang kampung menengok ibunda tercintanya tersebut. Terpaksa (otomatis tentunya) Kotni berangkat kembali pada Rabu pagi itu. Betapa sedihnya sahabat saya itu, suasana arus balik yang padat untuk memperoleh tiket bus pun sulit apalagi pesawat. Dengan terpaksa perjalanan darat ditempuhnya entah pukul berapa berangkat dari Jogja, Kamis sore posisinya baru sampai terminal Rajabasa, dan masih butuh waktu sekitar 6 jam lagi baru nyampai kampung halaman.
Fainna maalusri yusro. Inna maalusri yusro (karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan). Demikian Allah swt menegaskan dalam Q.S. Alam Nasyrah [94] : 5-6. Dalam keadaan genting demikian yakinlah Allah swt tidak akan membiarkan hamba-Nya keleleran di jalan. Niscaya akan diulurkan-Nya kemudahan dalam bentuk bantuan melalui orang lain. Peristiwa seperti ini pernah kami alami tahun 1995 saat bapak mertua wafat, kami sekeluarga masih mukim di Pesisir Utara Lampung Barat. Kabar kami terima malam hari, besok pagi baru berangkat dari Krui sampai Rajabasa sore langsung ada bus siap berangkat ke Bakauheni begitu kami naik langsung berangkat gak pake ngetem lagi. Sampai Bakauheni langsung naik kapal dan berangkat. Di Merak naik bus Sahabat ke Cirebon langsung berangkat dan ngebut sekali, sempat mampir di Bitung Tangerang hanya berhenti sebentar (biasanya ngetem berjam-jam). Sampai di Cirebon transit ke Semarang, dan lanjut ke Solo. Alhasil lancar sampai Pacitan keesokan sorenya. Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Demikianlah cara Allah swt menolong hamba-Nya yang ditimpa musibah, dilancarkan jalan.      
Saya tidak tahu persis apakah sebelum (saat) berpamit dengan ibundanya untuk kembali ke Jogja, Kotni menangkap firasat atau tanda-tanda alam bahwa ibundanya memang sudah akan pulang ke haribaan Allah swt.
   Kalau saya pribadi saat berpamitan dengan ayahanda tercinta menangkap firasat bahwa ayah sudah akan pulang. (baca postingan “Mengenang Ayah Tercinta”). Inilah fenomena lain tentang kematian. Betapa misterinya, tak satu orang pun tahu persis kapan akan datang, hanya orang-orang tertentu saja yang akan mendapat firasat atau tanda-tanda.

