Kamis, 16 Agustus 2012

1000 Fenomena Edisi 1

Memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, shaf (barisan jamaah salat tarawih) di masjid mulai menyusut tinggal dua. Kemajuan. Ya, shafnya mulai maju maksudnya. Ini fenomena umum yang memberikan gambaran bagaimana nilai keberagamaan para muslim abangan, yang juga dijuluki Islam KTP. Malam pertama sampai malam ke sepuluh tarawih masjid penuh sesak, bermunculan muka-muka baru yang selama ini hanya hadir di masjid saat salat jumatan, selebihnya ya… nunggu musim tarawih tiba. Begitu mulai malam ke sebelas sampai ke duapuluh muka-muka baru tadi mulai hilang satu persatu.
suasana salat tarawih di masjid ambulu yang makmumnya hanya tiga shaf
Dan, sampailah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang malam-malam ganjilnya (tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29) dianjurkan untuk lebih meningkatkan Iktikaf dan berzikir karena pada salah satu malam di antaranya terdapat malam lailatul qodar, atau disebut sebagai malam 1000 bulan (apabila mengerjakan ibadah pada malam itu nilainya sama dengan mengerjakan ibadah selama 1000 bulan). Demi memburu malam lailatul qodar, ada sebagian keluarga mempercepat jam makan sahur kemudian bergegas menuju masjid yang lokasinya berpindah-pindah dari masjid satu ke masjid lainnya, ini fenomena yang mulai dijadikan tradisi yaitu bersafari ramadhan (tarawih dan iktikaf berpindah-pindah dari masjid ke masjid).  
Sepuluh hari terakhir tiba saatnya untuk membayar zakat fitrah. Tujuannya untuk membersihkan rizki yang telah dikaruniakan Alloh swt sepanjang tahun berjalan, dengan dibersihkannya rizki akan menghantarkan hamba Allah swt kepada kesucian lahir dan batin, ibarat bayi yang baru dilahirkan. Dan, di sinilah letak makna Idul Fitri selalu dirayakan, agar manusia kembali ke fitrah kesucian. Predikat kesucian bisa diraih oleh sesiapa yang mengupayakannya, namun mempertahankan predikat itu sesudahnya bukanlah upaya yang mudah. Diperlukan ketakwaan. Maka, di sinilah letak sesungguhnya esensi mengerjakan ibadah puasa bulan Ramadhan, agar manusia lebih bertakwa (sesudahnya). Di samping zakat fitrah, juga ada zakat maal bagi yang menyimpan harta kekayaan berupa emas/perak, tanah perkebunan, tabungan, properti, hewan ternak, perniagaan, dan sebagainya. Ada fenomena di kalangan orang-orang yang berkecukupan, membagi-bagikan takjil untuk buka puasa di masjid-masjid dalam jumlah yang banyak, sasarannya adalah para karyawan yang pulang kantor dan menempuh perjalanan jauh sehingga tidak memungkinkan untuk berbuka di rumah bersama keluarga, solusinya mereka mampir ke masjid-masjid yang menyediakan takjil untuk berbuka dan salat Magrib, lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Sepuluh hari terakhir yang kata Rasulullah Muhammad saw sebagai Itkum min annaar (pembebasan dari siksa api neraka), seyogianya lebih memberi spirit kaum muslimin untuk semakin meningkatkan ibadah. Yang terjadi sebaliknya, shaf menyusut, orang-orang berbondong-bondong memenuhi Mal-Mal berburu 1000 keberuntungan “hujan diskon” yang ditawarkan “surga belanja” secara gila-gilaan. Banyak yang berani gila jor-joran belanja keperluan untuk lebaran. Sangat mengerikan kalau sampai terlupakan menyisihkan uang untuk membayar zakat fitrah. Lebih mengerikan lagi bila uang habis di Mal-Mal sementara zakat maal lupa membayarnya. Fenomena gila belanja menjelang lebaran sudah merasuk ke sendi-sendi perekonomian masyarakat tidak hanya mereka yang kaya, tapi mereka yang berkelas ekonomi menengah ke bawah pun ikut-ikutan keranjingan.  
Sepuluh hari terakhir masa menyusun rencana untuk mudik ke kampung halaman. Berbahagialah orang-orang yang selalu rindu kampung halaman. Tradisi mudik hanya ada di negara Indonesia, di negara-negara lain tidak ada. Jadi, rawatlah tradisi ini karena momen mudik merupakan hal yang begitu membahagiakan semua orang. Orang-orang yang sekian lama merantau mencari nafkah (atau yang menetap di lain tempat) menyimpan rasa rindu yang  teramat sangat, begitu pulang akan merasakan haru biru dalam penyambutan handai tolan (sanak family) yang berada di kampung halaman. Begitu juga kerabat di kampung halaman yang begitu menantikan datangnya mereka yang pulang, teramat suka cita manakala menerima cindera mata (oleh-oleh) dari yang mereka sambut kedatangannya. Berkumpul bersama keluarga memang menjadi sebuah tradisi yang identik dengan lebaran. Inilah momen untuk berbagi kehangatan bersama seluruh sanak saudara sembari saling bermaaf-maafan. Tradisi silaturahim ini pun menjadi fenomena tersendiri dalam masyarakat yang melahirkan budaya mudik. 