Kamis, 16 Agustus 2012

1000 Fenomena Edisi 1

Memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, shaf (barisan jamaah salat tarawih) di masjid mulai menyusut tinggal dua. Kemajuan. Ya, shafnya mulai maju maksudnya. Ini fenomena umum yang memberikan gambaran bagaimana nilai keberagamaan para muslim abangan, yang juga dijuluki Islam KTP. Malam pertama sampai malam ke sepuluh tarawih masjid penuh sesak, bermunculan muka-muka baru yang selama ini hanya hadir di masjid saat salat jumatan, selebihnya ya… nunggu musim tarawih tiba. Begitu mulai malam ke sebelas sampai ke duapuluh muka-muka baru tadi mulai hilang satu persatu.
suasana salat tarawih di masjid ambulu yang makmumnya hanya tiga shaf
Dan, sampailah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang malam-malam ganjilnya (tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29) dianjurkan untuk lebih meningkatkan Iktikaf dan berzikir karena pada salah satu malam di antaranya terdapat malam lailatul qodar, atau disebut sebagai malam 1000 bulan (apabila mengerjakan ibadah pada malam itu nilainya sama dengan mengerjakan ibadah selama 1000 bulan). Demi memburu malam lailatul qodar, ada sebagian keluarga mempercepat jam makan sahur kemudian bergegas menuju masjid yang lokasinya berpindah-pindah dari masjid satu ke masjid lainnya, ini fenomena yang mulai dijadikan tradisi yaitu bersafari ramadhan (tarawih dan iktikaf berpindah-pindah dari masjid ke masjid).  
Sepuluh hari terakhir tiba saatnya untuk membayar zakat fitrah. Tujuannya untuk membersihkan rizki yang telah dikaruniakan Alloh swt sepanjang tahun berjalan, dengan dibersihkannya rizki akan menghantarkan hamba Allah swt kepada kesucian lahir dan batin, ibarat bayi yang baru dilahirkan. Dan, di sinilah letak makna Idul Fitri selalu dirayakan, agar manusia kembali ke fitrah kesucian. Predikat kesucian bisa diraih oleh sesiapa yang mengupayakannya, namun mempertahankan predikat itu sesudahnya bukanlah upaya yang mudah. Diperlukan ketakwaan. Maka, di sinilah letak sesungguhnya esensi mengerjakan ibadah puasa bulan Ramadhan, agar manusia lebih bertakwa (sesudahnya). Di samping zakat fitrah, juga ada zakat maal bagi yang menyimpan harta kekayaan berupa emas/perak, tanah perkebunan, tabungan, properti, hewan ternak, perniagaan, dan sebagainya. Ada fenomena di kalangan orang-orang yang berkecukupan, membagi-bagikan takjil untuk buka puasa di masjid-masjid dalam jumlah yang banyak, sasarannya adalah para karyawan yang pulang kantor dan menempuh perjalanan jauh sehingga tidak memungkinkan untuk berbuka di rumah bersama keluarga, solusinya mereka mampir ke masjid-masjid yang menyediakan takjil untuk berbuka dan salat Magrib, lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Sepuluh hari terakhir yang kata Rasulullah Muhammad saw sebagai Itkum min annaar (pembebasan dari siksa api neraka), seyogianya lebih memberi spirit kaum muslimin untuk semakin meningkatkan ibadah. Yang terjadi sebaliknya, shaf menyusut, orang-orang berbondong-bondong memenuhi Mal-Mal berburu 1000 keberuntungan “hujan diskon” yang ditawarkan “surga belanja” secara gila-gilaan. Banyak yang berani gila jor-joran belanja keperluan untuk lebaran. Sangat mengerikan kalau sampai terlupakan menyisihkan uang untuk membayar zakat fitrah. Lebih mengerikan lagi bila uang habis di Mal-Mal sementara zakat maal lupa membayarnya. Fenomena gila belanja menjelang lebaran sudah merasuk ke sendi-sendi perekonomian masyarakat tidak hanya mereka yang kaya, tapi mereka yang berkelas ekonomi menengah ke bawah pun ikut-ikutan keranjingan.  
Sepuluh hari terakhir masa menyusun rencana untuk mudik ke kampung halaman. Berbahagialah orang-orang yang selalu rindu kampung halaman. Tradisi mudik hanya ada di negara Indonesia, di negara-negara lain tidak ada. Jadi, rawatlah tradisi ini karena momen mudik merupakan hal yang begitu membahagiakan semua orang. Orang-orang yang sekian lama merantau mencari nafkah (atau yang menetap di lain tempat) menyimpan rasa rindu yang  teramat sangat, begitu pulang akan merasakan haru biru dalam penyambutan handai tolan (sanak family) yang berada di kampung halaman. Begitu juga kerabat di kampung halaman yang begitu menantikan datangnya mereka yang pulang, teramat suka cita manakala menerima cindera mata (oleh-oleh) dari yang mereka sambut kedatangannya. Berkumpul bersama keluarga memang menjadi sebuah tradisi yang identik dengan lebaran. Inilah momen untuk berbagi kehangatan bersama seluruh sanak saudara sembari saling bermaaf-maafan. Tradisi silaturahim ini pun menjadi fenomena tersendiri dalam masyarakat yang melahirkan budaya mudik. 
Ada banyak cara mudik. Di masa lalu hanya bus dan kereta api sebagai moda transportasi utama. Dan untuk mendapatkan tiket tidak sesulit sekarang, karena jumlah penumpang yang belum semembeludak sekarang, tak juga perlu pagi buta ke stasiun untuk mengantre tiket. Pesawat udara juga belum begitu banyak pilihan, hanya ada Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Bouraq, Mandala.
Kini pilihan maskapai penerbangan kian beragam, dan mendapatkan tiket pun bisa lewat online. Bus juga banyak pilihan dan kian nyaman. Tapi, seiring majunya peradaban, begitu mudahnya membeli sepeda motor akhirnya jadi fenomena baru orang-orang mudik dengan sepeda motor, beriring-iringan bagai kumpulan lebah yang sedang bermigrasi. Karena sebegitu padatnya arus kendaraan para pemudik (mobil, bus, dan sepeda motor) acapkali menimbulkan kemacetan berkilo-kilometer dan berjam-jam. Tapi, sesungguhnya nikmat dan serunya mudik justru terletak pada macetnya itu.
Mengembalikan ingatan ke masa lalu. Jauh di era ’70-’90-an dalam  berkomunikasi, satu-satunya alat yang dipergunakan adalah surat. Jarak tempuh yang jauh membuat surat agak lambat sampai ke alamat orang yang dituju. Dengan demikian dituntut kesabaran dalam menunggu datangnya surat yang diharapkan, terkadang karena ada jeda waktu membuat berita (cerita) yang disampaikan sudah tidak lagi terasa geregetnya. 
Ni dia bis surat di trotoar jalan. Kini tinggal kenangan.
Sejarah Bis Surat pertama kali dipasang di Wina, Austria.
Di era ini, demi ngeposkan sepucuk surat, membuat seseorang rela bejalan kaki dari rumah kost ke kantor pos, atau bila malas cukup memasukkan surat ke dalam "bis surat" yang biasanya ada di trotoar jalan. Demikian juga dalam hal mengekspresikan rasa rindu ketika tak bisa pulang kampung adalah dengan kartu lebaran. Saling berkirim kartu lebaran, maka rasa rindu tercerahkan. Berbagai rupa dan ukuran kartu lebaran mulai diburu begitu masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Berpuluh-puluh kartu lebaran diposkan kepada kawan, kerabat, handai tolan, kakak-adik, dan orangtua tentunya. Tradisi berkirim surat, tradisi berkirim kartu lebaran semakin memperbanyak koleksi prangko, berarti semakin mempercepat melengkapi deretan prangko-prangko yang disusun rapi di album prangko. Mengumpulkan prangko ini pernah jadi hobi yang digemari banyak orang, yang membentuk perkumpulan para filatelis.
Prangko desain Pasar Terapung Banjarmasin
Kini keberadaan Filateli Indonesia terancam punah dengan hadirnya teknologi pesan singkat, internet, jejaring sosial dan smartphone yang mulai digemari masyarakat. "Saat ini kita dihadapkan pada ancaman kepunahan filateli Indonesia yang mulai ditinggalkan," kata Manager Filateli PT Pos Indonesia, Tata Sugiarta, dalam acara peluncuran prangko burung langka Indonesia di Kebun Raya Bogor, Minggu, 15 Juli 2012.
Menurut Tata, ancaman kepunahan tersebut berasal dari hadirnya teknologi yang kian berkembang pesat. Masyarakat kini dengan mudahnya mengirimkan pesan melalui pesan singkat, atau BBM dan email. "Ditambah lagi hadirnya jejaring sosial, memudahkan orang berinteraksi secara instan," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Tata, tidak adanya regenerasi membuat keberadaan filateli Indonesia kian berkurang anggotanya. Ia mengatakan, selama ini para anggota filateli tersebut kebanyakan angkatan tua atau opa-opa. Dan tidak ada anak-anak dari anggota filateli tersebut yang meneruskannya. "Kondisi ini yang menjadi ancaman filateli Indonesia akan punah," katanya.
Tata mengatakan, untuk melestarikan filateli Indonesia berbagai kegiatan telah diselenggarakan untuk menarik minat generasi muda dalam mengoleksi prangko. Selain menggelar kegiatan internasional, nasional dan lokal. Hampir setiap pekan, Perhimpunan Filateli Indonesia menggelar acara mingguan yakni saling bertukar prangko, jual beli dan lelang.
"Dengan filateli ini banyak yang bisa dipelajari generasi muda, selain dapat mengenal warisan budaya dan sejarah bangsa yang dicetak dalam seri prangko, juga mengajarkan generasi muda cara berjualan dan lelang prangko," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Perhimpunan Filateli Indonesia Soeyono yang menyebutkan, pada era 50-an jumlah komunitas filateli di Indonesia mencapai satu juta orang. "Tapi saat ini jumlah itu kian menurun. Seiring dengan berkurangnya minat penggunaan perangko di Indonesia," katanya.
Hari ini, dengan semakin canggihnya alat komunikasi. Jarak yang jauh bisa terasa begitu dekat, hanya dengan handphone di genggaman kita bisa langsung terhubung dengan kerabat di tempat yang jauh. Bisa mendengar langsung suara mereka, bisa berhaha-hihi mencurahkan kegembiraan, bisa saling marah-marahan menumpahkan kekesalan, bahkan bisa saling caci-maki membuang segala kebencian. Tapi, bisa juga yang dekat justru terasa jauh, karena faktor kesibukan bekerja yang membelenggu setiap hari, bisa membuat intensitas pertemuan antaranggota keluarga jadi berkurang. Sebuah fenomena terjadi pada pasangan suami-istri yang sama-sama punya karier. Demi efisiensi waktu, menuntut keduanya harus sudah berangkat ke kantor seusai sholat subuh sementara anak mereka yang berusia balita masih didekap mimpi dalam pulasnya. Begitu juga saat si orangtua pulang malam harinya, anaknya sudah dalam keadaan tidur kembali. Ada fenomena lain, suami istri pun karena saking sibuknya praktis hanya bisa bercengkerama di akhir pekan, sehari-hari komunikasi hanya diselesaikan lewat pesawat telepon. Hal ini membuat kehangatan di rumah menjadi berkurang, lebih-lebih bila didera stres akibat beban pekerjaan. Keadaan seperti inilah kadangkala jadi pemicu bagi timbulnya peluang untuk mencari "kehangatan" di luar. Ini jalan sunyi yang ditempuh untuk berselingkuh. 
Ketupat opor ayam...nyam... nyam... uenak tenan.
Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ada yang membuat kangen anak-anak di rantau, ketupat opor ayam. Ya, bila berkesempatan mudik tentu akan merasakan ketupat plus opor ayam buatan ibunda tercinta. Bila tak ada kesempatan mudik dikarenakan sempitnya masa liburan sementara hak cuti telah habis atau jauhnya jarak (misalnya bermukim/kuliah di luar negeri), tentu tak bisa merasakan nikmatnya ketupat opor ayam. Namun demikian, dengan adanya smartphone, hebohnya menyantap ketupat opor ayam di rumah bisa “dinikmati” dari tanah rantau lewat video chatting secara real time. Fenomena baru juga.
Anak-anak yang sedang bermain meriam bambu
Memulangkan ingatan ke masa kanak-kanak. Hari-hari bulan Ramadhan biasa kami isi dengan kegiatan memainkan meriam bambu. Dengan bambu pilihan yang telah disiapkan berbahan bakar minyak tanah, “perang” gede-gedean suara pun dimulai. Meriam siapa yang paling besar suara gelegarnya, dialah yang didaulat sebagai pemenang. Tak hanya besar-besaran suara gelegar, di moncong meriam kadang dipasang bekas kaleng biskuit yang akan terlontar ke arah lawan begitu meriam “meledakkan” suaranya. Krompyang… suara kaleng biskuit yang terlontar ke arah lawan serta merta meledakkan tawa anak-anak yang berkerumun di lokasi “perang” meriam bambu. Kini, asyik dan serunya memainkan meriam bambu tak lagi dikenal oleh anak-anak, seiring bergantinya permainan yang lebih keren, game di layar ponsel. Fenomena baru lagi.
Untuk mengenang atau upaya melestarikan meriam bambu ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak menyatakan, sebanyak 269 meriam karbit siap menggetarkan dan memeriahkan malam takbiran di sepanjang Sungai Kapuas kota itu. "Ada sebanyak 47 kelompok yang sudah mendaftar pada kami untuk mengikuti festival meriam karbit menyambut malam takbiran di Kota Pontianak," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak, Hilfira Hamid, Senin, 13 Agustus 2012.
Kegiatan ini secara rutin setiap tahun dihelat oleh Disbudpar Kota Pontianak. Hilfira menjelaskan, animo masyarakat untuk mengikuti festival meriam karbit dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. "Jumlah kelompok dan meriam karbitnya juga mengalami peningkatan sampai dua kali lipat dari tahun sebelumnya," ungkapnya.
     Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, apapun rencana yang berkelindan di kepala Anda. Tentang mudik, tentang ketupat opor ayam, tentang baju baru, tentang hape baru, atau lainnya. Suatu hal yang sangat naif bila sampai mengabaikan kekhusyukan mendirikan sholat tarawih dan ibadah puasa itu sendiri. Tetap istikomah menyelesaikan ibadah puasa dan rangkaian ibadah penyerta lainnya, akan semakin melempangkan jalan menuju ke arah kemenangan. Di sinilah letak esensi ibadah puasa itu diwajibkan atas kamu dan orang-orang sebelum kamu. Agar kamu bertakwa. Dan makna Idul Fitri dirayakan adalah agar kamu kembali ke kesucian lahir dan batin. Agar kamu kembali ke fitrah. Takobbalallahu minna waminkum, siyamana wasiyamakum, Takobbal Yaa Kaariim.