Ada banyak cara mudik. Di masa lalu hanya bus dan kereta api sebagai moda transportasi utama. Dan untuk mendapatkan tiket tidak sesulit sekarang, karena jumlah penumpang yang belum semembeludak sekarang, tak juga perlu pagi buta ke stasiun untuk mengantre tiket. Pesawat udara juga belum begitu banyak pilihan, hanya ada Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, Bouraq, Mandala.
Kini pilihan maskapai penerbangan kian beragam, dan mendapatkan tiket pun bisa lewat online. Bus juga banyak pilihan dan kian nyaman. Tapi, seiring majunya peradaban, begitu mudahnya membeli sepeda motor akhirnya jadi fenomena baru orang-orang mudik dengan sepeda motor, beriring-iringan bagai kumpulan lebah yang sedang bermigrasi. Karena sebegitu padatnya arus kendaraan para pemudik (mobil, bus, dan sepeda motor) acapkali menimbulkan kemacetan berkilo-kilometer dan berjam-jam. Tapi, sesungguhnya nikmat dan serunya mudik justru terletak pada macetnya itu.
Mengembalikan ingatan ke masa lalu. Jauh di era ’70-’90-an dalam  berkomunikasi, satu-satunya alat yang dipergunakan adalah surat. Jarak tempuh yang jauh membuat surat agak lambat sampai ke alamat orang yang dituju. Dengan demikian dituntut kesabaran dalam menunggu datangnya surat yang diharapkan, terkadang karena ada jeda waktu membuat berita (cerita) yang disampaikan sudah tidak lagi terasa geregetnya. 
Ni dia bis surat di trotoar jalan. Kini tinggal kenangan.
Sejarah Bis Surat pertama kali dipasang di Wina, Austria.
Di era ini, demi ngeposkan sepucuk surat, membuat seseorang rela bejalan kaki dari rumah kost ke kantor pos, atau bila malas cukup memasukkan surat ke dalam "bis surat" yang biasanya ada di trotoar jalan. Demikian juga dalam hal mengekspresikan rasa rindu ketika tak bisa pulang kampung adalah dengan kartu lebaran. Saling berkirim kartu lebaran, maka rasa rindu tercerahkan. Berbagai rupa dan ukuran kartu lebaran mulai diburu begitu masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Berpuluh-puluh kartu lebaran diposkan kepada kawan, kerabat, handai tolan, kakak-adik, dan orangtua tentunya. Tradisi berkirim surat, tradisi berkirim kartu lebaran semakin memperbanyak koleksi prangko, berarti semakin mempercepat melengkapi deretan prangko-prangko yang disusun rapi di album prangko. Mengumpulkan prangko ini pernah jadi hobi yang digemari banyak orang, yang membentuk perkumpulan para filatelis.
Prangko desain Pasar Terapung Banjarmasin
Kini keberadaan Filateli Indonesia terancam punah dengan hadirnya teknologi pesan singkat, internet, jejaring sosial dan smartphone yang mulai digemari masyarakat. "Saat ini kita dihadapkan pada ancaman kepunahan filateli Indonesia yang mulai ditinggalkan," kata Manager Filateli PT Pos Indonesia, Tata Sugiarta, dalam acara peluncuran prangko burung langka Indonesia di Kebun Raya Bogor, Minggu, 15 Juli 2012.
Menurut Tata, ancaman kepunahan tersebut berasal dari hadirnya teknologi yang kian berkembang pesat. Masyarakat kini dengan mudahnya mengirimkan pesan melalui pesan singkat, atau BBM dan email. "Ditambah lagi hadirnya jejaring sosial, memudahkan orang berinteraksi secara instan," katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Tata, tidak adanya regenerasi membuat keberadaan filateli Indonesia kian berkurang anggotanya. Ia mengatakan, selama ini para anggota filateli tersebut kebanyakan angkatan tua atau opa-opa. Dan tidak ada anak-anak dari anggota filateli tersebut yang meneruskannya. "Kondisi ini yang menjadi ancaman filateli Indonesia akan punah," katanya.
Tata mengatakan, untuk melestarikan filateli Indonesia berbagai kegiatan telah diselenggarakan untuk menarik minat generasi muda dalam mengoleksi prangko. Selain menggelar kegiatan internasional, nasional dan lokal. Hampir setiap pekan, Perhimpunan Filateli Indonesia menggelar acara mingguan yakni saling bertukar prangko, jual beli dan lelang.
"Dengan filateli ini banyak yang bisa dipelajari generasi muda, selain dapat mengenal warisan budaya dan sejarah bangsa yang dicetak dalam seri prangko, juga mengajarkan generasi muda cara berjualan dan lelang prangko," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Perhimpunan Filateli Indonesia Soeyono yang menyebutkan, pada era 50-an jumlah komunitas filateli di Indonesia mencapai satu juta orang. "Tapi saat ini jumlah itu kian menurun. Seiring dengan berkurangnya minat penggunaan perangko di Indonesia," katanya.