Rabu, 15 Agustus 2012

Dia Menuai Apa yang Dia Tanam

Ada dua potensi yang terkandung dalam diri setiap orang. Kelebihan dan kekurangan. Banyak fakta menunjukkan bahwa potensi kelebihan pada anak tidak bisa berkembang optimal dikarenakan ada tekanan dari lingkungan di luar dirinya. Terutama orangtuanya sendiri, lalu teman sepermainan, dan teman di sekolah. Banyak orangtua tidak menyadari kesalahannya yang mengomunikasikan potensi kekurangan anaknya. Sehingga potensi kelebihannya terabaikan.
Setiap anak punya standar kecerdasan masing-masing yang bila diberi ruang untuk berkembang akan tumbuh dan meningkat, sebab intelegensi seseorang akan meningkat secara periodik. Tapi, bila di rumah selalu mendapat tekanan, celaan, dan direndahkan oleh orangtuanya dengan sendirinya intelegensi yang mestinya tumbuh dan meningkat jadi tertekan pula. Anak yang secara terus menerus digoblok-goblokin, dibegok-begokin, dianjing-anjingin, dan segala macam penistaan, yakinlah pasti akan goblok beneran, akan begok beneran, dan akan “seperti anjing” (nggak beneran), tetap wujudnya manusia tapi perilakunya yang “keanjing-anjingan.” Kenapa bisa beneran? Karena omongan orangtua tak ubahnya seperti doa. Kalau diomongin baik sama halnya mendoakan baik, kalau diomongin jelek sama halnya mendoakan jelek.
Yang saya kisahkan ini menyangkut orang di sekitar lingkungan tempat tinggal (tetangga). Hal ini saya tulis sama sekali bukan bermaksud mengumbar aib orang lain. Sama sekali tidak bertujuan mempergunjingkannya. Seperti yang saya singgung di atas, bahwa omongan orangtua tak ubahnya doa, kisah ini barangkali akan menegaskan kebenarannya. Dan kisah ini semata-mata ditujukan untuk saling memperkaya pengalaman. Sebab, pengalaman bergaul dengan orang lain sangat penting dalam hidup. Tapi membaca kisah ini dan mempelajari pengalaman orang lain jangan sebatas selesai di situ. Kalau tidak ada transformasi namanya bukan pelajaran. 
  Transformasi terjadi terjadi jika Anda mau diperkaya oleh orang lain. Dengan menjadikan pengalaman orang lain sebagai guru yang baik, dan menimbulkan self-criticism, dorongan untuk mengkritisi diri sendiri ke arah lebih baik, ke arah lebih bijak. 
Inilah kisahnya. Setiap hari si ibu selalu mengumbar perkataan-perkataan tidak senonoh terhadap anak-anaknya. Seperti begok, goblok, anjing, dan kampang (julukan untuk anak haram jadah yang dilahirkan hasil hubungan di luar nikah). Secara tidak langsung, dengan sendirinya saya mengikuti atau menanti dari hari ke hari apa yang akan terjadi terhadap anak-anaknya. Ternyata “begok beneran”, “goblok beneran.” Nilai raport anak-anaknya standar saja, tak ada prestasi yang memuaskan.
Kenyataan ini membuat saya punya keberanian untuk menulis kisah ini. Omongan si ibu tersebut akan terekam dalam memori ingatan anaknya dan memberi stimulus di pikiran anaknya bahwa dirinya begok, bahwa dirinya goblok. Stigma negatif yang diomongkan ibunya kemarin masih mengiang di telinga si anak, hari ini omongan yang sama diterimanya lagi. Terus, omongan yang diterimanya hari ini akan diterimanya ulang besok, lusa, dan seterusnya. Dengan sendirinya dalam memori ingatan si anak akan tertanam omongan-omongan yang sama secara berulang-ulang, secara terus menerus, dari hari ke hari.
Agar berkatalah tentang hal-hal yang baik, sudah ada tuntunan berupa sabda Rasulullah saw; “Berkatalah yang baik-baik. Kalau tidak lebih baik diam.”
Dengan tegas Allah swt melarang hamba-Nya untuk mengolok-olok, mencela, dan memanggil dengan panggilan atau julukan yang buruk. [Q.S. Al-Hujurat (49) : 11].
  Sekali lagi saya tekankan, pemaparan kisah ini semata-mata untuk memberi pencerahan kepada kita semua. Sufi besar abad ke-10, Al-Junayd, pernah mengungkapkan, the color of the water is the color of its container, makna yang ditangkap bergantung pada kapasitas yang menangkap.


Dia Menuai Apa yang Dia Tanam

saya menyimpan tanya, apa tak terlintas di pikirannya
         kelak dia akan menuai karma dari apa yang dia katakan
segala sumpah serapah tumpah ruah dalam ucapannya
tentang nama hewan, dan simbol-simbol predikat buruk
“goblok”, “begok”, “kampang”, “anjing”, dan lainnya
yang membuat telinga tak nyaman bila mendengarnya
setiap hari ucapan-ucapan itu dia umbar secara murah

tanpa dia sadari perilakunya menista anak sendiri
telah membentuk karakter anaknya begitu kerdil
anak itu ternyata tak punya kemampuan berkompetisi
karena intelegensinya tak berkembang secara baik 
sebab setiap hari dibodoh-bodohï, dibegok-begokï
sehingga memori otaknya merekam stigma buruk 
dan perlahan melemahkan daya nalar dalam berpikir

hari ini, tanya yang selama ini saya simpan
terjawab dengan begitu terang benderang
bahwa perbuatannya membodoh-bodohkan anaknya
mencaci maki dengan julukan-julukan keji tak terperi
berhasil membuat anak-anaknya benar-benar bodoh
perbuatannya memenjara anaknya dalam rumah
membuat anaknya rendah diri dalam pergaulan

hari ini, kenyataan membuatnya begitu terhenyak
setelah kedua anaknya tak satupun lulus seleksi
anak perempuannya tak diterima di sekolah perikanan
anak lelakinya tak di terima di SMP Negeri yang dipilih
begitu masygul perasaannya menerima kenyataan ini
tapi, itulah karma yang harus dia terima, mau tidak mau
karma yang dikutukkannya sendiri lewat ucapannya

saya memetik pelajaran, bahwa apa yang kita tanam
itulah yang akan kita petik di masa yang akan datang
bila bibit yang kita semai bernas dan tumbuh secara baik
diberi perlakuan dan perhatian yang memenuhi standar
maka tak mungkin akan menghasilkan buah yang busuk
begitulah, apa yang dituai sesuai dengan apa yang disemai
hari ini, ibu itu baru sadar, dia menuai apa yang dia tanam

ini bukti betapa saktinya pemeo: “ucapan ibu adalah doa”
bila ibu mengucapkan yang baik-baik, itu ibarat doa baik
pun bila yang diucapkan jelek, itu ibarat mendoakan jelek
ucapan ibu baik atau jelek akan terekam di ingatan anak
bila ucapan baik, kebaikanlah yang akan diingat anak
pun bila yang diucapkan jelek, itu juga yang diingat anak
sebab di otak dan hati tak ada saringan bagi kata-kata

         Bandarampung, Selasa-Jumat, 3–6 Juli 2012 | 08:23 |

Sabtu, 11 Agustus 2012

Multitasking

Saya sering menyaksikan anak saya mengoperasikan berbagai fitur sekaligus di laptopnya. Ya tweet, fb, mp3/media player, blog, download film atau lagu, dan lainnya. Saya pikir alangkah berat beban memori laptop tersebut yang melayani berbagai pekerjaan yang diperintahkan secara bersamaan. 
Saya saksikan kegiatan istri di dapur. Ternyata dia juga bisa menggerus bumbu berselingan dengan membalik lauk yang sedang digoreng agar tidak gosong. Apa jadinya kalau waktu dihabiskan dulu untuk menyelesaikan menggoreng lauk sampai matang semua. Baru sesudah itu mengerjakan kegiatan untuk memasak sayur dimulai dari menggerus bumbu sampai menumisnya di kuali. Tentu saja alangkah tidak efisiennya waktu dan betapa lama waktu menunggu agar masakan matang dan siap disantap di meja makan.
Kedua kegiatan di atas, laptop yang sekarat melayani berbagai perintah kerja dan istri saya yang mengerjakan berbagai pekerjaan secara bersamaan/berselingan, bisa dikategorikan sebagai apa yang disebut multitasking. Bisa dikerjakan oleh laptop atau komputer yang mempunyai prosessor berkecepatan tinggi. Dan oleh orang yang memiliki memori otak yang cepat menerjemahkan informasi atau perintah pekerjaan yang harus dipandunya.
Sering ada ungkapan mengosongkan pikiran. Bagaimana caranya? Tentu harus kita pahami terlebih dahulu tentang mekanisme berpikir. Otak manusia terdiri dari miliaran sel. Karena itu otak manusia mampu menyerap dan menyimpan berbagai informasi lantaran kapasitasnya tidak terbatas. Berbeda dengan alat-alat tampung berupa benda yang biasa kita pergunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gelas untuk minum, penampung air di kamar mandi, tanki bahan bakar pada kendaraan, dan lain sebagainya.
Saya agak gaptek bila harus menggunakan software level terbaru karena dalam pikiran telah melekat cara kerja software level sebelumnya. Ini karena dalam menyerap informasi tentang software level terbaru tersebut tidak mengosongkan pikiran terlebih dahulu. Bila diumpamakan dengan gelas yang masih terisi separuh air kopi, bila hendak kita pergunakan untuk meminum air putih tentu saja kita tidak boleh langsung menuangkan air putih tanpa mengosongkan gelas terlebih dahulu. Jika kita tuang langsung air putih tentu akan bercampur dengan air kopi, sudah barang tentu rasanya tidak karuan. Air kopi bukan, air putih juga bukan.
Seorang teknisi komputer dalam menginstal ulang program, terlebih dahulu dia akan menghapus program lama (mengosongkan) lalu mengisinya (menginstalkan) dengan program yang baru. Tanpa menghapus terlebih dahulu program lama, tentu tidak akan bisa membenamkan program baru karena daya tampung hardisk atau RAM (random access memory) komputer yang terbatas. Setelah dilakukan pengosongan, berapa pun banyaknya program yang akan diinstalkan akan tertampung. Namun demikian agar komputer bisa optimal, punya kinerja yang andal, tentu saja harus ada kesesuaian antara besarnya memori RAM dan kemampuan prosessor.
    Dikaitkan dengan cara kerja komputer tersebut, bisa dipahami cara kerja berpikir otak kita. Otak manusia akan menyerap dan menyimpan seberapa pun banyak informasi yang masuk. Informasi-informasi itu siap dipanggil untuk memandu gerak tubuh dalam mengerjakan tugas rutin. Misalnya tugas menyetir mobil yang sudah dilakukan kemarin akan dipanggil dan digunakan hari ini manakala kita siap menjalankan mobil menuju tempat kerja. Atau dalam hal pekerjaan lainnya. Bahkan dalam sekali mengoperasikan pikiran bisa untuk memandu dua atau tiga macam pekerjaan sekaligus, atau disebut multitasking seperti yang telah disinggung di atas. Misalnya mengendalikan kemudi sambil menelepon. Mencincang daging sambil menumis bumbu. Itulah kenapa para chef terlihat begitu terampil bekerja menyiapkan sebuah menu, karena otaknya bisa memberi informasi untuk beberapa macam pekerjaan sekaligus.



Kamis, 09 Agustus 2012

Jangan Pernah Berhenti

     Alkisah ada seorang anak yang terlahir dengan kedua matanya buta. Tapi ibunya mencari di balik kekurangan anaknya pasti tersembunyi kelebihan. Si ibu menemukan bahwa anaknya punya kemampuan bernyanyi dengan vokal yang berkarakter. Dan oleh si ibu bakat ini diasah tanpa henti, akhirnya si anak bisa tampil di muka publik dalam sebuah acara televisi.

Ludwig Van Beethoven, komposer hebat ini begitu terkenal dengan lagu-lagu klasik yang digubahnya sebelum dia mengalami kehilangan pendengaran dan akhirnya tuli secara permanen. Stevie Wonder, meski buta punya kemampuan menciptakan lagu dan menyanyikannya, juga menjadi produser rekaman. 

Tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu esensi manusia justru terletak pada ketidaksempurnaannya itu. Membaca kisah-kisah orang sukses, mereka bukanlah manusia sempurna tanpa kekurangan. Banyak kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri mereka. Hanya saja mereka mencoba untuk mengeksplor kelebihannya dan fokus sehingga dapat menyembunyikan segala kekurangan yang mereka miliki.

Alexander Graham Bell mengatakan; “Setelah satu pintu tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi acapkali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup. Sehingga, kita tidak mampu melihat pintu yang telah dibuka untuk kita.”

Selain nama-nama di atas, banyak nama lain yang memiliki kekurangan secara fisik (penyandang difabel), tapi mereka menggali potensi yang ada dalam diri mereka untuk menjadi bermanfaat dan menginspirasi banyak orang. Sebut saja misalnya Habibie Afsyah, pemuda kelahiran Jakarta, 6 Januari 1988. 
Habibie Afsyah

Sejak usianya belum genap setahun, penyakit langka Muscular Dystrophy tipe Becker menggerogotinya, merusak saraf motorik di otak kecilnya, membuat massa tubuhnya tidak bisa tumbuh sempurna, dan sebagian besar anggota badannya tidak bisa digerakkan. Tapi dari kekurangannya itu dia kembangkan kelebihan yang dimilikinya, sehingga penyandang disabel ini ngetop dengan statusnya sebagai Suhu Internet Marketing dengan bermula sebagai mitra atau affiliate Amazon.com lalu AdSense.com, dari bisnis online ini dia berhasil meraup komisi puluhan ribu dolar. Dia bersama ibunya getol mengampanyekan forum Be Your Self. Melalui forum ini tersebut, mereka mengajak anak-anak berkebutuhan khusus untuk menggali potensi dan mengembangkan diri agar mandiri, tidak tergantung orang lain. Juga mendirikan yayasan Habibie Afsyah dan mimpinya membangun IDCC = Indonesia Difable Care Community.