Hari ini, dengan semakin canggihnya alat komunikasi. Jarak yang jauh bisa terasa begitu dekat, hanya dengan handphone di genggaman kita bisa langsung terhubung dengan kerabat di tempat yang jauh. Bisa mendengar langsung suara mereka, bisa berhaha-hihi mencurahkan kegembiraan, bisa saling marah-marahan menumpahkan kekesalan, bahkan bisa saling caci-maki membuang segala kebencian. Tapi, bisa juga yang dekat justru terasa jauh, karena faktor kesibukan bekerja yang membelenggu setiap hari, bisa membuat intensitas pertemuan antaranggota keluarga jadi berkurang. Sebuah fenomena terjadi pada pasangan suami-istri yang sama-sama punya karier. Demi efisiensi waktu, menuntut keduanya harus sudah berangkat ke kantor seusai sholat subuh sementara anak mereka yang berusia balita masih didekap mimpi dalam pulasnya. Begitu juga saat si orangtua pulang malam harinya, anaknya sudah dalam keadaan tidur kembali. Ada fenomena lain, suami istri pun karena saking sibuknya praktis hanya bisa bercengkerama di akhir pekan, sehari-hari komunikasi hanya diselesaikan lewat pesawat telepon. Hal ini membuat kehangatan di rumah menjadi berkurang, lebih-lebih bila didera stres akibat beban pekerjaan. Keadaan seperti inilah kadangkala jadi pemicu bagi timbulnya peluang untuk mencari "kehangatan" di luar. Ini jalan sunyi yang ditempuh untuk berselingkuh. 
Ketupat opor ayam...nyam... nyam... uenak tenan.
Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ada yang membuat kangen anak-anak di rantau, ketupat opor ayam. Ya, bila berkesempatan mudik tentu akan merasakan ketupat plus opor ayam buatan ibunda tercinta. Bila tak ada kesempatan mudik dikarenakan sempitnya masa liburan sementara hak cuti telah habis atau jauhnya jarak (misalnya bermukim/kuliah di luar negeri), tentu tak bisa merasakan nikmatnya ketupat opor ayam. Namun demikian, dengan adanya smartphone, hebohnya menyantap ketupat opor ayam di rumah bisa “dinikmati” dari tanah rantau lewat video chatting secara real time. Fenomena baru juga.
Anak-anak yang sedang bermain meriam bambu
Memulangkan ingatan ke masa kanak-kanak. Hari-hari bulan Ramadhan biasa kami isi dengan kegiatan memainkan meriam bambu. Dengan bambu pilihan yang telah disiapkan berbahan bakar minyak tanah, “perang” gede-gedean suara pun dimulai. Meriam siapa yang paling besar suara gelegarnya, dialah yang didaulat sebagai pemenang. Tak hanya besar-besaran suara gelegar, di moncong meriam kadang dipasang bekas kaleng biskuit yang akan terlontar ke arah lawan begitu meriam “meledakkan” suaranya. Krompyang… suara kaleng biskuit yang terlontar ke arah lawan serta merta meledakkan tawa anak-anak yang berkerumun di lokasi “perang” meriam bambu. Kini, asyik dan serunya memainkan meriam bambu tak lagi dikenal oleh anak-anak, seiring bergantinya permainan yang lebih keren, game di layar ponsel. Fenomena baru lagi.
Untuk mengenang atau upaya melestarikan meriam bambu ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak menyatakan, sebanyak 269 meriam karbit siap menggetarkan dan memeriahkan malam takbiran di sepanjang Sungai Kapuas kota itu. "Ada sebanyak 47 kelompok yang sudah mendaftar pada kami untuk mengikuti festival meriam karbit menyambut malam takbiran di Kota Pontianak," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak, Hilfira Hamid, Senin, 13 Agustus 2012.
Kegiatan ini secara rutin setiap tahun dihelat oleh Disbudpar Kota Pontianak. Hilfira menjelaskan, animo masyarakat untuk mengikuti festival meriam karbit dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. "Jumlah kelompok dan meriam karbitnya juga mengalami peningkatan sampai dua kali lipat dari tahun sebelumnya," ungkapnya.
     Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, apapun rencana yang berkelindan di kepala Anda. Tentang mudik, tentang ketupat opor ayam, tentang baju baru, tentang hape baru, atau lainnya. Suatu hal yang sangat naif bila sampai mengabaikan kekhusyukan mendirikan sholat tarawih dan ibadah puasa itu sendiri. Tetap istikomah menyelesaikan ibadah puasa dan rangkaian ibadah penyerta lainnya, akan semakin melempangkan jalan menuju ke arah kemenangan. Di sinilah letak esensi ibadah puasa itu diwajibkan atas kamu dan orang-orang sebelum kamu. Agar kamu bertakwa. Dan makna Idul Fitri dirayakan adalah agar kamu kembali ke kesucian lahir dan batin. Agar kamu kembali ke fitrah. Takobbalallahu minna waminkum, siyamana wasiyamakum, Takobbal Yaa Kaariim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.