    Ferrasta Soebardi alias Pepeng. Dia menang lomba lawak mahasiswa pada tahun 1978 sebagai juara pertama. Juara keduanya adalah Krisna Purwana dan juara ketiga Nana Krip. Ketiganya lalu membentuk grup lawak bernama Bahana Joke dan juga FKR 246. Sempat pula mendirikan grup musik humor GMSelo (Gerak Musik Seloroh). Pada tahun 1986 ketiganya diajak Sys NS bergabung dalam Sersan Prambors, sebuah program di radio Prambors. 

Subhanallah!!! Meski dalam "belenggu" kursi roda
    Pepeng tetap istikomah untuk menunaikan ibadah 
    sholat. Cerminan orang yang memiliki pendalaman 
agama yang kuat mengakar dalam jiwa.

Sukses di kancah musik humor, dunia film kemudian dirambah Pepeng. Film yang dibintanginya antara lain Rojali dan Juleha (1979), Sama-Sama Enak (1986), dn Anunya Kamu (1986). Pada tahun 1987 Sersan Prambors bubar, nama Pepeng pun menghilang dari blantika hiburan. Pepeng memilih berkarier sebagai pegawai kantor. Dia jadi pegawai Bank Pinaesaan (1988) lalu pindah ke Bakrie Brothers (1989). Pada 1992, nama Pepeng kembali mencuat dan langsung bikin heboh. Dia muncul dengan gayanya yang ekstrem dalam membawakan sebuah acara kuis. Padahal waktu itu seorang pembawa acara kuis selalu tampil dengan elegan. Kuis itu dikenal dengan nama Telekuis Jari-Jari, sebuah program acara interaktif melelui telepon selama tiga menit di layar kaca RCTI.

Pepeng terkena penyakit langka yang dikenal dengan nama Multiple Sclerosis (MS) yakni sebuah penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dan memunculkan terjadinya proses imflamasi (peradangan) pada tulang belakang. Penyakit ini akan mengganggu penyampaian ”pesan” antara otak dan bagian-bagian tubuh lainnya. Penyakit MS yang dideritanya menyebabkan mantan presenter kondang ini mengalami kelumpuhan dan setiap saat merasakan nyeri yang luar biasa dari pinggang hingga ujung kaki. Akibat penyakit ini mengharuskannya memakai kursi roda. Di tengah rasa sakit yang menyiksa Pepeng bergulat dengan TA (tugas akhir) karya tulis setingkat thesis, akhirnya Pepeng bisa menyelesaikan studinya di Pasca Sarjana Psikologi Universitas Indonesia, jurusan Psikologi Intervensi Sosial pada tanggal 4 Agustus 2006 dengan nilai sangat memuaskan (A). 

   Kisah Habibie Afsyah dan Pepeng yang memberdayakan diri sendiri dari kekurangan menjadi kelebihan. Ada juga penyandang tuna rungu dan tuna wicara yang diberdayakan sebagai karyawan pada sebuah pencucian mobil di daerah Batujajar, Bandung, Jawa barat. Para pelanggan yang mencucikan mobilnya mengomunikasikan keperluannya tentu saja harus dengan bahasa isyarat sebagaimana yang biasa dipergunakan para penyandang cacat pendengaran dan percakapan tersebut. Semuanya bisa terjadi berkat dukungan orang-orang di sekitar mereka. 

  
  Ketika diminta untuk berpidato pada acara wisuda di Universitas Oxford, Winston Churchill, mengonsep naskah pidatonya berjam-jam. Ketika saat pidato itu tiba, Churchill hanya mengucapkan tiga patah kata "never give up" (jangan pernah berhenti). Pejuang kemanusiaan Nelson Mandela dan Kim Dae Jung mengalami penyiksaan, hampir dibunuh, bahkan dipenjara, tetapi toh tidak berhenti berjuang.
   
  Kesuksesan orang-orang hebat di atas, tidak serta merta mereka raih dengan mudah. Banyak kegagalan mereka alami dan penolakan yang mereka terima dari berbagai pihak. Tapi terus mencoba dan tak berhenti adalah kunci menggapai kesuksesan yang mereka nikmati sekarang.
                       

Referensi:


-       id.wikipedia.org/wiki/Pepeng

-       http://cahcilik4869.blogspot.com /2012/06/penyandang-cacat-juga-berhak-mendapat.html

-       Gede Prama; Jangan Pernah Berhenti, Surat Kabar ”TRANS SUMATERA”, Sabtu, 7 April 2001.
-       Rivaldo Fortier; Belajar kepada Srigala, BukuBiru, Jogjakarta, Juli 2012. 

Selasa, 07 Agustus 2012

Tali Kur Warna Ungu

Setelah pasti piranti dan pernak pernik apa yang akan dibawa ke Solo bagi keperluan osmaru. Mulailah upaya melengkapinya, pertama si anak brows internet untuk mendapatkan prototipe papertoys yang akan diduplik, dari banyak pilihan dicomotlah spiderman, superman, dan ironman. Dan tugas mendesain ID Card saya harus terlibat karena si anak belum gapah ngoperasiin perangkat lunak satu ini. Pake Photoshop CS5 bikin saya terseok lantaran di kantor biasa Photoshop CS3 atau 4. Setelah jadi desainnya diselipkan di flashdisc lalu hunting tempat nge-print. Sebab ukurannya melampaui A4 tapi kurang dari A3, jadi gak ketemu ada printer yang sesuai. Dibawa lagi pulang di-cut jadi dua bagian, nah ketemu dah solusinya baru bisa diprint.
Ada yang bikin ngilu tulang, memacu motor berburu tali kur warna ungu. Berboncengan dengan nyonya, perburuan dimulai dari toko Surya gedungmeneng nggak ada, lanjut ke arah kota menikmati jebakan kemacetan, harus cerdas memilih jalur agar bisa nyelip di sela-sela kendaraan lainnya. Sampailah di toko Fajar Agung, wah banyak rupanya tapi gak ketemu warna yang dimaksud. Bergeser ke Gramedia, hanya ada tiga warna kuning, merah, biru. Nyoba nguber ke Hypermart Central Plaza, jangankan warnanya tali kurnya pun malah nggak ada sama sekali. Segera ngibrit karena tenggat waktu semakin mendesak. Harus nyampe rumah sebelum beduk tanda berbuka ditabuh dan adzan magrib berkumandang. Sempat mampir beli bahan berbuka di depan pasar Koga untuk teman es nata de coco yang nanti disiapkan di dapur. Belum enteng perasaan karena masih digayuti penasaran, iseng aja ah mampir lagi di fotokopian depan UMITRA kali aja ada tali kur itu, nihil juga akhirnya.
Lega rasanya karena ada sisa waktu cukup untuk meracik es nata de coco. Lega juga ternyata si anak yang tadi pergi memberesi urusan print papertoys dan ID Card ternyata nemu tali kur warna ungu tersebut di toko kawasan Kemiling atas. Ah, ibunya gelo karena si anak enggan banget sms ngasih tawu kalo dah dapet tali kur itu, sementara ibunya kepikiran banget gimana kalo sampe nggak dapet padahal besok harus berangkat ke Solo. Kekhawatiran seorang ibu manakala anaknya baru mau belajar merantau, yang selama ini tawu-tawu segalanya beres. Yah, lumrah….
Ngomong-ngomong urusan mengemas pakaian ke dalam koper. Pat dilipat sedapat mungkin muat. Telah diselipkan sajadah berikut sarung, ini properti paling dibutuhkan bila ingin berurusan dengan Allah swt, tapi si anak ‘ngajak ribut’ memaksa agar sarung dikeluarkan. Oke daripada berantem beneran, sarung saya cabut dari celah-celah pakaian yang sudah menyesaki koper itu. Setelah si anak benar-benar pergi dari rumah menuju standplat bus yang akan mengangkutnya ke Solo, baru melintas di ingatan kalau ternyata lupa membawakan seprei dan sarung bantal padahal di kamar kosnya tentu saja hanya disediakan kasur dan bantal minus pembungkusnya.
Ah, beruntung saja pembungkus tititnya tidak kelupaan. Ah, saya jadi ingat apa yang dilakukan bokapnya Raditya Dika (sesuai apa yang saya baca di bukunya Dika itu lho) manakala Dika hendak kuliah di benua Kanguru apa sewaktu Dika hendak ikut pertukaran pelajar ke Jepang (agak lupa setting ceritanya gimana… ya… takut nanti Dika marah dan nuduh saya ngaco), atas suruhan bokapnya Dika sopir pribadi mereka tergopoh-gopoh ke bandara hanya untuk nganterin bungkusan CD untuk nambah-nambah takut kalau Dika kehabisan CD di sana. Dika begitu sewotnya seraya ngomong gini; ngapain mang banyak-banyak mbawain CD, kayak di sana nggak ada jualannya aja…. Ah, saya kembali ketawa geli, seperti saat baca buku itu. Yah, pikiran anak dan bokap tidak akan pernah klop karena berangkat dari dasar yang berbeda. Bokap khawatir kalau nanti anaknya sampai kehabisan ‘busana si kecilnya’ sedang anak tak berpikir sejauh itu. Bedakan dasarnya.  
Di perjalanan, entah malaikat apa syetan yang menggugah si anak untuk mengirim sandek (pesan pendek) ke hape ibunya untuk menanya ulang “Abi jadi dibawain sarung gak sih?” Ibunya membalas sandek itu dengan jawaban tegas: “nggak.” Sebenarnya apa susahnya bawa sarung yang udah rapi jali di dalam koper wong tinggal angkat aja kopernya kebawa tuh sarung. O, ya, tentang papertoys. Akhirnya yang benar-benar dirakit (assembled) adalah superman dan agar nggak penyok dimasukkan kotak sepatu. Untung sepatu baru, kalo sepatu dah lama dipake dan malas nyucinya, bisa pening palak tuh superman asemblingan.
   Sungguh pamali rasanya bila hendak bepergian ‘dibumbui’ keributan antara yang hendak berangkat dan yang ditinggal. Sedapat mungkin jangan dijadikan kebiasaan dan diusahakan menghindarinya. Dikhawatirkan bakal jadi sinyal bagi kejadian yang tidak diinginkan, misalnya ditimpa musibah sewaktu dalam perjalanan (bagi yang berangkat) atau terjadi kemalangan (bagi yang ditinggalkan). Kedengarannya mengerikan, tapi serius kalau urusan sepele dan remeh temeh ini tidak boleh diabaikan demi keselamatan bersama.

Senin, 06 Agustus 2012

Membentuk Anak Mampu Bersaing

Masa sekolah tahun ajaran 2012/2013 telah berjalan dua pekan. Baru saja para siswa mengikuti pelajaran beberapa hari, bulan Ramadhan tiba. Belum lagi lapang napas para orangtua yang merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar kebutuhan anak-anak sekolah/kuliah, harga kebutuhan pokok merambat naik sejak menjelang tibanya bulan Ramadhan, menambah beban yang bikin pening kepala para orangtua.
Di luar itu semua, ada yang lebih memusingkan pikiran orangtua, yaitu manakala ada di antara putra/putrinya tidak diterima di sekolah atau perguruan tinggi negeri. Sebab dengan bersekolah atau kuliah di swasta, wow bukan main gedenya biaya yang dibutuhkan. Itulah kenapa banyak orangtua jauh hari menyiapkan diri agar anaknya menjadi cerdas, di antaranya dimasukkan sekolah favorite atau unggulan seperti RSBI atau sekolah Global dan Internasional. Sudah itu masih pula ditambah les di pusat bimbingan belajar bonafide. Yang ‘menjual’ motto: terdepan, teruji, terbanyak mengantarkan siswa bimbelnya ke perguruan tinggi papan atas seperti ITB, IPB, ITS, UI, UGM, UNAIR, dll. Di brosur mereka yang selalu diperbarui tiap tahun ajaran baru, dipampangkan wajah-wajah siswa/i yang berhasil menembus berbagai perguruan tinggi tersebut lewat jalur undangan atau SNMPTN.
Ya, dengan memasukkan anak ke sekolah unggulan plus tambahan suplemen bimbingan belajar, akan menjadikan anak-anak mampu bersaing merebut kursi di perguruan tinggi yang diimpikan melalui jalur UNDANGAN, SNMPTN, UJIAN MANDIRI, SIMAK atau SWADANA dan/atau entah apalah istilah lainnya. Betapa ketatnya persaingan memperebutkan kursi di PTN dambaan, mengingat kuota (daya tampung) yang tersedia dalam suatu prodi/jurusan sangat terbatas, bila tidak benar-benar menyiapkan diri tentu saja harus siap menerima risiko ‘gigit jari’ dan hanya jadi penonton kesuksesan orang lain. Karenanya, siswa harus pandai-pandai memilih fakultas/prodi/jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya serta besarnya peluang bisa menembusnya. Di sini strategi memiliki peranan. Jadi mainkanlah strategi yang memungkinkan untuk dapat diterima di tempat terbatas itu.
Sedikit membagi pengalaman. Anak saya Abi Ghifar Rapanza begitu mendambakan FSRD ITB dan setelah browsing website perguruan tinggi lain yang punya prodi DKV, ketemulah UNS yang akreditasinya A sehingga dijadikanlah sebagai pilihan kedua. Agak berbau ‘gambling’ memang menjadikan UNS sebagai pilihan kedua, karena daya tampungnya hanya 15 kursi. Tapi bagaimana suatu perjalanan akan sampai bila tidak ditapaki. Bagaimana suatu tujuan akan tercapai bila tidak dicoba. Tibalah saatnya pengumuman, dan kedua-duanya tak menjanjikan kegembiraan.
Ah, perjuangan belum selesai karena belum tiba di penghujung perjalanan. Anakku tak serta merta menyerah, di benaknya berkelindan impian agar bisa jadi ”anak yang mampu bersaing” (sesuai dengan judul postingan ini). Setelah kembali ‘mengobok-obok’ situs UNS ternyata masih bisa diupayakan menembus ketatnya persaingan melalui jalur swadana, setelah mengirim sandek mohon restu kepada saya, akhirnya anakku mendaftar dengan mengajukan nilai tes SNMPTN-nya. Meskipun lagi-lagi dihadapkan pada ‘perjudian’ nasib karena kuota (daya tampung) yang tersedia hanya 14 kursi, tak menyurutkan nyali anak saya untuk tetap maju ‘bertarung’ dengan landasan manjadda wajada. Dalam waktu yang begitu sempit, Selasa (10/7) malam dia mendaftar online dan besoknya Kamis (11/7) transfer uang pendaftaran via BTN, lalu Sabtu (14/7) siang pengumuman keluar. Dan Alhamdulillah dia memang benar-benar jadi “anak yang mampu bersaing” karena masuk jadi bagian di antara 14 kursi yang tersedia. Dengan berlandaskan pada ketakwaan kepada Allah swt keberhasilan kudu diupayakan lewat perjuangan. Wamayyatakillaha yajallahu maghroja, wayarzuku minhaysu layahtasib (barang siapa yang bertakwa kepada Allah swt niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya) [Q.S. Ath-Thalaq (65) : 2-3]. 
  Tentu saja membanggakan punya anak yang mampu bersaing. Dan kami (orangtuanya) sangat mensyukuri dianugerahi anak seperti ini. Keberhasilannya bisa menembus tempat terbatas itu tak lepas dari doa di setiap salat tahajud dan dhuha. Dan keberhasilan ini baru titik awal, baru langkah pertama untuk meraih sukses yang diimpikannya. Tentu, dalam menempuh jalan yang terbentang jauh tak boleh ditapaki secara perlahan dan santai. Harus bergegas dan memetakan target berapa indeks prestasi kumulatif (IPK) yang harus diraih dan berapa lama tugas-tugas perkuliahan harus diselesaikan. Yang jelas, keberhasilan yang telah diraih jangan sampai membutakan mata dan hati, bersyukur sambil terus menghadapi tantangan yang bisa jadi lebih berat daripada sekedar meraih, yaitu mempertahankan kemampuan dalam bersaing.  
Barangkali cerita ini bisa memberi spirit para pembaca bahwa keberhasilan tidak serta merta jatuh secara gratis dari langit. Hanya mengharap kemurahan Tangan Tuhan mengulurkannya kepada tangan yang menengadah berdoa. Bukan berarti doa tidak penting. Doa (orangtua) hanyalah penambah daya juang bagi anak agar mereka merasa didampingi (tak merasa sendiri) dalam menggapai impian, dalam mewujudkan harapan, dalam meraih cita-cita. Karena meski sudah ikut bimbel bukanlah jaminan bisa segampang membalik telapak tangan menembus ketatnya persaingan memperebutkan bangku kuliah di PTN.
Kesimpulannya, fokuskan pilihan fakultas, program studi, dan jurusan yang benar-benar diminati anak kita. Anak mendambakan urun rembug orangtua dalam menentukan pilihan. Anak nggak boleh ngasal milih, orangtua gak boleh cuek masa bodo terserah opo karep. Begitu juga orangtua perlu mempertimbangkan kemampuan finansial, untuk itu antara anak dan orangtua saling mengemukakan argumen ditempuh jalan tengah untuk menemukan kesepakatan yang arif.  Kalau sudah ketemu fakultas, prodi, dan jurusan yang cocok dan klop pula dengan ketersediaan biaya, jangan abaikan perihal strategi yang perlu dimainkan agar bisa meraih kursi di PTN impinan. Sekiranya gagal lewat jalur SNMPTN, jangan putus asa segera cari jalur lainnya yang memang disediakan oleh perguruan tinggi tersebut, semua tujuannya agar lebih banyak lulusan SMA yang berpeluang kuliah di PTN dengan biaya yang tidak semahal bila kuliah di PTS. Pokoknya jangan menyerah kalah sebelum berperang. Tetaplah berjuang dalam kondisi putus asa sekalipun. Kalau semua upaya sudah dilalui dan ternyata mentok alias gatot (gagal total), banyak-banyaklah beristighfar, kayaknya ada sesuatu yang kurang.